Bab 5

186 27 9
                                    

Menghentikan laju perasaan ketika baru saja memulai menerima, apakah Pangeran Shi benar-benar telah membagi hati?

*
*
*

Istana menyambut kedatangan pangeran manis dengan pengait phoenix emas di kepala. Seluruh prajurit menunduk hormat, beberapa pelayan menahan diri tidak mendekat, menatap dari kejauhan bersama rasa haru ketika sang tuan tengah kembali dalam keadaan selamat.

Raja Bai berjalan lebih dulu, melewati barisan prajurit dengan persenjataan lengkap, meninggalkan sang kekasih yang masih setia menatap pijakan. Sang penguasa kerajaan menuju aula pertemuan, mengabaikan tatapan sendu sang pangeran ketika menghentikan langkah bersama raut muka memohon untuk di perhatikan.

Jenderal Feng menarik lengan sang pangeran, memaksa kaki meninggalkan tempat berpijak, menyusuri emperan kamar dengan tirai beterbangan setelah melewati lorong utama kerajaan.

Pangeran Shi menegakkan kepala perlahan, berpasrah, bingung bersama keterkejutan sudah tidak mampu lagi ia bendung. Feng Hao Xing melewati kamar tempat peristirahatan si pemilik pengait emas di kepala, meneruskan langkah hingga pada paviliun pangeran terdahulu.

Rasa cemas kian melanda, tiba-tiba kesulitan untuk bergerak, tubuh si pemilik senyum manis menahan tarikan pada lengan hingga Jenderal Feng menoleh seraya menghentikan gerak kaki.

Mencoba meminta penjelasan, mendekat hingga tubuh dua pemuda itu berhadapan, mengusap helaian panjang pada kepala sekaligus menarik dalam pelukan hangat.

"Raja tidak suka pengkhianatan, A-Ying. Kamu labih tahu dari siapa pun di dunia ini." Mengusap terus-menerus, mencoba menenangkan, memberikan kenyamanan ketika pemuda yang ia simpan pada hati sejak lama, telah mengalami duka hingga tangis mulai menguasai.

Apa pun alasan yang dikemukakan, membagi hati adalah satu dari sekian banyak perbuatan yang memicu pertengkaran. Berjauhan bukan sebuah alasan untuk bermain dibelakang, tetapi mempertahankan keutuhan hati harus menjadi fokus si pelaku agar tidak mengalami pengasingan.

Raja telah memutuskan dan tidak bisa dibantah, Pangeran Shi tidak lagi mampu berdekatan secara leluasa ketika ada jarak yang telah raja bangun hingga satu inci pijakan, pun tidak boleh dilanggar.

Tidak adakah kesempatan kedua ataupun kesekian dari begitu banyak kata maaf?

Jenderal Feng memeluk bahu si pemilik netra kecokelatan, membuka pintu, menuntun sang pangeran memasuki kamar dengan aroma dandelion biru sebagai penyambut. Rasa asing menyapa, netra menelisik ruangan dengan beberapa lukisan wajah seseorang yang sangat mirip dengan si empunya paras manis. Pangeran Shi melihat pada sang jenderal dengan senyum tipis sebagai pencair suasana.

"Sayang sekali, beliau mengakhiri hidup ketika Raja Xie memilih mati daripada melupakan Pangeran Moran." Jenderal Feng mendekat pada tempat menyalakan dupa, tersenyum kecil, menunduk sekilas sebagai tanda penghormatan, lalu menuju tempat sang pangeran tengah menangis dalam diam.

"Raja Xie terkenal dengan kebengisan dan keangkuhan, Pangeran Shi. Bisa kita bayangkan seperti apa cara memperlakukan seorang Pangeran ketika cemburu selalu menjadi nyanyian pilu hingga tubuh Pangeran Bei tidak ada waktu untuk bernapas."

Miris, Pangeran Shi tersenyum hambar, mendekat pada tepian ranjang yang terlihat baru saja dibersihkan. Ia merebahkan tubuh, mencoba mengusir penat, memejamkan mata seraya melupakan kepahitan yang baru saja ia alami.

Jenderal Feng mendudukkan diri pada kursi yang berada tidak jauh dari ranjang sang pangeran, meneruskan cerita, memaksa benak si pemilik senyum manis untuk tetap mencerna keseluruhan hal agar tidak ada kesalahan sama terulang kembali.

Setia, satu kata yang mengawali sebuah cerita masa lalu seorang pangeran pada sang raja. Tidak menolak, enggan menjauh, menjalani rasa sakit di tengah-tengah cinta besar hingga bertahan adalah satu-satunya jalan yang sang pangeran ambil.

Jenderal Feng menjelaskan secara perlahan, mengusap punggung si empunya paras manis, memberikan ketenangan meskipun itu bukan sebuah keharusan ketika sebuah hubungan sedang berada di ambang kehancuran.

Lalu, ada beberapa poin penting yang membuta Pangeran Shi mengubah posisi tidur, menghadap pada sang jenderal, memaku tatap netra abu si empunya paras tampan hingga beberapa bulir air mata menetes menjadi aliran.

"Penasihat Yu tidak satu kali pun memberikan restu pada mereka, Pangeran Shi. Salah satu terpaksa harus dikorbankan untuk sebuah kekuasaan. Meskipun pada kenyataan yang terjadi, sang raja sendiri memilih mengakhiri hidup." Pangeran Shi mencengkeram selimut kian erat.

"Han Mu Bai tidak membunuh sang raja, tetapi Pangeran Moran sendiri yang melenyapkan sang kekasih, lalu menyusul membunuh dirinya sendiri setelahnya." Menggigit bibir, terisak-isak, menarik lengan sang jenderal hingga tubuh pemuda itu ambruk pada tepian pembaringan.

Mengutarakan ketakutan, mencari perlindungan, mencengkeram tubuh si pemilik netra abu bersama teriakan lantang ketika tangis sudah terlalu menyesakkan. Cinta seperti sebuah karma, memiliki wajah sama bukan berarti harus mengalami nasib yang sama, bukan?

Mencoba menenangkan diri, menepis angan buruk, menetralkan pemikiran ketika menjadi orang terkasih raja adalah sebuah hal menakutkan untuk dijalani. Si pemilik senyum manis mencoba tenang, membawa angan buruk menjauh dari sebuah perlakuan lembut seorang jenderal pada seorang pangeran.

Maaf, tidak semua hal mampu aku katakan, A-Ying. Ini demi kebaikanmu.

Melepas pelukan secara perlahan, menarik selimut hingga sebatas dada, meninggalkan pembaringan setelah memastikan sang pangeran terlelap, lalu menuju pintu keluar dengan penjagaan ketat bahkan di beberapa sudut paviliun sang pangeran.

Jenderal Feng memerintah secara tegas, meminta prajurit melakukan pengawasan di setiap sudut sekaligus memantau pergerakan sekecil apa pun ketika perang menaklukkan Xiaongnu sudah berada di depan mata.

"Tuan Liu Wei tidak mungkin tinggal diam ketika mendapati sang majikan telah berpulang. Pastikan Pangeran Shi dalam keadaan aman. Mengikuti ke mana pun ia bergerak ketika aku tidak bisa selalu berada di dekatnya." Xiaongnu, desa terkuat dan tidak mampu ditaklukkan oleh kerajaan mana pun. Jenderal Feng mencoba menekan kekhawatiran ketika berjauhan adalah sesuatu yang sangat tidak ia sukai.

"Kekasihku akan baik-baik saja, Jenderal Feng. Saudara sesumpahmu selalu bisa diandalkan." Menepuk bahu si pemilik netra abu, tersenyum kecil, menggiring langkah pada medan pertempuran ketika hati berada pada titik tidak terkendali.

Namun, pengendalian Raja Bai selalu mampu membuat orang-orang tercengang. Ketika berada pada situasi paling tidak menguntungkan, sang raja masih mampu memikirkan cara untuk mengubah keadaan walaupun berada pada situasi paling berbahaya.

Maaf membuatmu berpikir buruk tentangku. Maaf karena tidak mengatakan hal yang seharusnya. Maaf selalu menyembunyiknanmu dari dunia.

Suara hati sang penguasa negeri memenuhi sanubari bersama embusan angin musim gugur yang membawa kelopak biru, menjadi pengantar peperangan bersama harapan besar untuk menaklukkan.

********

"A-Xuan! Berhenti melakukan hal bodoh dengan memandangi lukisan manusia yang sudah mati!" Tang Xuan Yu, pemimpi kedua Xiaongnu tengah melakukan hal yang sama si setiap masa ketika peringatan kematian sang kekasih kian dekat.

"Aku hanya terlalu merindukan kekasihku, Ge. Apa salahnya?"

TBC.

Blue Flower 2 "Ambisi!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang