Senyum manis Hara merekah usai tiga teguk cairan kopi berhasil mengisi perutnya. Bukan, ia bahagia bukan semata-mata karena segelas kopi hitam pekat. Melainkan fakta sederhana bermakna luar biasa yang kala tadi diutarakan oleh kakak laki-lakinya.
Pasal undangan pertunangan.
Bukan Jeno yang akan mengikat jalinan kasih tersebut, namun Lee Taeyong, kakak kandung dari Jeno.
"Kak Jeno, tunggu aku, ya. Hehehe..."
Hara tersenyum-senyum sendiri dalam petak kamar tak seberapa, beriringan bersama kiprah langkahnya yang membawa ia keluar dari dalam sana. Dibalut piyama berhias motif beruang, menarik si tubuh ringkih untuk melewati ruang keluarga bersuana gaduh, ramai. Canda tawa di mana-mana.
Nggak guna, sampah!
Tidak ada basa-basi atau sekadar senyum sapa, Hara kontan mengetuk lantai marmer untuk menuju pintu utama. Enggan menghiraukan Sang ayah yang barusan tampak mengusap surai milik Della penuh kasih.
Mereka tidak peduli.
Ah, mungkin hanya Jaemin. Sekali, dua kali, iya. Selebihnya mungkin hanya sekadar omong kosong belaka. Setidaknya ini yang Hara tangkap kebenarannya...
"Bintang di langit pada pindah ke rumahnya Kak Jeno, ya?"
Wajah mungil Hara menengadah, menatap bentang awang maha luas di atas sana. Gelap, kelam, tak ada bintang, bulan terhalang awan. Mencekam, persis seperti hidupnya. Tidak ada yang istimewa.
"Hng, jadi kangen Haruto..." ujar Hara pelan, menendang krikil kecil yang sekiranya melalau jalan, "hih, apasih. Harunya paling udah terjun ke alam mimpi."
Tanpa Hara sadari, saat ini dirinya sudah berhenti tepat di depan rumah milik Jeno. Enggan mengetuknya, sudah malam, takut menganggu. Tapi sesekali tidak apa-apa bukan? Hara ingin bertingkah nakalsebelum ia pulang.
"Hehehe..."
Lalu tangan kirinya menjulur, hendak mengetuk pintu— sama saja mencari perkara dengan si pemilik rumah jika ia menekan bel.
Tapi...
"Jangan diketuk, nggak ada orang."
Hara berbalik, mengerjapkan sepasang mata redupnya sebanyak tiga kali. Sedikit terkejut, mendapati Jeno yang tengah menenteng paper bag dengan iras wajah seperti biasa. Datar bak secarik kertas tanpa noda.
Laki-laki berbalut jaket kulit hitamnya berdecak pelan, "minggir."
Dan dengan bodohnya, Hara malah merentangkan kedua tangannya, "nggak mau!"
"Nggak usah bercanda."
"Nggak lagi bercanda!"
"Hara."
"Kak Jeno!"
Sudahlah, laki-laki pemilik paras menawan tersebut mengalah. Memilih untuk mendudukkan diri pada bangku kayu panjang bertempat pada teras rumah. Menunggu, sampai Hara mau beralih dari depan pintu rumahnya.
Tbc...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.