Kesempatan, biarkan aku bersama A-Ying lebih lama. Biarkan tubuh ini merasakan kehangatan hingga tidak lagi memiliki kesanggupan untuk bergerak leluasa.
*
*
*Pasrah, hanya itu yang bisa Pangeran Shi lakukan ketika tubuh lagi-lagi mendapatkan perlakuan yang sama. Sentuhan kasar, penyatuan paksa, menyakiti nurani, semua berakhir tidak mengenakkan hingga air mata menjadi kegiatan utama setiap saat, dan tidak menyisakan hal baik sedikit pun.
Memandang langit-langit kamar, air mata tidak juga berhenti mengalir, mencengkeram selimut ketika entakan kasar membuat tubuh Pangeran Shi terasa hancur. Terluka sekali lagi, tidak memiliki alasan tersenyum, si pemilik netra kecokelatan berpasrah dan berharap tubuh masih memiliki minat untuk bergerak saat esok hari.
Setiap detik yang ia lalui serupa satu tahun, lama dan tidak memiliki kesempatan untuk melawan. Seorang pangeran pada pemuda penuh obsesi dan selalu menganggap sosok sang pangeran adalah pemuda yang sama---kekasih Han Mu Bai di masa lalu.
"Seperti biasa, kamu selalu nikmat, A-Ran." Lagi-lagi menyebut nama yang salah, kekasih sang raja mengeraskan rahang, muak sekaligus jijik ketika tubuh selalu dianggap orang lain. Sakit dan kecewa, terluka dan getir, cemburu ... tidak! Untuk apa? Pangeran Shi mencoba bangun, mengabaikan raut muka terheran-heran dari Jenderal Han yang baru saja merebahkan diri pada pembaringan sambil menetralkan napas.
"A-Ran, tidurlah, biar aku yang membersihkan tubuhmu." Tangan Han Mu Bai ditepis kasar ketika menyentuh lengan sang pangeran manis. Sang jenderal mendudukkan diri, menyambar tubuh Pangeran Shi, memeluk erat sembari mencium leher pemuda manis itu.
Ada yang berbeda dari perlakuan Pangeran Shi pada sang jenderal. Tersenyum miring, pelukan kian erat, mengusap pipi pemuda yang tengah ia pangku agar wajah dua pemuda itu berhadapan.
"Apa aku tidak salah melihat? Seperti inikah raut wajah seorang pangeran yang tengah cemburu?" Pangeran Shi meninju perut Jenderal Han. Entah mendapat kekuatan dari mana hingga mampu mendaratkan kepalan tangan penuh tenaga pada si penculik.
Pura-pura kesakitan, mengusap perut berulang kali, alis menyatu dengan mimik wajah dibuat sememelas mungkin, Han Mu Bai meringkuk pada pembaringan, mengaduh seraya melirik si pemilik netra kecokelatan yang menatap nyalang pada sang jenderal.
"Menjijikkan! Wajahmu tidak pantas melakukan itu!" Mencoba berdiri walaupun tulang-belulang terasa lepas, pangeran manis itu menuju kamar mandi lalu membersihkan diri, mengabaikan tawa terbahak dari pemuda yang sudah seperti binatang buas ketika mengerjai tubuh Pangeran Shi.
Ada perasaan aneh, entah sebuah kebencian ataukah hal yang lain. Rasa benci sekaligus tidak nyaman, secara perlahan mulai berganti. Pangeran Shi mengusap wajah kasar, memukul permukaan air, menggosok tubuh seraya menghilangkan rasa jijik pada permukaan kulit.
Han Mu Bai tersenyum-senyum, menempelkan bahu pada tepian pintu sembari bersedekap. Ia menggerakkan kaki hingga mendekat pada permukaan bak mandi kayu. Penolakan sekaligus sorot mata tajam, tidak sang jenderal pedulikan. Jenderal Han justru berjongkok, menggulung lengan jubah hingga sebatas siku, lalu memberikan pijatan lembut pada bahu si pemuda manis.
"Menyingkir!" Pangeran Shi menciprat air hingga menampar wajah sang jenderal. Ia menggerutu, menggerak-gerakkan bahu, mencoba menjauh, tetapi cengkeraman pada lengan, membuat pemuda manis itu tidak mampu melawan. Lagi pula, tenaga sang pangeran sudah terkuras habis.
Ia memilih menerima segala bentuk sikap yang membuat si pemuda manis merasa tidak nyaman. Mungkin ... untuk sekarang. Bisa jadi ada sesuatu yang mulai menjalar hingga embusan napas lelah berganti dengan senyuman kecil. Jenderal Han memberi perlakuan lembut, sesuatu yang sangat jarang pangeran dapatkan. Mungkin juga, sang pangeran hanya tidak pernah memperhatikan.
"Merasa lebih baik?" Pangeran Shi megangguk mantap, menengadah, mengulurkan tangan menyentuh wajah sang jenderal, mengusap cipratan air yang beberapa saat lalu telah pangeran lakukan.
"Maaf, aku tidak suka seseorang menganggapku orang lain. Bisakah kamu memanggil namaku dengan benar?" Pangeran Shi menarik uluran tangan, membasuh tubuh, berdiri seraya menyambar jubah tipis yang tersampir pada tapi panjang yang tidak jauh dari tempat sang pangeran tengah berdiri.
"A-Ying, kamu ... cemburu?" Jenderal Han mengikuti pergerakan sang pangeran yang tengah keluar dari bilik sempit kamar mandi, mengikat jubah secara asal, mencoba berjalan dengan benar meskipun ada rasa ngilu yang terasa.
Bukan karena tubuh yang terasa remuk, tetapi terasa miris ketika wajah sama, menjadi sebuah obsesi yang membuat seseorang enggan untuk melepaskan.
"Kalian berbeda. Aku tahu, kamu bukan A-Ranku, A-Ying. Dia lebih lembut. Dia lebih manis. Dia mencintaiku walaupun tidak sebanyak aku telah mencintainya." Jenderal Han menuju tempat penyimpanan arak, mengambil satu kendi berukuran kecil, menenggak perlahan, menatap netra sendu si pemilik aroma lily ungu bersama raut muka sendu.
"Lalu, untuk apa kamu menahanku jika menganggap keberadaanku secara nyata saja sangat sulit, Jenderal Han." Pangeran Shi menuju pembaringan, merebahkan tubuh, meringkuk seraya menarik selimut agar memberikan kehangatan di tengah rasa kecewa karena hati mulai meragu pada satu nama.
Mungkin, karena aku mulai menyukaimu, A-Ying.
********
Malam berlalu, Pangeran Shi membuka mata ketika pagi telah menyapa. Cahaya mentari memasuki rumah sederhana milik Jenderal Han seraya memberikan pencahayaan pada titik-titik tertentu.
"Apa tidurmu nyenyak, A-Ying?" Sang jenderal memiringkan tubuh seraya menyangga pelipis. Ia mengusap pipi si empunya paras manis, mendaratkan ciuman lembut hingga sang penerima memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan hingga lengan mengalung pada leher tanpa pangeran pinta.
Membagi rasa, mengisi hati dengan dua nama, mengabaikan kedudukan sekaligus membuang rasa takut hingga tubuh merapat tanpa ada celah. Dua pemuda itu menikmati pagi dengan rasa yang berbeda, kebencian dan rasa jijik mulai menghilang secara perlahan seiring sikap lembut dari si empunya rumah.
"Ah, manis sekali. Aku melihat kekasihku tengah bermesraan dengan seorang pengawal di tengah rasa cemas yang membuat kepalaku mulai berasap." Raja Bai mendekat perlahan setelah melewati pintu rumah yang terbuka penuh bersama suara gaduh yang membuat dua pemuda di pembaringan terjengit hingga ciuman terlepas.
Netra tajam bersama senyum miring, menjadi luapan rasa rindu pada sosok pangeran yang tengah mengigit bibir sembari mendudukkan diri. Pangeran Shi menunduk, mengabaikan tarikan paksa pada lengan hingga tubuh hampir saja membentur lantai jika Han Mu Bai terlambat melakukan pertolongan.
"Yang Mulia Raja, hamba pantas mati." Usapan lembut pada pipi, membuat rasa takut kian menjadi, tubuh sang pangeran bergetar, jemari mengepal kuat-kuat, mencoba bernapas dengan benar ketika tenggorokan terasa tercekat.
"A-Ying, tidakkah kamu merindukanku?" Kedua tangan sang raja terulur, menyambut tubuh kecil si pemilik senyum manis yang justru terlihat takut ketika berhadapan dengan sang kekasih.
"Kemarilah, A-Ying. Aku merindukan pangeran kecilku." Pelukan erat, mencengkeram jubah, menelusupkan wajah pada leher sang raja seraya menumpahkan tangis di tengah pengkhianatan yang baru saja ia lakukan.
"Feng Hao Xing, lakukan hal yang seharusnya!" Pada detik berikutnya, ayunan pedang mengarah pada leher sang jenderal hingga darah mengucur sangat deras.
"Istirahatlah dengan tenang, Han Mu Bai!"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Flower 2 "Ambisi!"
RomanceBai Li Hong Yi Shi Ying Han Mu Bai R 18+ fanfiction