Mengirim utusan bersama sebuah gulungan surat, Tang San mencoba mencari cara agar sang penguasa empat pilar kerajaan mau menyerah tanpa ada pertarungan. Pemimpin Xiaongnu mengembuskan napas lelah, merebahkan tubuh pada pembaringan, mencoba tidur walaupun sangat kesulitan.
Bangun dengan tergesa, mengusap wajah kasar, menyisir anak rambut hingga menyibak ke belakang, si pemilik netra ungu meninggalkan kamar setelah mengenakan mantel bulu yang tersampir pada papan kayu setinggi orang dewasa.
Udara luar terasa lebih dingin, musim gugur memaksa insan bernapas agar lebih banyak berdiam diri di depan tungku api. Kehangatan dan selimut tebal sudah pasti terasa nyaman ketika melekat di tubuh bersama pelukan hangat dari orang terkasih.
"Aku masih memiliki cinta besar. Bukankah sangat menyedihkan? Kamu memilih menjauh dan aku tidak mampu berpaling. Haruskah aku menyerah dan membiarkan Tang Xuan Yu berada dalam lingkar kesedihan selama sisa hidup yang ia miliki?" Menghela napas, menyatukan kedua tangan dan menggosokkan secara berulang, Tang San mencari kehangatan dari napas yang berembus. Pemuda manis itu meneruskan langkah hingga berhenti pada beberapa pohon magnolia yang mulai berguguran.
Sudah beberapa masa tempat tersebut jarang mendapatkan kunjungan. Sang pemimpin klan terlalu fokus pada kehidupan para penduduk desa sekaligus kesembuhan sang adik yang tidak menunjukkan tanda-tanda sebuah kemajuan.
Beberapa langkah ke depan setelah melewati beberapa pohon magnolia, terdapat paviliun kecil, tempat sang adik berada dan menolak kehadiran sang pemimpin klan apa pun alasan yang diberikan.
Sepi, tidak ada suara. Tang San meminta pada salah seorang penjaga untuk membukakan pintu, meminta sebuah kunjungan sekaligus menyalurkan kerinduan pada sosok sang adik yang sudah lama tidak pemuda manis itu temui.
"Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja." Tang San meminta kunci agar bisa masuk sesegera mungkin.
"Tuan Muda Tang Xuan Yu tengah mendapatkan kunjungan dari Raja Bai, Tuan Muda." Menunduk sekaligus merasa was-was, si penjaga masih belum berani menegakkan kepala ketika sang pemimpin Xiaongnu mendengar sebuah pernyataan mengejutkan.
"Buka pintunya!" Tidak menunggu waktu lama, pintu terbuka setelah pengait antara pintu terlepas hingga menampilkan keseluruhan kejadian di depan mata.
Jari telunjuk sang penguasa menempel pada bibir, meminta Tang San agar tetap tenang dan tidak membuat kebisingan. Sosok nakal yang tidak bisa diam, kini tengah tertidur dalam pelukan seorang raja bersama raut muka bahagia.
Air mata lolos begitu saja, Tang San mendekat bersama langkah perlahan. Sang adik yang sangat ia rindu terlihat begitu tenang meskipun lingkar hitam pada mata masih terlihat sangat jelas. Napas teratur bersama dengkuran halus, membuat lengkung bulan sabit pada bibir sang pemimpin Xiaongnu terlihat jelas.
"Aku akan membawa Tang Xuan Yu ke kerajaan. Biarkan dia bersamaku. Aku janji akan merawatnya dengan baik." Raja Bai berubah pikiran. Si pemilik netra sewarna malam tengah memutuskan secara sepihak, tidak peduli Tang San menerima ataukan menolak.
Seulas senyum menjadi sebuah jawaban atas permintaan sang penguasa empat pilar kerajaan. Raja Bai membawa tubuh Tang Xuan Yu pada gendongan, melewati ambang pinten bersama harapan besar sebuah kesembuhan.
Benar ataukah tidak, biarkan takdir yang menentukan. Aku hanya perlu berusaha agar semua menjadi mudah.********
Pagi merajai, embusan angin musim gugur terasa menusuk kulit. Bunyi daun kering beradu dengan kaki, menjadi melodi sumbang tersendiri. Raja Bai telah mengambil risiko besar hingga tidak tahu takdir seperti apa yang akan sang penguasa itu jumpai.
Gerbang perbatasan desa terbuka lebar, mengantarkan kepergian seorang penguasa bersama sang tuan. Tang San menahan tangis ketika si pemuda nakal tengah melambaikan tangan seraya menoleh hingga membuat Raja Bai terkekeh lirih.
"Kita berangkat." Mengusap kepala si pemilik pita merah di kepala, menarik tali pengekang kuda, sang raja sudah tidak sabar bertemu dengan sang pemilik hati ketika rindu telah berada di ujung lidah.
******
"Benarkah? Yang Mulia sudah dalam perjalanan kembali ke kerajaan?" Pangeran Shi memastikan dengan mengajukan tanya secara berulang. Si pemilik pengait emas di kepala, tidak tahu lagi cara mengapresiasi kebahagiaan setelah beberapa hari terpisah jarak.
Rindu menggebu menyatu dengan cinta besar. Kekhawatiran perlahan mulai menghilang. Pemilik senyum manis itu mempersiapkan segala hal, termasuk membuat diri menjadi layak untuk seorang penguasa bersama tangis yang tidak mampu lagi ia tahan.
"A-Ying." Shen Wu Ze mengusap pipi si pemilik senyum manis, menatap netra kecokelatan si pemuda, mencoba menyusun kalimat sebaik mungkin agar tidak menimbulkan kekecewaan.
"Bagaimana caraku memberitahumu?" Kalimat tersebut hanya sebatas suara hati, Shen Wu Ze tidak memiliki kesanggupan untuk mengatakan hal yang tengah terjadi. Binar kebahagiaan pada netra si pemilik pengait emas di kepala, membuat si pemuda merasa enggan untuk merusak suasana.
"Bagaimana jika berkeliling ke taman belakang istana? Kelopak magnolia sudah banyak yang menyatu dengan tanah." Tersenyum teduh, Shen Wu Ze menarik lengan si pemuda manis, membawa pada langkah perlahan dan bercerita mengenai banyak hal.
"Apa yang kamu pelajari dari magnolia, A-Ying?" Shen Wu Ze menyingkirkan anak rambut sang pangeran yang sedikit menutupi mata. Pemuda itu menunggu jawab, sengaja mengalihkan fokus si pemuda manis agar pikiran tentang kedatangan sang raja sedikit berkurang.
"Cinta dan kemurnian, kecantikan, kekuatan, simbolis kekuasaan. Magnolia memiliki kelopak serupa cawan, tetapi keras sehingga tidak mudah dihancurkan. Selalu menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Magnolia---"
"Sepertimu, tidak lemah walaupun berada dalam situasi paling mendesak sekali pun. A-Ying, berjanjilah untuk tetap hidup walaupun rasa sakit tiba-tiba menyapa. Aku tahu kamu bisa melalui banyak hal lebih dari yang orang-orang ketahui." Shen Wu Ze menarik pemuda manis itu dalam pelukan, membawa tubuh kecil si pemilik pengait emas di kepala untuk berlama-lama di bawah guguran magnolia.
Musim gugur telah membawa tawa dan juga tangis tanpa sadar. Setiap embusan napas, memiliki satu ikatan nasib yang selalu bergerak hingga bertemu pada takdir rumit dan juga sulit.
Tidak mampu menolak dan harus selalu menjalani dengan kerelaan. Ketika angan manis telah berubah pahit, maka merelakan secara perlahan adalah hal paling mudah dan tidak membutuhkan banyak tenaga.
Benarkah demikian? Bisa jadi justru semakin menyiksa hingga lupa cara tersenyum dan juga tertawa. Serupa jiwa menghilang dari raga ketika mendapati sang kekasih tengah membawa sosok lain di pelukan. Senyum teduh perlahan menghilang. sendu dan muram telah menjadi pengiring sosok manis ketika dihadapkan pada keputusan menerima walaupun terpaksa.
"Apakah hanya aku yang seperti orang bodoh di sini?" Pangeran Shi terkekeh tanpa minat, menatap netra sang penguasa yang terlihat sendu ketika dihadapkan pada kesedihan.
"Biarkan aku menjelaskan. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, A-Ying." Sang Raja mengusap lengan Tang Xuan Yu. Tubuh si pemilik pita merah di kepala, terlihat gugup dan juga gemetar. Pemuda itu mencoba melarikan diri ketika dihadapkan pada beberapa pasang mata yang menatap ke arah adik sang pemimpin Xiaongnu.
"Hanya aku dan tidak ada orang lain. A-Xuan. Anggap mereka semua tidak ada. Hanya ada aku, Xie Yun. Milikmu dan akan selalu bersamamu."
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Flower 2 "Ambisi!"
RomansaBai Li Hong Yi Shi Ying Han Mu Bai R 18+ fanfiction