Happy reading 😊
Semilir angin malam membelai rambutnya. Leya memejamkan mata sejenak untuk menikmati. Mereka--dirinya dan jian sedang berada di taman komplek rumah Jian. Sebenarnya tadi cowok itu sudah memberikan beberapa opsi padanya ingin jalan kemana, tapi entah kenapa dia lebih memilih tempat ini.
Leya tau, Jian sedang menatapnya sedari tadi. Tapi dibiarkan. "Pake ini, baju lo pendek. Ntar kedinginan." Jian melepaskan hoodie yang dipakainya dan memberi pada Leya.
Membuka matanya, lalu dirinya lekas memakai hoodie berwarna hijau mint tersebut. Leya suka baunya. Leya suka aroma Jian.
"Kenapa?" Tanya cowok itu, yang membuat Leya menatapnya.
"Apanya?"
"Gue tau le, pasti ada yang lo pikirin makanya ngajak kesini 'kan?"
Leya diam sejenak. Se-kelihatan itukah? Atau memang Jian yang terlalu peka?
"Cuma... kangen aja sama tempat ini," ucapnya pelan.
Jian menghela napas. "Gue juga." Tutur cowok bermata sipit itu.
"Gue inget dulu lo duduk di bangku pojok sana sama boneka panda kesayangan lo." Jian terkekeh kecil. "Lucu tau. Pipi lo dulu kayak tomat, merah gitu. Terus rambut lo mirip dora. Gemes deh kalo diinget," jelasnya dengan semangat.
"Lo kenapa masih inget aja sih? Padahalkan udah hampir sepuluh tahun yang lalu lho," balas gadis itu dengan tawa kecil.
"Gimana gue bisa lupa? Lo-nya aja ngintilin gue terus, gara-gara lo juga tuh gue jadi ketauan sembunyi dimana pas main petak umpet," tuturnya dengan semangat.
"Tapi iya juga ya, dari banyaknya anak di taman ini, kenapa yang gue ikutin malah elo? Mana waktu itu diusir lagi gue. Ngeselin!"
Malam itu, mereka habiskan untuk ber-nostalgia. Mengingat bagaimana keduanya bertemu, membahas momen-momen lucu juga memalukan apa saja yang telah mereka lewati di masa itu.
Untuk sesaat, ke-khawatiran Leya hilang. Bisakah dia katakan bahwa setiap kali bersama Jian dirinya selalu merasa semuanya akan baik-baik saja? Barang hanya sebentar.
Bahkan ketika Leya kecil merasa sangat ketakutan bersembunyi di dekat bawah tangga, saat ayah dan bundanya bertengkar hebat malam itupun, Jian-lah yang datang. Anak laki-laki itu menutupi telinga Leya dengan kedua tangan kecilnya. Lalu berkata;
"Jangan di dengar, jangan diliat. Gakpapa Leya, aku ada disini. Kamu gak sendirian."
Sejak saat itu, dia selalu ada. Jian tidak pernah meninggalkannya. Dirinya mulai terbiasa dengan keberadaan cowok itu dikehidupannya.
Terbiasa.
Kata itu terkadang membuat Leya khawatir. Apakah nanti, jika jian tidak lagi selalu ada dirinya akan baik-baik saja?
Karena Leya sudah terlanjur menjadikan Jian sebagai poros semestanya. Dia takut. Jika Jian menghilang maka semestanya juga akan ikut hancur.
***
"Anjing! Balikin hape gue!"
"Wihhh gue kira selera lo yang modelan kayak Karin." jae usil merampas handphone dari Jaden yang sekarang tampak kesal.
"Udah ngapa sih," ucap Juna sedang fokus pada layar PS-nya."Kayak gak tau Jaden aja. Dia 'kan dari dulu emang sukanya sama yang tenang-tenang menghanyutkan gitu."
Jae lalu mengotak-atik benda kecil persegi milik Jaden. Dengan isengnya meng-klik opsi follow pada profil akun Leya. Iya, Jaden sedang meng-stalking akun instagram gadis itu, sampai manusia laknat yang biasa dia sebut teman merampas telepon genggamnya.
"Apaan lo cuma liat-liat akunnya doang? Nih, udah gue bantu follow," ucap Jae, seraya mengembalikan handphone ke Jaden.
"Memang anak setan!" Hardiknya kesal pada Jae yang cuma bisa nyengir kuda tanpa dosa.
Cowok bersurai kecokelatan itu lantas mencedak dan membaringkan tubuhnya ke sofa dekat Juna.
"Ngapa lo bisa kesem-sem sama Leya?" Tanya Juna yang sesekali mengumpat karena game-nya.
"Sotoy jingan! Gue cuma liat akunnya malah dikira naksir," cibirnya berapi-api.
"Gue pikir lo demennya ama Karin, soalnya 'kan hampir satu angkatan pada pasang-pasangin lo sama dia."
Dia mencecih. "Bukan berarti gue suka Karin," sanggah cowok itu. "Mereka juga ngapa sih pake jodoh-jodohin gue. Bikin gak nyaman."
"Karena lo sering keliatan berurusan sama tuh cewek makanya pada mikir gitu." Juna ikut menimpali.
"Kalo kata yang lain mah, ibaratnya Karin tuh lebih menantang. Jadi memacu adrenalin."
"Lo kira terjun payung! Pake memacu adrenalin pffttt," cemoh Juna.
"Terserah kata mereka apa. Gue sih ogah di pasangin sama cewek serampangan yang taunya cuma bikin onar disekolah," Kelakarnya dengan pedas.
Entahlah. Jaden hanya sudah lelah terus mendengar namanya selalu disebut bersama dengan Karin. Dari awal dirinya masuk ke SMA, dan saat menjadi anggota tatib disekolah, selalu saja dia harus berurusan dengan gadis itu.
Hey, mereka pikir Jaden akan menaruh rasa pada Karin hanya karena sering menghukum gadis itu akibat tidak pernah patuh pada peraturan? Oh tentu saja tidak. Memangnya apa mereka pikir seorang murid teladan akan jatuh hati pada gadis urakan seperti yang mereka baca di novel? Maka jawabannya salah besar.
[ ]
Terima kasih karena sudah membaca. Jika berkenan silahkan vote dan komen 😊.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Exception | YOSHINORI
FanficKatanya, jika pengecualian yang Aleya buat bukan diperuntukan padanya dia akan tetap baik-baik saja. Karena dia tau, sekeras apapun dia mencoba gadis itu tidak akan pernah berjalan kearahnya. ▪︎ "It's okay if you forget me. I'll always remember...