Selamat membaca!!^^
**____________________________**
Drrk.
"Ah," Aku sempat tersentak ketika mendengar suara pintu ruang utama yang terbuka tiba-tiba. Ketika menoleh, rupanya Hazzel yang membuka pintu itu. "... rupanya kau sudah kembali dari perbatasan, ya."
Hening, tidak ada jawaban darinya. Dia masuk dan menutup pintu itu lalu berjalan ke seberang ruangan untuk membuka pintu menuju koridor utama.
"Bagaimana kondisimu?" tanyaku khawatir. Kemarin ia tidak kembali ke kastil selama sehari penuh, sepertinya ia menginap di perbatasan untuk menerima pengobatan akibat terkena racun yang ada di peluru.
Tangannya yang hendak menggeser pintu terhenti. Aku sempat khawatir dia tidak akan merespon ucapanku karena masih marah, namun beberapa detik kemudian dia membuka mulutnya.
"Biasa saja." jawabnya singkat sambil membuka pintu dan pergi menjauh tanpa menunggu jawabanku.
Aku termenung. Sepertinya dia masih tidak ingin diajak bicara. Aku lantas mengurungkan niatku untuk menyusulnya. Ini pertama kalinya kami bertengkar, aku jadi tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya ... takut salah mengambil langkah sehingga justru memperburuk keadaan.
Ah, kalau hanya berdiam diri di sini, aku mungkin akan larut dalam lamunan. Aku akan pergi ke tempat Kayano dan mengobrol sepuasnya.
Karena Hazzel tidak menutup kembali pintu menuju koridor utama, aku segera keluar dari pintu itu tanpa perlu membukanya. Baru berjalan satu langkah, tiba-tiba seseorang menahan tanganku dari belakang. Orang itu segera menyandarkan dahinya di pundakku dari belakang sehingga aku tidak bisa berbalik untuk melihatnya.
Rambut coklat yang halus sedikit menggelitik leherku. Tanpa melihat wajahnya pun aku tahu bahwa itu Hazzel. Rupanya ia belum beranjak dari balik pintu tanpa sepengetahuanku.
"Maaf," ucapnya pelan, persis sebuah bisikan, "Aku tidak bermaksud untuk membentakmu saat itu."
Mendengar perkataannya membuat mataku seketika memanas. Ah, kenapa dia bisa sebaik ini? Padahal aku yang bersalah, tetapi justru ia yang meminta maaf duluan. Curang, padahal aku ingin meminta maaf lebih dulu darinya.
"Kenapa meminta maaf? Yang salah itu aku, bukan dirimu." ucapku sambil melangkah maju agar dia berhenti bersandar di bahuku. Aku berbalik menghadapnya dan menunduk. "Aku minta maaf."
Tidak ada jawaban. Aku tidak berani mendongak untuk menatapnya. Mungkin permintaan maaf saja tidak cukup, tapi aku tidak tahu harus melakukan apa supaya ia mau memaafkanku.
"Aku benar-benar minta maaf. Aku akan berusaha untuk memperbaiki kesalahanku. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi."
Masih hening tanpa jawaban. Kenapa dia diam saja? Aku jadi takut kalau dia tidak akan memaafkanku.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mendongak. Hal pertama yang kulihat adalah matanya yang memerah. Rasanya air mata bisa turun kapan saja dari mata yang memerah itu. Aku tidak tahu kenapa, tetapi dia terlihat seperti akan menangis.
"Hazzel?" panggilku pelan karena ia tak kunjung mengatakan apapun.
Bukan jawaban yang kudapatkan, melainkan tangannya yang terulur segera menarikku ke dalam dekapan.
"Kau berkali-kali mengorbankan nyawamu untuk menyelamatkanku dan berkat itu aku berkali-kali hampir kehilanganmu. Aku tidak butuh itu, aku tidak menginginkan itu, Arami." ucapnya lirih, "Tolong mengertilah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wozry : The Hidden Tale From The North
FantasySuatu hari di musim panas, Arami dan teman-temannya pergi berlibur ke pantai seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Namun, hal yang tak diduga-duga terjadi. Mereka bertemu dengan seorang gadis yang mengaku berasal dari masa lalu dan memint...