Akhir-akhir ini aku merasa diri gak produktif banget, jarang sekali pikiran ini berlarian di ladang asmara permasalahan. Sebab, 'tak ada lagi sempat untuk berada di sana, duduk diam sembari menanti kabar yang mungkin membuat pikir tergugah kembali.
Dan saat itu, malam ini pun tiba. Tanpa disengaja dan tanpa rencana. Seorang teman mengabari akan berkunjung ke rumah, dia bilang sebab urusan akademik. Tetapi rupanya obrolan tidak dibuka dengan konten demikian.
Ada suatu soal yang membuat pikirannya terus kontra, sehingga dia bilang sedang dalam masa sumpek. Lagi-lagi, suatu persoalan klasik yang rentan kali menimpa perempuan. Soal laki-laki, perjodohan, dan bahkan rencana pernikahan yang gagal. Memperoleh firasat tidak enak sehingga membuat dia menentang perjodohan ini, tak selang waktu lama tabirpun tersingkap. Ternyata si lelaki ada puan di mana-mana, aku buktikan sendiri pose di akunnya bersama cewek yang 'tak layak disebut teman. Ada indikasi lebih dari itu.
Masalahnya, temanku ini belum berdamai dengan keadaannya. Dia seakan-akan menyalahkan orang tua atas kejadian ini, sebab ini bukan lagi yang pertama bahkan yang ketiga kali, dan semuanya gagal. Dia bilang ingin lanjut pendidikan tanpa ada tuntutan menikah, dari siapapun.
Saran yang aku berikan ke dia, coba buka obrolan yang bersahabat dengan orang tua. Jangan memposisikan kamu yang benar dan beliau yang salah. Sejatinya, tidak ada orang tua yang ingin hal buruk terjadi pada anaknya, hanya saja versi baik menurutmu mungkin berbeda dengan orang tua. Lari dari masalah bukanlah solusi. Kelihatan sekali wajahnya menanggung beban pikiran yang berat.
Pesan yang bisa aku ambil dari cerita dia adalah sama-sama memberi kesempatan berbicara, menyampaikan pendapat, kemudian pertimbangkan bersama untuk menemukan kesimpulan sebagai solusi. Siapapun, tidak berhak menggunakan keputusan mutlak baginya jika itu menyangkut orang lain di luar kita atau bahkan orang banyak. Untuk kita sebagai anak, orang tua itu kadang bukan tidak suka, hanya saja beliau belum memahami kemauan kita. Maka jangan mendekte tapi berikan pemahaman dengan pola komunikasi dua arah.
Selanjutnya dia mengatakan "Iya, untung ada novel, yang bisa menemani saya saat sumpek." Lalu dia sebutkan beberapa novel yang sudah dibaca dan berhasil menggugah jiwa, terutama milik Kang Abik (Bumi Cinta). Menurutnya, dengan membaca novel itu dia bisa melihat betapa besarnya perjuangan si tokoh untuk pendidikan.
Iya, meski semua novel yang dia sebutkan adalah fiksi, bukan kisah nyata yang diangkat dalam cerita. Tapi, seakan-akan dia memberikan konflik yang hidup, sehingga 'tak jarang pesan yang disampaikan benar-benar masuk ke relung hati dan diolah oleh pikiran. Tidak hanya dia, ada lagi seorang teman jauh yang sangat menyukai baca novel, bisa-bisa satu hari selesai satu buku. Kalau menurut dia, dari novel bisa mengetahui dan menjajaki dunia luar. "Yang aku sendiri belum pernah berada di situ" ujarnya. Ya, beliau adalah seorang putra Kyai yang mulai belia sampai menikah tumbuh di Pesantren. Dari novel pula dia mengetahui banyak konflik kehidupan yang dia sendiri tidak sempat merasakannya, sehingga menjadi manusia open minded adalah salah satu hasil dari banyak konflik cerita yang sudah dia baca. Betapa sastra mampu memberikan kehidupan bagi si pembaca.
Pulang dari rumah, si temanku ini mencomot satu novel koleksiku "Hati Suhita", lalu dia pulang karena jemputan sudah datang. Ketika aku kembali ke kamar, aku menjumpai HPnya masih tergeletak di atas kasur, sedangkan HPku tidak ada. "Kayaknya dia salah bawa HP, haduh, beneran sumpek tuh anak," ujarku lirih. Tanpa berpikir panjang aku menyusul dia ke rumahnya. Ketika sampai di depan rumah, aku melihat dia sedang membaca novel di bawah langit yang gelap. Sepi, sunyi, tapi terlihat sekali dia sangat menikmati suasana itu. Sampai-sampai dia tidak sadar pula kalau salah bawa HP.
Dalam perjalanan pulang dari rumahnya, kemudian aku berpikir, sastra benar-benar memberikan kehidupan pada pembacanya. Si Penulis berhasil memberikan kehidupan dan Pembaca berhasil pula menerima kehidupan yang ditransfer. Aku, berkali-kali bahagia karena merasa telah memilih jalan yang tepat, memilih sastra sebagai bentuk narasi untuk menyampaikan segala nilai. Tetapi, kadang aku juga masih menyepelekan karya sastra yang tidak ada nilai, misal hanya genre romance gitu. Tapi sekarang aku sadar, dia akan bernilai jika jatuh pada pembaca yang tepat.
Terima kasih, semoga ikhtiar literasi ini juga memberikan impect yang baik bagi kehidupan orang lain. Terima kasih untuk para penulis dan terima kasih untuk para pembaca. Kalian semua hebat.
SB, Catatan Refleksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Refleksi
No FicciónSeseorang selalu menuntut kebaikan dari luar dirinya, tapi dia lupa untuk menuntut kebaikan dari dirinya sendiri. Manusia yang aktif adalah dia yang berusaha menciptakan kebaikan dan memberikan kebaikan untuk dirinya, orang lain dan sesuatu di luar...