11. Wina, Kak Boss dan Susu Kopi

161 25 11
                                    

Karena kejadian siang tadi, Bianca jadi uring-uringan. Ia takut orang-orang yang mendengarnya tadi berpikir yang aneh-aneh dan jadi salah paham, mengira bahwa ia dan atasannya itu memiliki hubungan khusus.

Padahal hubungan keduanya bagai kucing dan tikus, tidak bisa disatukan.

"Ah bodo! Paling besok pada lupa," Gumamnya dan membereskan barangnya, bersiap untuk pulang.

Memang sepertinya semesta tidak bisa membiarkan Bianca pulang dengan tenang. Tepat saat wanita itu mau melangkah, pintu ruangan keramat alias ruangan Ian terbuka, menunjukan kepala Ian yang timbul.

Tidak ingin berurusan dengan pria itu, Bianca menundukkan sedikit kepalanya, memberi salam. "Saya duluan pak," Ujarnya dan melenggang pergi dari hadapan Ian,

yang tentunya tidak pria itu biarkan.

Ian menarik lengan Bianca, menahan wanita itu pergi. "Siapa suruh kamu pulang?"

Bianca berbalik menghadap Ian dan menatap pergelangannya yang masih digenggam erat oleh atasannya itu. "Tolong lepas pak," Pinta Bianca yang hanya dibalas gelengan dari pria itu.

"Loh anjing ini orang, berasa Song Joongki kali lo!?" Batinnya sembari berusaha melepaskan cengkraman Ian. Namun apa daya, usahanya tidak berhasil. Mungkin karena Bianca belum makan nasi putih siang tadi.

"Bapak apa-apaan sih? Saya mau pulang!"

"Bantuin saya dulu, baru kamu pulang."

Bianca mendengus. "Pak, kerjaan yang jadi tanggung jawab saya udah selesai semua dan saya punya hak buat nolak wejangan bapak karena ini udah di luar jam kerja," Ujarnya. "Dan saya juga baru sembuh dari sakit loh, pak! Bapak tega!?"

Dengan cepat Ian mengangguk. "Saya beneran butuh bantuan, Bianca. Banyak yang mesti saya urus nih," Pinta Ian semelas mungkin.

"Loh, bapak kira saya sampe rumah nganggur? Nggak ya pak! Saya banyak kerjaan!" Walaupun kerjaan yang Bianca maksud adalah log in game, ia tidak sepenuhnya bohong kan?

Namun Ian tidak membalas dan hanya mengeluarkan ekspresi selelah mungkin, membuat tangan Bianca mengepal karena jijik. Tapi di satu sisi, jauh di dalam lubuknya ia merasa kasihan. Sepertinya Bianca mulai melembek.

"... Tapi gaji lembur saya dinaikin ya?"

Mendengarnya, Ian sumringah. Toh uang bukan masalah besar baginya, dan Bianca memang berhak mendapatkan gaji lemburnya. "Deal," Jawab Ian dan menarik lengan Bianca yang masih digenggamnya itu masuk ke ruangannya.

Dengan Bianca yang duduk berhadapan dengannya sekarang, Fokus Ian mengerjakan tugasnya sedikit terganggu. Katanya sih 'Efek udah malem, capek.'

"Saya nggak paham kenapa bapak harus bela-belain ngurus ini semua sampe malem, sendiri pula. Bapak gak capek apa? Padahal ini dikerjain besok masih sempet," Ujar Bianca pelan, memecah keheningan.

"Besok saya ngurus kerjaan lain," Jawab Ian singkat.

Bianca sedikit melirik Ian dari balik laptop yang ia gunakan sekarang. "Bapak tuh workaholic banget ya?"

"Mungkin?" Ian mengendikkan bahunya.

Keheningan kembali menyelimuti keduanya. Pemandangan yang cukup langka, melihat Ian dan Bianca bisa tenang tanpa berdebat.

"Kamu pulang naik apa?" Tanya Ian tiba-tiba.

Bianca mengendikkan bahunya. "Ojol mungkin," Jawabnya.

Ian melirik jam di layar komputernya yang hampir menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Mungkin ada baiknya kalau Ian menawarkan diri untuk mengantar Bianca pulang. Toh, wanita itu jadi lembur kan karena Ian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Harta, Tahta, Bianca x hanseungbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang