0.1

78 35 37
                                    

Happy reading 😊




Happy reading 😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     Tenang. Satu kata yang Leya inginkan untuk tahun terakhir masa putih abu-abunya. Maka dia putuskan untuk tetap selalu menaati segala aturan sekolah. Dan mungkin, dikelas dialah satu-satunya siswi yang paling taat.

     Sampai yang lain menjulukinya dengan 'si cewek lurus'. Aneh memang. Lagi pula kenapa kalau Leya selalu patuh? Itukan hal yang baik. Tapi Leya justru dicap tidak asik oleh mereka. Maksud Leya, hei jika niatnya ingin seru-seruan bukan berarti harus mencari masalah 'kan? Ah, itu juga sebabnya Leya tidak mempunyai teman dekat di kelas. Dia justru memiliki sahabat dekat dari kelas sebelah.

     Maka saat ada tugas dan harus membentuk sebuah kelompok dia kesulitan mencari teman. Leya menggaruk kepala yang tidak gatal ketika dilihatnya yang lain sudah mendapat kelompok. Tapi dirinya belum.

     Seseorang disudut kelas duduk sedari tadi mengamati gelagatnya yang kelihatan panik. Jadi diputuskan untuk menghampiri gadis itu.

     "Gabung ke kelompok gue aja bareng yang lain," ajaknya pada Leya.

     Tanpa pikir panjang Leya langsung mengiyakan ajakannya. Dari pada gak dapet kelompok, Pikirnya. Duduk diantara para cowok-cowok membuatnya merasa canggung. Iya, isi kelompoknya para cowok kelas yang ya, bisa dibilang para pemalas. Menurut pengamatannya selama ini.

     Ah ya, kecuali si ketua kelas. Yang sekarang sedang menatap Leya secara terang-terangan. Setelah kejadian tempo hari lalu, Leya sering mendapati Jaden mengamati dirinya.

     "Kenapa?" tanyanya merasa risih.

     Jaden mengerutkan dahi, "Gak kenapa-napa."  lalu mengalihkan pandangannya kearah lain.

     "Tumbenan si jaden ngajak Leya sekelompok," celetuk Juna.

     Arjuna Lingga Wibawa. Teman dekat Jaden. Dari yang Leya dengar mereka sudah bertaman sejak SD. Tidak heran keduanya sangat dekat. Juna sangat kontras dengan kepribadian jaden. Jika juna periang, maka Jaden dengan pembawaannya yang tenang.

     "Hush! Lu jangan mancing-mancing gitu dong," sahut Jaefar sambil membekap mulut juna.

     "Halo Leya, semoga betah ya di kelompok ini. Hehe." Itu Jaefar. Cowok dengan senyuman manis yang mampu membuat gadis-gadis meleleh. Errr termasuk Leya.

     "Leya ngerjain sendiri juga bakal bisa kali. 'Kan otaknya encer," Ucap Juna enteng.

     "Kalo emang dia bisa ngerjain sendiri, gak mungkin dia berdiri di belakang kelas kepanikan karna gak dapat kelompok."

     Ketiganya serentak menatap Jaden. Sedangkan yang ditatap terfokus pada buku yang dia coret-coret.

     "Lo," ucapnya sambil mengarahkan pulpen kearah Leya. "Pulang sekolah ikut gue." Itu bukan sebuah ajakan. Tapi lebih mengarah kesebuah perintah yang tidak dapat dibantah.

***

     Senyumnya merekah. Sesekali dia melambaikan tangan, langkahnya dipercepat barangkali dirinya tidak sabar untuk menghampiri temannya. Iya, teman.

     Begitulah Leya melabeli eksistensi Jian. Seorang teman yang selalu ada disaat dia butuh. Seorang teman yang selalu ada disaat masa-masa tersulitnya. Juga seorang teman, yang selalu Leya sayangkan mengapa mereka hanya menjalin ikatan pertemanan.

     "Telat sepuluh menit," ujar Jian begitu langkah Leya berhenti tepat di sebelah motornya.

     Leya meringis, "Sorry... tadi gue piket dulu hehe," akunya sambil menyengir.

     "Temen lo yang lain ikutan piket juga 'kan? Awas aja kalo mereka gak mau bantuin lo kayak minggu lalu," protes Jian. Cowok itu ternyata masih kesal karena Leya sering curhat pasal anggota piket kelasnya.

     Leya hanya menggeleng sambil terseyum. Lucu pikirnya, Jian yang cerewet memang selalu lucu.

     "Anak baik." Tutur Jian sembari mengusap-usap rambutnya.

     Dirinya hanya terdiam membiarkan. Leya sudah terbiasa dengan hal-hal manis yang Jian lakukan kepadanya. Terbiasa dengan degup jantung yang mulai berdetak dua kali lebih cepat tatkala dipandanginya mata yang membentuk sebuah garis ketika sang empunya sedang terseyum.

     Seolah dia sengaja membiarkan kupu-kupu didalam perutnya mulai beterbangan. Sepuluh tahun mereka berteman, tapi sensasi itu masih tetap Leya rasakan.

     Sedangkan beberapa meter, dari kejauhan Jaden masih tetap mengamati. Dia sendiri tidak tahu kenapa belakangan ini rutinitasnya adalah memperhatikan Leya. Hanya saja, gerak-gerik gadis itu terlalu menarik perhatiannya. Sekeras apapun Leya berusaha agar tidak terlihat menonjol di sekolah, Jaden pasti selalu menemukannya.








[ ]

Terima kasih sudah membaca.
Jika berkenan tolong vote dan komen 😊.

The Only Exception | YOSHINORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang