Selamat membaca!^^
**___________________________**
"Arami, Chris sudah menunggu di bawah!" sahut Mama dari tangga.
"Iya, Ma!"
Aku segera memakai jas seragam dan menyisir rambut. Setelah membawa tas, aku mengecek keadaan kamarku sekali lagi. Ah, selimutku belum di lipat. Jika aku melipatnya saat pulang sekolah nanti, Mama pasti akan mengomeliku lagi.
"Pagi yang sibuk seperti biasa, ya."
Aku menghela napas mendengar suaranya, "Kalau begitu, cepat bantu aku melipat selimut."
Chris melangkah masuk ke kamar dan menyimpan tasnya di meja belajarku. Ia mengambil ujung selimut yang lain dan kami melipatnya bersama. Hal seperti ini merupakan kegiatan yang sudah biasa terjadi. Kedua orang tuaku selalu membuka pintu rumah di pagi hari supaya Chris bisa masuk tanpa perlu membunyikan bel terlebih dahulu. Terkadang Mama bahkan menyiapkan sarapan untuk kami berdua.
Sejak rumahku terbakar tahun lalu, Papa dan Mama memutuskan untuk tinggal di rumah ini sampai rumah itu selesai di renovasi. Namun karena letak sekolahku lebih dekat dari rumah ini, akhirnya kami tetap tinggal di rumah ini walaupun rumah yang terbakar itu sudah dapat ditempati kembali. Oleh karena itu, Papa harus berangkat lebih pagi ke kantornya karena jarak dari rumah ini ke kantor sedikit lebih jauh.
Setelah selesai bersiap-siap, aku dan Chris segera berjalan menuju halte bus terdekat. Sesekali kami berangkat menggunakan sepeda milik Chris jika bus sudah pergi melewati halte. Aku merasa senang jika itu terjadi karena bisa menikmati angin segar di pagi hari sedangkan Chris akan mengeluh sepanjang jalan karena ia tidak terima harus memboncengku sampai sekolah. Padahal harphnya angin, dia bisa saja menggunakan harphnya untuk membuat sepeda berjalan dengan sendirinya. Hanya saja dia itu menganut prinsip 'kalau bisa dilakukan sendiri, tidak perlu menggunakan harph'.
"Chris, aku ingin duduk di dekat jendela." pintaku saat kami memasuki bus.
"Tidak mau, hari ini giliranku yang duduk di dekat jendela."
"Apa? Bukannya sudah kemarin?" tanyaku tak terima. Ini bukan pertama kalinya kami berebut posisi duduk di bus. Biasanya kami akan berdebat terlebih dahulu, namun pada akhirnya ia selalu mengalah.
"Ya sudah, kita tidak perlu duduk bersebelahan. Aku bisa duduk di kursi dekat jendela di belakangmu."
Wah? Tumben sekali. Karena ini pertama kalinya kami tidak berdebat, aku jadi bingung harus merespon ucapannya dengan apa. Pada akhirnya kami duduk seperti yang ia ucapkan. Aku menyimpan tas di pangkuan dan mengeluarkan earphone untuk mendengarkan lagu.
Bus pun berjalan. Aku menikmati pemandangan di luar sana dari balik jendela. Saat tiba di halte berikutnya, beberapa penumpang naik ke dalam bus. Pintu bus kembali menutup ketika semua orang sudah naik. Saat aku hendak mengganti lagu dari ponsel, ada seorang lelaki dengan seragam kantoran bertanya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wozry : The Hidden Tale From The North
FantasySuatu hari di musim panas, Arami dan teman-temannya pergi berlibur ke pantai seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Namun, hal yang tak diduga-duga terjadi. Mereka bertemu dengan seorang gadis yang mengaku berasal dari masa lalu dan memint...