Happy reading 😊
"Mama dengar ayah bundamu datang kemarin."
Terdengar nada khawatir diujung sana.
Membuat Leya tersenyum kecil. hatinya menghangat."Iya Ma, tapi tenang aja mereka cuma nanya kabar leya kok," tuturnya dengan nada lembut seperti seorang anak kepada ibunya.Wanita diujung telepon menghela napas lega.
"Urusan mama di sini masih banyak, tapi mama pastiin bakal balik secepatnya. Kamu jangan telat makan sama jangan lupa minum--"
"Obatnya." Kakinya berhenti melangkah. Ternyata sudah cukup jauh dia menghindar dari keramaian.
"Jangan lupa minum obatnya. Iya 'kan?"
Bisa leya dengar kekehan kecil dari wanita yang dia panggil Mama itu. Mamanya pasti sedang membayangkan wajah kesalnya setiap kali diingatkan untuk minum pil-pil pahit yang sangat dia benci.
"Kalau ada sesuatu yang kamu butuhin telpon ke mama ya. Nanti mama telpon lagi. semangat, sayang."
"Sayang Mama juga. miss u, Mom." belum sempat dia mengucapkan kalimat terakhir, sambungan telepon sudah diputus duluan.
Menyandarkan tubuh kedinding, Leya mencoba menopang berat tubuhnya sambil sesekali mengusap dada yang entah kenapa tiba-tiba terasa sesak. Ah, rasanya Leya salah memilih tempat. Seharusnya dia ke rooftop saja, bukan kebelakang sekolah. Seharusnya dia tidak ketempat para anak-anak nakal bolos untuk merokok tanpa ketahuan.
Dan dirinya baru sadar kalau banyak sekali putung rokok, serta bau menyengat yang lagi-lagi membuat dadanya sesak. Juga, saat dirinya sadar kalau ada seseorang yg baru saja menginjak putung rokok tidak jauh dari Leya sambil menatapnya.
Leya terdiam memandangangi orang itu. "Kenapa diem disitu terus?" Leya menangkap ada nada ketus disana.
"G-gue anu... cuma lagi nelpon tadi," cicit Leya.
"Udah selesai'kan nelponnya? Sekarang mending balik ke kelas." Tandas cowok itu. Leya ingin berbalik, namun kakinya terhenti ketika di dengarnya suara pematik api dinyalakan. Berbalik arah, dia justru melangkah mendekati cowok itu.
"Apa?"
"Tadi lo dicariin sama bu Irna," bukan. Bukan itu yg ingin Leya ucapkan. Tapi justru itu yang keluar dari mulutnya.
"Oke, thanks nanti gue temui bu Irna."
"Lo anggota Tatib sekolah, yang nyiduk anak-anak kalo bolos sama nyebat. Tapi kenapa lo juga ikutan nyebat padahal ini masih lingkungan sekolah?"
Jaden. Begitulah Leya tahu namanya. Mungkin kalau cowok yang ada didepannya ini anak dari kelas lain dia tidak akan peduli. Tapi ini Jaden, teman sekaligus ketua di kelasnya. Jadi, bagaimana Leya akan berpura-pura bodo-amat?
Jaden melirik name tag-nya. Lalu membuang rokok yang tersisa setengah ke tanah dan menginjaknya. "Aleya Zora," Leya mengerutkan kening mendengar namanya disebut dengan lengkap.
"Ternyata bener kata anak-anak dikelas, lo tuh terlalu lurus." kemudian Jaden melipat kedua tangannya didepan dada sembari bersandar ketembok. "Kenapa? Lo kaget liat gue nyebat juga?"
Leya sempat terpaku pada manik mata kecoklatan itu untuk beberapa saat, kemudian dia mengibaskan tangan, "Terserah lo mau bilang apa, gue cuma nanya."
Gadis bersurai hitam sebahu itu kemudian pergi meninggalkan Jaden yang masih menatap punggungnya, dan ketika Leya berbalik melempar sesuatu yang langsung refleks ditangkap jaden. Ternyata permen.
"Biar napas lo ga bau asap rokok kalo ngomong sama bu Irna." Lalu dia lanjut berjalan meninggalkan jaden.
Cowok itu kemudian terkekeh sambil memandangi sebungkus panjang permen penyegar mulut pemberian Leya.
[ ]
Terima kasih karna sudah membaca.
Jika berkenan silahkan vote dan komen 😊.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Exception | YOSHINORI
FanfictionKatanya, jika pengecualian yang Aleya buat bukan diperuntukan padanya dia akan tetap baik-baik saja. Karena dia tau, sekeras apapun dia mencoba gadis itu tidak akan pernah berjalan kearahnya. ▪︎ "It's okay if you forget me. I'll always remember...