wish

13.9K 272 4
                                    







Takdir itu, sering kali menyesakkan. Kita hanya bisa berharap, tapi tak bisa merubah apa-apa.

Seandainya saja, Tuhan memberikan ku waktu lebih lama untuk hidup, maka aku tidak akan seputus asa ini.

Apakah kau tau rasanya dicintai oleh seseorang yang nyatanya sudah sering kali kau lukai, tapi kau tetap jadi prioritas utamanya?

Itu terjadi padaku.

Aku, yang seorang gadis penyakitan ini, harus berusaha menjadi orang jahat agar dia tidak lagi menjadikan ku prioritas utamanya.

Tidak lagi ku pikirkan bagaimana perasaanku yang juga mencintainya, yang penting sekarang adalah bagaimana dia bisa pergi menjauh dariku.

Karna aku, tidak bisa terselamatkan lagi, dan tidak ingin bahwa rasa di hatinya berubah menjadi rasa simpati.

Aku tidak ingin mengetahui bahwa perasaan terakhirnya padaku adalah rasa kasihan.

Tapi entah sudah berapa ratus kali aku menyakitinya atau berusaha menjauhkannya dariku, aku masih bisa melihat bahwa aku satu-satunya orang yang ada di hatinya.

Aku bersyukur tidak ada yang tahu bahwa aku sakit kecuali keluargaku, termasuk dia yang bingung akan kelakuan ku yang semakin lama semakin menjauhinya.

Untung saja ada banyak jenis make up sekarang yang bisa menutupi tanda-tanda bahwa aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Dia punya segalanya. Jadi seharusnya dia baik-baik saja saat aku tidak bersamanya. Ada banyak orang lain yang bisa menggantikan ku. Tapi tetap saja dia masih selalu mendekatiku.

Padahal, kami juga bukan siapa-siapa. Kami tidak pernah menjadi kita karna aku selalu menolaknya. Bahkan kami bukan teman. Kami hanya dua orang yang pernah duduk sebangku di kelas satu smp dan itu sudah sepuluh tahunan yang lalu.

Tahun saat penyakit mulai menggerogoti ku. Tahun dimana aku langsung mematikan rasa cintaku yang baru tumbuh padanya. Tahun dimana aku menolak cintanya. Tahun dimana aku mulai berbuat jahat padanya.

Rasanya aku juga tidak menyangka bahwa Tuhan memberiku waktu yang cukup lama untuk hidup. Sampai aku hafal seluk beluk rumah sakit saking seringnya datang ke sana.

Namun sayangnya, apa yang aku bayangkan akan dilakukannya karna lelah meladeni tingkahku yang sudah sangat keterlaluan tidak pernah terjadi.

Bahkan sampai akhirnya dia tahu bahwa aku sakit dan akhirnya melihatku terbaring tak bernyawa di ranjang kamarku, atau ketika tanah sudah menutup jasadku, dia tetap mengejarku.

Dia meminta pada Tuhan untuk mencabut nyawanya dan tetap mengejarku sampai di tempat aku sekarang berada.

Di taman bunga ini, dia berdiri gagah dengan senyum yang tidak berubah dengan senyumnya yang pertama kali ku lihat saat dia meminta izin untuk duduk sebangku denganku.

Senyum yang membuatku terus jatuh cinta padanya.

"Boleh duduk di samping mu?"

Ah, bahkan kalimatnya barusan adalah kalimat yang sama. Kata pertama yang membuatku mendengar suara merdunya.

Aku tidak menjawab pertanyaannya karna seperti waktu pertama itu, dia tidak menunggu ku menjawab pertanyaannya tapi langsung duduk di samping ku.

Dia menggerakkan satu tangannya untuk menggenggam tanganku.

"Kamu tau, aku sangat marah kemarin saat aku hampir tidak bisa melihat saat-saat terakhir kamu hidup di dunia dan ternyata kamu sudah lama sakit."

Ada kilatan marah di matanya.

"Apalagi ternyata alasan perbuatan mu selama ini karna kamu tidak mau aku merasakan sakit hati saat kehilanganmu."

Satu tangannya yang lain merapikan rambutku yang berantakan tertiup angin.

"Tapi aku jadi bersyukur, karna berkat itu, aku jadi punya pikiran untuk berdo'a pada Tuhan agar aku juga mati dan bisa bersamamu"

Aku masih diam menunggu kata-katanya.

"Kita jadi punya lebih banyak waktu untuk bersama tanpa gangguan apa-apa, kan."

"Ternyata kamu gila."

"Iya, aku gila karena mu, jadi sekarang tidak ada alasan lagi kamu menjauh dari ku."

"Tapi kamu bahkan tidak tau perasaan ku."

"Yah, terserah. Aku bisa mengejarmu sampai sini. Jadi bukan masalah besar kalau aku harus meyakinkan mu lagi. Kamu tidak lupa kan, kita punya banyak waktu disini. Dan kita cuma berdua."

"Dasar pemaksa!"

"Tapi kamu suka kan"

Senyum sok muncul di wajahnya.

Ah, laki-laki ini.

'Iya, aku suka,'

Hanya menjawab dalam hati, aku memilih untuk masuk ke pelukannya. Menikmati kenyamanan yang akhirnya ku rasakan dan perasaan membuncah karna akhirnya aku bisa merasakan cinta tanpa rasa takut lagi.

Ini takdirku, takdir yang awalnya ku tangisi tapi akhirnya menjadi sesuatu yang membahagiakanku.

Mana takdirmu?

----


Ps. Ini cerita bonus aja karna lama ngga update ehehe. Aku tau sih ini diluar dari cerita yang ada di i am ini, aneh juga kayanya ceritanya, tapi aku pengen up aja dari pada terbengkalai di lepi ehehe

Semoga ada yang suka yaaa





i am [One Shoot Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang