Bab 10

118 17 4
                                    

Licik dan Tang San menyukai itu. Obsesi telah membuat pemuda manis itu buta hingga lupa dengan siapa tengah melampiaskan kekesalan.

*
*
*

Kubah keemasan tengah mengelilingi Xiaongnu. Prajurit kerajaan harus berpasrah ketika dihadapkan pada kekuatan melegenda dan nyaris tidak memiliki titik lemah.

Jenderal Feng menatap pintu gerbang yang tertutup rapat. Si pemilik netra abu meminta seluruh prajurit untuk mundur sekaligus meninggalkan kawasan Xiaongnu meskipun beberapa dari mereka tengah memberi penolakan.

"Katakan pada Jenderal Shen, Feng Hao Xing akan membawa kemenangan." Menyerahkan panji peperangan pada salah satu prajurit, Feng Hao Xing menarik tali pengekang kuda, membawa si pemilik surai hitam ke hadapan dua prajurit Xiaongnu yang tengah berjaga.

"Katakan pada sang pemimpin klan bahwa Feng Hao Xing ingin bertemu!" Pintu gerbang tiba-tiba terbuka. Kubah keemasan tidak lagi tampak. Dua prajurit penjaga pintu utama perbatasan desa tengah bersimpuh seraya meletakkan pedang pada permukaan tanah.

Feng Hao Xing menuruni kuda, melangkah bersama kekesalan tidak berujung. Si pemilik netra abu membawa kaki pada tanah terkutuk yang sangat ia hindari dan juga ia benci.

Ayah mewariskan nama seorang jenderal besar untuk aku sandang. Inikah tujuan ayah sebenarnya?!

Kalimat tanya tiba-tiba berkerumun di kepala. Feng Hao Xing melangkah bersama amarah sekaligus keingintahuan. Si pemilik netra abu melewati puluhan anak tangga, menapak satu demi satu hingga mencapai pijakan paling atas.

"Ambisi membuat Anda buta, Tuan Muda Tang San!" Si pemilik netra abu tersenyum miring seraya menggerakkan kaki lebih dekat pada sang pemimpin klan.

"Berapa banyak korban yang Anda inginkan, Tuan Muda? Raja Xie?" Feng Hao Xing bergerak kian dekat, ingin mencoba berbicara tanpa menggunakan kekerasan.

"Pangeran Moran? Jenderal Han Mu Bai? Pengawal Liu Wei? Lalu---"

"Aku tidak pernah merasa puas hanya dengan satu atau dua nyawa, Jenderal Feng!" Tang San mengulurkan tangan, meminta sang jenderal agar mengikuti, menuju rumah utama yang terlihat sepi dan terdapat beberapa lukisan besar yang sangat familier.

Feng Hao Xing tidak lagi terkejut atupun banyak bertanya. Pemuda itu sudah memiliki gambaran menakutkan sejak usia muda. Ketika cerita tidak mengenakkan mulai ia dengar dari beberapa orang di luar sana tentang si pemilik netra ungu, menghadapi dengan pemikiran matang adalah hal paling benar.

Tidak ada rasa takut, Feng Hao Xing justru kian bersemangat, tidak peduli jika kepala terpenggal atau tubuh tiba-tiba lenyap. Si pemilik netra abu berdiri di depan pintu salah satu kamar, tempat Tang San mengistirahatkan tubuh ketika malam tengah menyapa.

"Memiliki raga, tetapi tidak memperoleh cinta. Apa yang ada dapatkan ketika menyimpan jasad sang raja selama beberapa masa, Tuan Muda?" Tang San terkesiap. Si pemilik netra ungu mendekat pada tubuh sang tamu, lalu menarik lengan Feng Hao Xing hingga dua pemuda itu saling berhadapan. Keingintahuan, rasa penasaran, sang pemimpin klan mencengkeram lengan si pemilik netra abu hingga kuku-kuku jemari menancap kian dalam.

"Kristal keemasan ada padaku, Tuan Muda Tang San. Keputusan ada di tangan Anda, mengambil kembali Tuan Muda Tang Xuan Yu atau Anda kehilangan kekuatan untuk selamanya?"

*******

Angin berembus sedikit kencang bersama petir yang terdengar kian bersahutan. Langit sedang tidak bersahabat. Beberapa prajurit kerajaan timur mulai meningkatkan kewaspadaan. Para pelayan hilir mudik menuju kamar-kamar anggota kerajaan untuk menutup jendela dan menyalakan lentera sekaligus dupa terapi.

Pangeran Shi meringkuk pada pembaringan, memeluk tubuh sang kaisar dan enggan untuk melepaskan. Bai Li memaklumi, mencoba menenangkan, memberikan penjelasan pada si empu paras manis bahwa tidak ada penyatuan ataupun semacamnya.

Embusan napas lelah menjadi penyerta. Sang kaisar menatap pintu keluar kamar, mencemaskan keadaan si pemilik pita merah di kepala yang tengah sendiri di istana selir. Bai Li merasakan firasat tidak mengenakkan ketika bertindak ceroboh tanpa memberikan penjagaan.

"Biarkan aku melihat Tang Xuan Yu. Ia tidak mengenal siapa pun. Hanya ada beberapa penjaga. A-Ying, cobalah untuk mengerti." Melepas pelukan secara perlahan, Kaisar Bai meninggalkan sang pangeran meskipun terdapat penolakan. Gelengan kepala tidak memiliki pengaruh, Shi Ying memohon ketika rindu begitu berat untuk dijalani.

Perasaan semakin tidak karuan, sang kaisar mempercepat langkah, mengabaikan tangis sang kekasih ketika lagi-lagi ditinggalkan. Masih pada perasaan yang sama, rindu yang sama, cinta yang sama, sang kaisar hanya menyimpan satu nama ketika dihadapkan pada sosok lemah yang selalu memuja tanpa jeda.

Tidak, tidak, tidak! A-Xuan harus tetap hidup.

*******

Tang Xuan Yu meringkuk di salah satu sudut kamar, memeluk lutut dengan gelisah. Netra pemuda itu terlihat tidak fokus dan bergerak-gerak gelisah. Tubuh penuh peluh. Suara petir terdengar kian kencang hingga membuat adik sang pemimpi klan semakin meringkuk seraya menutup pendengaran.

"Hei, jangan takut. Aku hanya ingin bermain." Netra Tang Xuan Yu membola ketika kedua telapak tangan tiba-tiba mendapatkan cengkeraman kuat. Si empu pita merah di kepala mencoba melepaskan diri ketika rasa takut tiba-tiba bertambah besar.

"Ge-Gege, Xie Yun Ge!" Berdiri tergesa dan menuju pintu keluar ketika berhasil lepas dari cengkeraman, Tang Xuan Yu mempercepat langkah. Namun, papan kayu berukuran besar itu bergeming, tidak ada tanda-tanda mau terbuka. Teriakan meminta tolong serupa angin lalu meskipun suara si pemuda kian serak.

"Gege!" Tang Xuan Yu memutar badan, bersandar pada pintu, menangis bersama ketakutan besar ketika sang kaisar tidak juga menampakkan rupa.

"Tidak berguna dan hanya merepotkan! Tsk, menjijikkan!" Belati kecil sudah menempel pada leher, Tang Xuan Yu menggelengkan kepala, tubuh merosot hingga menempel pada permukaan lantai. Shen Wu Ze terkekeh tanpa minat. Ia menekan benda berujung tajam tersebut kian dalam hingga darah segar mulai menyusuri leher.

Ge, aku ingin hidup. A-Xuan ingin tetap hidup, Ge.

TBC.

Blue Flower 2 "Ambisi!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang