8. Basa-basi

99 20 14
                                    

Pukul 1 pagi, bukannya terlelap, Ian malah asik menyesap jus jeruk sembari memandang keluar kaca jendela penthousenya, memperhatikan bagaimana gemerlapnya gedung-gedung tinggi di daerah ibukota tersebut. Pikirannya melayang kepada kejadian malam tadi, dimana Bianca lagi-lagi berhasil membuat Ian kesal setengah mati karena perkataan wanita itu.

"Menurut saya sih, bapak kurang profesional sebagai atasan."

Perkataan Bianca kembali terputar di otaknya, membuat Ian meremas gelas kaca berisi jus jeruknya itu. "Kurang profesional? Gue? Tristian Jayendra? Sinting. Karyawan masih bau kencur aja gayanya udah selangit. Gimana kalo udah kerja lama?"

"Lah nggak dong, dia gak bakal kuat kerja lama-lama. Liatin aja, bulan depan juga udah ngemis minta resign," Monolog Ian sembari mendudukan dirinya di sofa.

Tiba-tiba pintu apartmen Ian berbunyi, menandakan ada seseorang yang masuk. Tanpa melihat pun Ian tahu, pasti Raya yang datang. Satu-satunya orang yang mengetahui passcode apartmen Ian selain dirinya, ya Raya. Hari ini Raya baru pulang dari Balikpapan, mengurus pekerjaan yang Ian juga tidak tahu secara detail. Karena sudah tidak saling melihat selama beberapa minggu, keduanya memutuskan untuk bertemu, walaupun jam sudah menunjukkan lewat tengah malam.

"Ian! Oh my god baru dua minggu gak liat kok udah kangen ya!? Sini-sini!" Heboh Raya dan melebarkan kedua tangannya, membiarkan Ian untuk memeluknya. Ian menepuk-nepuk punggung Raya dan melepas pelukan mereka. Tunangannya itu terlihat sangat berseri, beda dari biasanya.

"Aku beli ini," Ujar Raya dan menunjukkan plastik dengan logo restoran sushi favoritnya. "Late night snack, mau?"

Ian mengangguk dan mengikuti Raya yang dengan semangat berjalan menuju dapur.

"Kamu keliatannya seneng banget, kerjaannya lancar?"

Raya mengangguk dan menduduki salah satu kursi makan Ian. "Sini, makan bareng."

Sekarang keduanya duduk berhadapan, menikmati sushi yang Raya beli dalam diam. Raya melihat wajah Ian yang terlihat sedang berpikir. "Ian," Panggilnya, membuat atensi Ian beralih kepda Raya.

"Lagi mikirin apa?"

Ian menggeleng. "Biasalah, kantor," Jawabnya yang dibalas anggukan paham oleh Raya. Sebenarnya Ian sedang berpikir bagaimana cara memojokan Bianca, sehingga wanita itu jera bekerja di kantornya. Tapi Ian belum mau menceritakan soal Bianca kepada Raya. Ia masih terlalu kesal.

Sementara itu, Raya, mengurungkan niatnya untuk bercerita kepada Ian. Sebenarnya Raya sudah bertekat akan jujur kepada Ian mengenai suatu hal, namun melihat Ian yang sedang banyak pikiran, Raya takut ia malah menambah beban pikiran tunangannya itu.

"Gapapa deh, besok-besok juga bisa," Batinnya.

Setelah makan dalam keadaan hening selama beberapa saat, Ian membuka suaranya memanggil Raya. "Ray."

"Hm?"

"Kamu bawa kartu member Pandora gak?"

Raya mengangguk. "Always," Jawabnya dan mengeluarkan kartu berwarna emas itu dari dompetnya. "Jangan mabok. Aku capek, gak mau jemput." Raya menyerahkan kartu itu ke tangan Ian yang sudah bagkit dari duduknya.

Ian terkekeh. "Cuma cognac segelas, Ray."

"Oke, jangan ngebut!" Peringat Raya, mengingat Ian yang tidak suka melaju dengan kecepatan dibawah rata-rata.

***

Setelah memarkirkan Lambhorgini Aventador hitamnya, Ian berjalan memasuki Pandora sembari merapihkan kemeja kerjanya yang sudah sedikit kusut karena dipakai seharian penuh.

Harta, Tahta, Bianca x hanseungbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang