"Jika yang kalian kejar adalah uang lalu untuk apa aku di lahirkan jika tidak di beri kasih sayang?"
~Devan
Flashback
"Papah sama mamah ke mana bi?" Tanya seorang anak laki-laki kepada pembantunya yang sedang membersihkan ruang tamu.
"Ekhh Aden udah bangun? Ini masih pagi loh" jawab pembantunya.
"Iya nih bi, Devan barusan laper jadi langsung ke dapur deh"
"Oh iya. Mau bibi buatin makanan?"
"Nggak usah bi. Masa harus bibi terus kan cape ngurus rumah sambil rawat Devan. Bibi harus istirahat. Harusnya mamah yang rawat Devan. Emang mamah ke mana bi?"
"Kasian den Devan tiap pagi nanyain mamah sama papahnya" gumam bi Rena.
"Papah sama mamah Aden belum pulang kerja" jawaban bi Rena membuat Devan menghembuskan nafas kasar.
"Selalu aja kayak gitu. Bi, kapan sih papah sama mamah punya waktu buat Devan? Kapan Devan bisa main sama mereka kayak temen-temen Devan? Devan pengen kayak mereka bi" rengek Devan kepada bi Rena.
"Sabar yah den, kan orang tua Aden kerja buat Aden juga"
"Tapi kan bi, Devan gak butuh uang mereka. Devan cuma butuh perhatian mereka. Sehari aja bisa gak sih temenin Devan? Dari kecil Devan gak pernah dapet kasih sayang mereka. Mereka beda dari orang tua temennya Devan. Temen-temen Devan selalu dapet perhatian, selalu di siapin bekal sama mamahnya ke sekolah, papahnya selalu nganterin mereka ke sekolah, selalu jemput kalau waktunya pulang, orang tua mereka selalu ada saat mereka sakit. Sedangkan Devan? Mereka gak pernah peduli sama Devan. Bahkan saat Devan sakit. Mereka selalu ngurus pekerjaan tanpa peduli sama Devan. Mereka selalu sibuk kalau Devan ajak mereka main. Kalau mereka kayak gini buat apa Devan lahir? Buat apa Devan ada di dunia kalau mereka gak peduli sama Devan?" Ujarnya sambil menangis.
"Suuutt den jangan ngomong gitu, mereka sayang kok sama Aden" ujar bi Rena sambil menenangkan.
"Devan cuma punya bibi yang selalu ada buat Devan. Rawat Devan kalo Devan sakit"
"Udah den jangan nangis lagi. Masih banyak orang yang ada di sekitar Aden yang sayang sama Aden, termasuk bibi. Bibi sayang banget sama Aden. Bahkan bibi udah nganggep Aden anak bibi sendiri. Den Devan harus semangat ya kan ada bibi, Aden harus belajar mandiri tanpa bantuan mamah sama papah" ujar bi Rena menenangkan sambil memeluk Devan. Ucapannya membuat Devan mengangguk mengerti. Benar kata bi Rena, Devan masih punya seseorang yang menyayangi dia dan selalu ada buat dia.
"Makasih ya bi" ujar Devan sambil mempererat pelukannya.
"Bi, Devan udah bangun belum?" Ujar seorang wanita yang berjalan tergesa-gesa diiringi seorang pria yang memakai jas hitam dibelakangnya membawa dua buah koper. Mereka berdua tercengang saat melihat Devan dengan bi Rena yang saling berpelukan dengan wajah Devan yang basah sehabis menangis.
"Devan kenapa? Bibi apain Devan sampe nangis gini hah?" Ujar papahnya Devan sambil menarik tangan Devan agar lepas dari pelukan bi Rena.
"Ampun tuan, saya__"
"Papah apa-apaan sih, bi Rena gak ngapa-ngapain Devan" ujarnya sambil melepaskan cekalan papahnya kemudian berlari memeluk bi Rena kembali.
"Terus kenapa kamu nangis? Siapa yang bikin kamu nangis kayak gini?" Tanya Maya, ibunya Devan sambil menghampiri Devan dan berusaha menghapus air matanya.
"Kalian. Kalian yang bikin Devan nangis. Udahlah gak usah so peduli sama Devan. Kenapa gak kalian urus aja kerjaan kalian? Kalian masih inget pulang hah?"
"Devan__"
"Ayo bi, anterin Devan ke kamar. Devan cape kalo tiap pagi harus berantem sama mereka lagi" ajal Devan sambil menggandeng tangan bi Rena yang sedari tadi menunduk.
"Permisi tuan, nyonya" ujar bi Rena sambil agak membungkuk melewati Maya dan Rafa yang masih tercengang melihat sikap Devan kepada mereka. Devan dan bi Rena pun masuk ke dalam kamar dengan pintu yang di banting keras oleh Devan.
"Pah, apa bener ini salah kita berdua?"
"Nggak mah, kita nggak salah. Kita udah kasih uang kita buat kebutuhan Devan. Semua kebutuhan Devan terpenuhi kok. Mungkin dianya aja yang belum terbiasa, udah tenang aja. Ayo istirahat dulu, kan nanti siang ada meeting sama klien" ujar Rafa yang tanpa mereka sadari bahwa Devan mendengarkan percakapan mereka di pintu kamarnya.
"Tuh kan bi, bibi denger kan? Mereka cuma mikirin kerjaan. Asal mereka udah kasih uang buat Devan mereka ngerasa udah tanggung jawab sebagai orang tua. Mana kasih sayang mereka buat Devan? Mana perhatian mereka buat Devan? Nggak ada bi nggak. Kalo mereka terus kayak gini buat apa Devan lahir bi?" Ujarnya sambil menangis kembali.
"Udah den udah" ujar bi Rena menenangkan sambil tak kuasa menahan tangisnya karena ikut merasakan apa yang Devan rasakan saat ini.
"Yuk mah" ujar Rafa sambil menuntun istrinya ke kamar. Maya hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti suaminya. Sebenarnya dia merasa bersalah kepada Devan, karena kesibukannya jarang ada waktu untuk Devan. Hatinya teriris melihat Devan memeluk pembantunya. Bahkan anaknya itu lebih dekat dengan pembantunya di banding dengan dia sebagai ibunya. Ini bukan keinginannya, namun suaminya selalu menyuruh dia untuk ikut bekerja meneruskan perusahaan keluarga Syahreza itu. Jika Maya menolak, Rafa selalu marah besar dan membuat mereka bertengkar hebat. Jadi, dia mengalah saja. Toh dia juga sudah menitipkan anaknya kepada pembantunya.
Devano Arsalan Putra Syahreza adalah anak tunggal dari seorang pengusaha terkenal di Bandung. Ayahnya bernama Rafandra Elvan Syahreza adalah orang yang cukup terkenal dalam dunia usaha. Sejak kecil, dia selalu berusaha agar bisa berprestasi di sekolahnya agar orang tuanya mau melihatnya. Namun usaha itu sia-sia. Kedua orang tuanya lebih mementingkan pekerjaan mereka di banding memberikan perhatian kepada putra semata wayangnya. Devan lebih dekat dengan pembantunya di banding mereka karena Devan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pembantunya itu.
Rafandra Elvan Syahreza adalah pengusaha terkenal di kota Bandung. Dia adalah ahli waris dari keluarga Syahreza. Dia sangat ambisius dalam hal pekerjaan dan keuntungan. Apa pun cara dia lakukan untuk mencapai target perusahaannya, sampai lupa bahwa dia punya seorang anak yang butuh perhatiannya sebagai seorang ayah. Dia selalu memaksa istrinya agar ikut membantunya bekerja dan melupakan kewajiban mereka sebagai orang tua.
Maya Syahreza adalah wanita karir. Dia selalu mendampingi dan membantu suaminya dalam hal pekerjaan. Dia adalah wanita yang pintar namun melupakan tugasnya sebagai orang tua. Dia lebih mementingkan kepentingan pekerjaan di banding memberikan perhatian kepada putra semata wayangnya.
Jangan lupa vote dan komennya
Kalo ada typo tolong benerin
TerimakasihFollow IG : mayadawiya_06
KAMU SEDANG MEMBACA
Zara (On Going)
RomanceZara Faikha Adhitama adalah anak yang ceria dan pemberani. Dia selalu mempunyai segudang prestasi karena kepintarannya. Pertemuannya dengan seorang Devano Arsalan Putra Syahreza, cowok cool, cuek, dan most wanted di sekolahnya itu membuatnya pertama...