ं Overture

921 157 6
                                    

For all the time

.
.

Desir halus angin berhembus, menyapa dua orang di bawah payon Reiktjaavic. Donghun akhirnya turut duduk bersama Seonghwa disana.

Seonghwa sempat memperhatikan sosok Donghun sebelum membuang pandang, malu. Lelaki itu masih selalu tampan, surai hitamnya rapi serasi dengan setelan putihnya.

Netra gelap Donghun nanar memandang Seonghwa, hatinya seharusnya bungah ketika akhirnya dapat melihat sang pemilik hati lagi, tapi rasa sakit dan kecewanya lebih mendominasi sehingga tidak ada secuilpun senyum di wajahnya.

"Sayapmu.." Donghun pelan setelah keterdiaman sekian lama, matanya tegup pada Seonghwa, tapi kedua bola yang biasanya penuh binar kini tertutup getir.

Seonghwa menurunkan pandangannya, merasa tidak sanggup menatap Donghun. Kalimat Donghun kembali memunculkan rasa sakit hatinya, mengingat punggungnya kini polos tanpa memiliki benda yang serupa milik Donghun.

"Hwa-"

"Hikss." Seonghwa telah berusaha keras menahan, tapi rintihan dari mulutnya tetap lolos begitu saja.

"Aku minta maaf, Donghun." Pinta Seonghwa di sela tangisnya. Air mata telah deras membasahi wajah.

"Bagaimana aku bisa." Ucapan Donghun terdengar di begitu lemah dan datar di telinga Seonghwa, menimbulkan isakan semakin deras darinya.

"Kemarin, aku kembali. Aku telah sangat merindukan dirimu dan berharap mendapatkan senyummu ketika datang."

Donghun menjeda curahannya, matanya telah memerah dan terasa panas dengan air mata menggenang. Seonghwa di sisi lain, tidak henti terisak, jemarinya telah meremat kain pakaiannya untuk menyalurkan emosi.

"Tapi bahkan setelah aku menyapa seluruh istana langit kau tidak terlihat. Kau tahu bagaimana perasaanku saat itu? Penuh dengan dirimu dan hanya dirimu." Donghun menghela napas.

"Aku takut, terus berpikir apa aku melakukan salah dan menyakitimu. Lalu saat akhirnya aku tidak dapat menahan lagi untuk bertanya, jawaban yang aku terima terasa membunuhku."

"Donghun... hiks." Seonghwa mendongak, menatap malaikat di depannya dengan sorot penuh sesal.

"Hatiku remuk saat itu juga, dadaku sesak sampai aku kesulitan bernapas."

"Seonghwa-" Yang disebut mengigit bibir, berusaha meredam tangisnya. Memaku pandangannya pada Donghun, menunggu pria itu melanjutkan.

"Aku mencintaimu." Dua kata yang diluncurkan Donghun dengan keseriusan, membawa kejut luar biasa pada Seonghwa. Matanya membulat dan rautnya ganti penuh tanya. Tangisnya terhenti.

"Donghun?"

"Iya, kita adalah sahabat. Tapi Seonghwa, aku telah sangat mengagumimu sejak lama. Aku jatuh pada sosokmu yang begitu indah dan menyenangkan." Bersamaan dengan kalimatnya, Donghun meraih dan menggenggam lembut tangan Seonghwa.

Seonghwa menarik sebelah tangannya, menopang pelipisnya, tiba-tiba menjadi sangat pusing atas pengakuan cinta dari orang yang adalah sahabat baiknya. Matanya memejam.

"Tapi aku sekarang-"

"Aku bisa menghilangkan dia."

Seonghwa membuka mata, memandang lurus Donghun. Menghilangkan Hongjoong? Batinnya. Tapi ketika melihat mata Donghun pada perutnya, Seonghwa sadar, bukan Hongjoong, tapi bayinya.

Donghun gelagapan saat tak mendapati reaksi apapun dari Seonghwa. Pria itu kira sosok ayu di depannya marah, dia dalam keadaan bingung setengah mati sebelum Seonghwa berkata,

ˈdevəl | Joonghwa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang