8. Syuting Ini, Syuting Itu

2 0 0
                                    

"Zai, kamu benar-benar hebat bermain basket. Teknik dribel yang keren. Sama seperti karakter Lei. Kamu juga membuatku seolah tidak ada di lapangan seperti Ching He."

"Oh," jawabku singkat.

"Bisakah kamu ajari aku bermain basket?"

"Untuk apa?"

"Besok kita pengambilan adegan bermain basket di gimnasium itu." Ou Di menunjuk lokasi syuting lain, tidak jauh dari lapangan basket.

"Pemain penyerang di tim kita itu aku. Kamu hanya perlu mengoper bolanya."

"Aku ingin bisa mendribel bola sepertimu.

"Operan bola lebih penting dalam tim."

"Ayolah, ajari aku."

"Emm, baiklah."

Tiba-tiba asisten Wang berlari kecil menghampiriku dan Ou Di di garis lapangan.

"Zai, ada telepon dari dealer kakakmu."

"Kamu masih kerja di sana, Zai?" Ou Di bertanya.

"Aku akan datang ke sana. Adeganku hanya 1 hari ini. Apa aku bisa menumpang mobil manajemen?" bertanya pada asisten Wang.

"Tentu. Aku akan menemanimu."

"Aku pamit dahulu ke yang lain." Asisten Wang mengangguk.

Kudekati para staf.

"Terima kasih. Semua sudah bekerja keras."

Para staf yang mendengarnya memberi sahutan.

"Kerja bagus, Zai."

Sepintas kulihat Da S dengan senyum tipis dan berlalu.

Keesokan harinya.

Pengambilan adegan pertandingan basket antara tim tersangka yaitu Lei, Shan Cai, dan Ching He melawan tim korban yaitu A Si, Xi Men, dan Mei Zuo. Mencari pemenang untuk menentukan Lei dan Shan Cai akan dikeluarkan atau tidak dari kampus Ying De. Dengan Kak Dao Ming Zhuang sebagai wasit.

Pertandingan tidak dimenangkan siapa-siapa. A Si menahan bola di detik-detik terakhir dengan alasan permainan yang kekanak-kanakan. Dianggap sebagai 'tidak ada yang dikeluarkan', yang lain selain A Si merayakannya dengan berpesta di rumah A Si.

Usai pengambilan adegan, tidak lupa berfoto.


Usai pengambilan adegan, tidak lupa berfoto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










"Tidak kusangka, kamu bermain basket dengan baik," puji Ken padaku.

"Benarkah?"

"Iya. Apa sebelumnya kamu ikut klub basket?"

"Pernah. Selagi SMP."

"Pantas saja, kamu punya kemampuan bermain basket sebaik ini. Harus tanding betulan."

"Benar, pasti akan menyenangkan bisa bermain bersama. Lain waktu kita harus main sebagai tim, oke?" Vanness merangkul pundakku.

Happiness From Bad Fortune [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang