00

94 47 10
                                    

【H i s t e r i a】
ᵂʰᵉⁿ ʸᵒᵘ ᵉⁿʲᵒʸ ʸᵒᵘʳ ᵖᵃⁱⁿ
.

.

.

Selamat membaca... ✿













The pain is beautiful...

The wounds are so happy...

I'm happy above all suffering...

Because soon death will come as a sad ending...

Hara bersenandung kecil di dalam ruang sempit berkawan nuansa jenuh, sembari menyorot rintik hujan melalui jendela kecil. Menatap bulir cair yang gugur dari awang secara lamat, dipeluk tilik sendu bersirat lara yang kian memuncak.

Segelas kopi hitam pekat juga ikut menemani suasana lengang si gadis pemilik helai sebahu, bak menjadi saksi bisu ketika tetes tirta bening baru saja menitik di atas permukaan kulit dinginnya itu. Diam, Hara hiraukan si tangis dalam senyap kemudian.

"Hey, someone. Won't anyone help me~?"

Lantun nadanya kembali merebak, terdengar agak gemetar juga lumayan termakan suara rintik hujan terlampau bising di luar sana. Jemari mungilnya ikut bergerak ke arah laci nakas yang masih bisa sekadar ia jangkau. Meraih tabung obat berukuran sedang. Sebuah terapi penenang yang sudah sekitar lima bulan ia pakai sebagai penopang batin juga beban.

Bersamaan dengan beberapa pil dumolid yang sudah ia cerna, sepasang netra legam Hara menangkap sebuah pemandangan yang begitu meremat dirinya dalam sekejap, bersumber dari jalanan yang masih diguyur oleh hujan, "bisa-bisanya mereka ketawa di saat gue nggak bisa apa-apa."

Dengus napas Hara tertarik keluar, derai matanya semakin menitik membasahi pipi berona kemerahan— efek suhu tubuhnya yang kian memanas. Dadanya terasa sesak, gemetar, mual. Sakit namun terasa nikmat dalam waktu bersamaan.

"Sakit... hahaha, demi apapun rasanya kaya mau mati."

"Kenapa nggak ada yang peduli, sih?"

"Hahaha, hidup gue emang nggak akan panjang. Jadi apa yang gue harapin? Mati? Ya mungkin cuma itu..."

"Mereka kan nggak peduli, gue juga nggak butuh simpati dari mereka. Gue nggak butuh kasih sayang dari mereka, tapi..."

Kalimatnya sejenak terhenti, saat atensinya terpusat pada seseorang yang kala kini tengah berdiri dari radius lima belas meter sembari memegang payung bening. Terdiam, berteman tatap datar yang mampu membuat gadis ini tambah mengurai air mata.

Hara menangis, memegangi dadanya sendiri yang sudah terlampau sesak. Memakukan pualamnya ke arah laki-laki bertubuh tegap di luar sana.

"Kak Jeno... tolong."

Namun, apa yang Hara harapkan? Laki-laki itu sama sekali tidak peduli. Melenggang pergi tanpa belas kasih yang setidaknya ia berikan meski sedikit.

Sore itu, tepat saat tubuhnya melumpuh bersama dengan batin yang menangis pilu. Hara berharap, semoga kematian cepat mendatangi dirinya. Membawa ia tenggelam bersama dengan seluruh rasa sakit yang terasa begitu manis. Sakit juga mematikan.

"Tapi, tolong biarin gue bahagia sekali aja..."














How next?....

How next?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HisteriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang