15. KlaNo

361 32 1
                                    

Pesta sebenarnya masih berlanjut, karna kebetulan besok libur nasional. Tapi, sejak tadi Can terus saja memohon kepada Tin untuk mengantarkan Techno karena Techno begitu mabuk dan dia khawatir kalau No nggak bisa pulang sendiri.

Setelah berkali-kali merengek dan memohon, akhirnya Tin mengabulkan permintaan Can. Tetapi dengan satu syarat. Entah apa. Yang jelas Tin membisikan sesuatu kepada Can dan nggak berselang lama, Can bergidik.

Can dan Tin pun mengantarkan Techno ke rumahnya. Begitu tertatih Can memapah Techno menuju beranda rumah No.

"Oke, Meung, cukup sampai sini, ya. Kau bawa kunci pintu, kan?" Can bertanya sesampainya di depan pintu.

"Kenapa kau membawaku ke toilet? Rumahku bukan di sini."

"Ai, shia Meung!" Can menepuk jidatnya sendiri. Pecuma berbicara dengan orang yang tengah mabuk. "Oke, aku akan pergi dan aku akan memencet belnya."

Can pun pergi meninggalkan Techno yang tergeletak begitu saja di depan pintu setelah memencet bel. Karena sejak tadi Tin berkali-kali memencet klaksonnya, mengisyaratkan untuk segera pergi. Can tahu betul jika Tin bukan orang yang bisa menunggu.

Beberapa saat Techno tertidur di luar sampai akhirnya dia bangun dan bertanya-tanya kenapa dirinya bisa ada di sini. Dengan perasaan lemas, No pun membuka pintu tetapi terkunci.

Sial, siapa pula yang menguncinya?

Ah, No Ingat. Sebelum dia berangkat, dia membawa kunci cadangan yang nggak salah dia simpan di .... Astaga, No lupa menyimpannya di mana. Begitu linglung akibat alkohol, No meraba-raba sekujur tubuhnya dan menemukan kunci tersebut di saku depan kanannya.

Kunci pun terbuka, dengan lemas No meraih gagang pintu dan ....

Bruk!

Techno pun terjatuh.

Suasana di dalam rumah begitu sepi. Lagipula sekarang hanya ada Nic, kedua orang tuanya seperti biasa jarang sekali berada di rumah. Entah apa yang ada di pikirannya, Techno berjalan merayap. Layaknya  hewan melata, No menyusuri anak tangga dengan malas dan saat sampai pun, dia salah memasuki kamar. Dia malah masuk ke kamar Nic, buka kamarnya sendiri.

Tapi, Techno nggak peduli. Yang dia inginkan sekarang adalah tidur. Berkali-kali dia berusaha menaiki ranjang Nic tetapi selalu gagal. Dengan keteguhan hati —meski dia mabuk—akhirnya Techno bisa menaiki ranjang tersebut, mendorong seonggok daging hidup yang tengah tertidur itu agar mendapat tempat tidur.

"Nic, biarkan aku tidur di sini malam ini," racaunya nggak jelas.

"Aku bukan Nic, Phi?"

"Eh? Lalu siapa?"

"Kau nggak kenal aku, Phi?"

Techno pun menangkup kedua pipi sesorang yang ada di depannya. Dia begitu teler sampai-sampai harus mendekatkan wajah orang tersebut.

"Ah! Kau ternyata."

"Siapa?"

"Kengkla. Kau Khun Kengkla, bukan?" ujar No dengan tawa renyah menampilkan gigi taringnya yang terlihat malah seperti sedang menggoda.

Memang bukan hal aneh lagi jika Kengkla ada di rumah mereka, terlebih Kla sering menginap. Untuk Techno pun itu nggak masalah. Saat pertama kali mereka bertemu—saat SMA dulu—, menurut No Kengkla itu anak yang baik. Bahkan lebih baik dari adiknya sendiri.

"Yup! Kau benar, Phi. Karena sudah menjawab dengan benar, jadi akan kuberi hadiah."

Techno tertawa. "Aku pintar, ya ...," ujarnya melantur.

Mengejar Cinta Phi Techno (Remake Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang