~Semuanya disambi~

0 0 0
                                    

Sabtu-Minggu, 3-4 April 2021 adalah hari yang banyak menorehkan moment gak terduga, jauh dari ekspetasi, apalagi tanpa planing. Hahaha.

08.30 WIB aku mulai start dari rumah menuju salah satu lembaga untuk sosialisasi. Ini pun karena diajak koorcam Puger, yang kebetulan saat itu katanya membutuhkan tameng karena lembaga yang bakal kita samperin ini luar biasa. Ada atmosfer berbeda kalau kata dia. Setelah itu lanjut ke beberapa lembaga lainnya sehingga mengharuskan kita sampai di rumah adik tingkatku ini (Mella) sekitar jam 13.00 WIB. Karena dia punya salon di rumah, jadilah aku perawatan rambut gratisan sampai jam 14.00 WIB.

Rencananya aku mau pulang dulu sebelum OTW kota buat badali Bu Kopri diskusi sama  peserta Makesta PAC Arjasa. Tetapi, jam semakin mepet, akhirnya aku memutuskan berangkat dari rumah Mella. Sebelum ke kota, kami masih mampir di agenda angkatannya Mella, mereka menyebutnya anjangsana angkatan. Disitu aku dapet kehangatannya, dapet pahala silaturrahmi dan tahlil, yang utama adalah dapet kenyangnya. Hahaha.

Tak menunggu sampai anjangsana dinyatakan selesai, aku sama Mella langsung berlalu menuju ke Arjasa. Aku kira lokasinya di pinggiran kota. Eh, ternyata masuknya dalem banget, jalannya sepi, gelap dan banyak kuburan. Aku yang penakut pastinya merinding, dong, ya. Apalagi aku di belakang. Mau minta Mella lebih kencang nyetirnya jalannya lagi licin karena hujan. Paket komplit pokoknya.

Namun, kondisi itu tidak membuat kami kapok. Justru kami berencana melanjutkan perjalanan ke Bondowoso. Jam 21.00 aku selesai diskusi, tak langsung pulang. Masih jagong sambil merebah bersama rekanita-rekanita PC IPPNU Jember. 30 menit berlalu, kami memutuskan undur diri karena masih mau lanjut ke BWS.

Malam itu, lengang sekali jalan rayanya. Mungkin kalau kami sengaja berhenti hanya suara jangkrik yang terdengar. Kalau jam Jember, seharusnya jam segitu masih ramai. Namun, karena kondisinya juga hujan sehingga membuat jalan Jember-Bondowoso malam itu sepi betul. Sudah gak ada lampu kotanya, "Cek petenge, Mbak. Kok bisa, ya, gak ada lampu kotanya. Padahal ini jalan utama," gerutu Mella dari balik kemudi. Aku hanya merespon dalam diam sambil fokus melihat maps dari balik mantel.

Hampir jam sebelas kami sampai di BWS. Senior yang mau kami samperin masih jam kerja, karena shift malam. Kami diminta menunggu di depan Indomaret Nangkaan. Tetiba perutku mules banget, langsung saja kakiku berlalu menuju toilet indomaret. Setelah menunggu sekitar 30 menit, beliau datang. Duduk sejenak lalu menawarkan kami makan. Mella opsi mie ayam dan aku  minta bakso. Repot, kan? Hahaha, Mas itu dengan telatennya menyusuri alun-alun kota BWS untuk mencari yang kami mau. Tak ada bakso, tak ada mie ayam. Hanya nasi goreng, mie goreng dan mie kuah. Aku sama Mella pesan mie kuah dan Masnya mie goreng.

Setelah makan kami masih ditawari untuk cari tempat ngopi. Tapi aku sama Mella kompak menolak, untuk pindah tempat saat itu kami sudah kelewat lelah. Akhirnya kita berbincang saja di warung itu ditemani sisa es teh di masing-masing gelas. Cerita dulu dan yang akan datang.

Setengah satu malam, aku mengawali pembicaraan untuk undur diri. Sepanjang perjalanan menuju BWS kami memutar pikiran di mana akan bermalam. Lalu aku kontak sahabat di BWS dan juga ketumkuh di Jember, supaya bisa menghubungkan dengan sahabat PC PMII BWS. Jadilah malam itu kita beristirahat dengan sangat nyaman di sekretariatan barunya PC PMII BWS. Luas, banyak ruangan dan banyak kamar mandinya pula. Masnya juga mengantar kami sampai benar berada di depan sekretariatan. Mungkin, beliau khawatir karena posisi malam dan kami berdua perempuan. Udah begitu, di kota orang lagi.

Selain bertemu senior tersebut, tujuan utama kami adalah liburan. Karena kalau gak nyolong-nyolong waktu begini gak pernah sempat jadinya.

Hari berganti pagi, shubuh kami kepatok ayam. Tapi kami tetap sholat dengan niat yang berbeda. Air di BWS dingin betul, aku mandi sambil menggigil, tapi setelah itu badan terasa hangat. Muka sudah dipoles, tapi kami masih bingung buat ninggalin sekret, pasalnya para penghuni masih terlelap. Kami tunggu, lalu tak sabar akhirnya kami bangunin sahabat-sahabat.

Berbincang sejenak sebelum undur diri adalah upaya kami untuk tetap sopan di rumah orang. Hahaha. Usainya, baru kami pamit dan menuju tempat wisata yang dekat dan searah dengan jalan pulang. Tetapi, Gaes, semua jauh dari ekspetasi. Tempat yang dituju sama sekali gak pro dengan keadaan kami. Puncak P28 Bondowoso, kami kira perjalanan sampai ke puncaknya bisa ditempuh menggunakan sepeda. Kayak gunung gambir gitu. Eh, ternyata, kita harus mendaki, Gaes. Bayangkan, udah bawanya sepeda matic, sepatu high hills, perempuan berdua, bajunya pakai rok dan jubah. Alamat,  selangkah saja sudah pasti lelah. Ditambah lagi jam tidur yang sedikit dan perjalanan yang jauh sudah cukup bikin badan remuk. Dan yang paling laginya, aku pernah dapet pengalaman buruk saat mendaki. Kondisinya serba tidak memungkinkan.

Setelah berbincang dengan masyarakat di sekitar lereng gunung tersebut, kami memutuskan balik arah dan menikmati pemandangan hijau serta gemiricik air di sepanjang perjalanan menuruni gunung saja.

Bertugas sambil jalan-jalan, jalan-jalan sambil silaturrahmi. Meski tak sesuai ekspetasi, kami tetap menikmati dan bersyukur atas itu. Sebab, alam Allah begitu indah untuk kami rutuki.

Terima kasih Mella, sudah menemani perjalanan Mbak yang panjang dan melelahkan. Semoga kamu tak kapok.☺

Catatan RefleksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang