03. Was I wrong?

26 40 0
                                        

Selamat membaca...














Ribuan rintik tirta jernih membentur kaca mobil milik Jaemin yang sudah berhenti tepat di halaman rumah. Mengguyur dalam deras di luar sana. Menoleh, ia patrikan si tatap ke arah Sang adik yang tengah terdiam, pandangnya kosong.

Namun kemudian, bibir tipis Hara bergerak pelan, "kak Nana sayang Della?"

Jaemin terpaku, sontak mengangguk serta menunggu kalimat yang hendak mencuat lagi dari lisan Hara.

"Sayang sama aku, nggak?"

Senyum tipis Jaemin mengembang, "kenapa masih tanya? Kakak sayang sama kalian berdua, nggak ada yang kakak beda-bedain, semuanya sama, rata."

Setelah wacana tersebut menguar, sepasang pualam redup Hara langsung membidik atensi Jaemin, "kalo gitu, bilang sama ayah biar nggak marahin aku. Marahnya nanti aja, jangan sekarang. Sakit, kak..."

Bertepatan dengan melantunnya kata terakhir, hujan silih berganti menjadi rinai tipis. Dimanfaatkan sesegera mungkin oleh Hara untuk keluar dari dalam mobil. Tanpa tahu jika di dalam sana, Sang kakak tengah menahan tangis secara mati-matian. Jaemin ikut sakit, perih.

Saat sol sepatu putih Hara bertemu pijak dengan tanah lembab yang menjalarkan aroma petrichor, sebias suara seseorang dengan tidak sopannya menyeru. Lantas Hara berbalik. Apakah ini halusinasi?

Lee Jeno...

Berdiri tegap di hadapan Hara sembari membawa sejumput kertas bercorak ruah. Tidak lupa meninggalkan secercah raut kelewat datar yang lagi-lagi dibalas dengan senyum tulus dari Hara.

"Kak Jeno sakit, ya?" pertanyaan konyol dari gadis bersurai sebahu mengemuka.

Jeno menggeleng, bersicepat menyerahkan kertas tipis yang sejak tadi berada dalam genggamnya, "buat lo." Hanya dua kata, lalu beringsut pergi. Mengambil langkah panjang menuju rumahnya yang tepat berada di depan balai Hara.

Gadis berseragam itu masih mematri senyum, sebelum apa yang tertera di atas kertas, merenggut seringainya, memudar.

Undangan pertunangan...

Tidak, hanya itu yang Hara baca. Setelahnya direbut paksa oleh Haruto yang secara mendadak berhasil membuat Hara terkejut setengah mati. Tersenyum lagi, kali ini disertai dengan sedikit bahana tawa.

"Haru, urusan lo udah selesai?"

Laki-laki itu menghela napas pelan, menarik Hara sampai berada dalam dekap. Tak peduli jika sekarang tengah berada di mana, tak peduli juga dengan Na Jaemin yang sedari tadi ikut memerhatikan.

"Gue pengin liat lo nangis, bukan ketawa. Percuma, tawa lo palsu, Hara... sakit, kan?"














Tbc...

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HisteriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang