ं.... Because

1.3K 177 34
                                    

Cause I'm getting scared, cause I'm losing strength

.
.

Seonghwa terlalu percaya diri mengira Hongjoong akan membiarkannya terlelap tenang di ranjang lembut miliknya, beristirahat dan menenangkan diri setelah banyak kesakitan yang diterimanya.

Apa yang dilakukan Hongjoong dini hari itu sekembalinya mereka malah memperparah beban psikologisnya. Mereka memang di ranjang, berbaring dengan Hongjoong di sisi mendekapnya, tapi ketika biasanya iblis itu hanya akan diam mengelus, menunggunya sampai terlelap, kali ini tidak.

"Kau ingin pergi?" Lembut Hongjoong bertanya, telapak tangannya pun masih aktif mengelus kepala Seonghwa yang ada di dadanya. Tapi tidak dapat memberikan rasa tenang, jantung Seonghwa berpacu makin cepat dibarengi dengan rasa sesak di dada.

"Meninggalkanku?" Seonghwa yang masih terpejam tidak berani membuka matanya, kedua tangannya mengepal erat bentuk usaha meredam panik.

Ruangan hening, Hongjoong menunggu sementara Seonghwa membisu.

"Hiks."

Tangan Hongjoong mendekap Seonghwa semakin erat.

"Jangan menangis lagi, tidakkah kau lelah?"

Tapi isakan Seonghwa malah semakin keras, dia tentu saja sudah kepayahan,

"Sangat." Pekikan tertahan Seonghwa keluar lirih bersama suara seraknya.

"Semuanya.." Bibir Seonghwa merapat kembali, perkatannya terhenti, dia bermaksud mengemukakakan protes, tapi kalimat tidak bisa lagi keluar, bagaimana mungkin akan saat makhluk di sisinya itu terasa begitu dingin dan mencekam.

"Seonghwa," satu tangan Hongjoong pindah mengelus sisi wajah Seonghwa.

"Aku tidak bisa, dan tidak akan pernah melepasmu." Mutlak Hongjoong lalu beranjak pergi, meninggalkan Seonghwa sendirian di kamar yang gelap dan dingin.

Air mata Seonghwa yang deras segera tambah membanjir. Malam itu tidak ada hal lain yang memecah sunyi kecuali kegetiran yang hadir lewat tangisan Seonghwa.

.
.

Matahari sudah datang, bahkan teriknya sudah lewat dan kini tinggal beberapa jam lagi sebelum dirinya kembali undur diri. Seonghwa masih belum membuka matanya, benar-benar kehabisan daya.

Jika dia bangun sekarang mungkin akan terkejut dengan suasana yang tidak biasa.

Ada Jongho duduk membelakanginya di kamar sore itu, meja di sebelahnya terhidang satu pot teh panas dan kue-kue cantik, dia dengan hikmat mengamati pemandangan yang menghias di balik jendela.

Langit yang seharusnya masih terang, telah berwarna jingga cenderung merah. Bukan kelainan fenomena alam penyebabnya, tapi kabut sisa dari panah api yang San dan beberapa penjaga tembakkan ke udara.

"Wah langitnya terlihat sangat hangat." Komentar Jongho tersenyum, jemarinya meraih satu kue dan iseng memasukkannya dalam mulut.

"Bwah, gula."

Wajah Jongho berubah masam seketika sebab rasa manis yang kuat menyapa, dia meletakkan kembali kue yang telah basah itu di piring.

Jongho berdiri, melirik Seonghwa sebentar yang masih terlelap tenang, "Aku tinggal sebentar tidak apa-apa kan."

"Ya boleh, Jongho." Tentu saja, suara ini adalah Jongho yang menjawab dirinya sendiri, pangeran nomor dua itu tersenyum pada Seonghwa kemudian melangkah pergi.

.
.

"Hanya satu malaikat mencoba masuk wilayah kita, bukan masalah besar, tidak akan memicu perang. Tidak perlu khawatir dan tetaplah beraktivitas seperti biasa."

ˈdevəl | Joonghwa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang