02.

255 158 110
                                    


Labib dan Alesya berhenti di sebuah jembatan yang di bawah nya terdapat jalur kereta api. Mereka berhenti untuk beristirahat sejenak.

Sepertinya Tuhan memang sedang berpihak kepada mereka tepat saat mereka datang, kebetulan kereta api sedang melintas. Erlangga terlihat sangat antusias.

"Ka keleta juk juk juk juk juk," celotehnya dengan wajah yang sangat girang.

Erlang berdiri di tembok pembatas jembatan dengan kawat di bagian depannya dan Labib yang masih setia memegang Erlang dari belakang.

Setelah kereta api melintas Labib mengajak Alesya dan juga Erlang untuk pulang.

"Sya yuk balik, udah siang juga."

"Lang kita pulang yah udah siang, yuk biar bang Abib gendong," lanjutnya seraya berbincang dengan Erlang.

Alesya yang melihat itu pun hanya terdiam sambil menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman.

"Gue gak tau ka sebenernya apa yang sekarang gue rasain. Tapi gue seneng liat lo bisa akrab sama Erlang dan bisa bikin dia ketawa lagi. Gue ga ngerti perasaan apa ini, tapi gue sadar sampai kapan pun gue ga akan pernah bisa buat milikin lo,"  batin Alesya.

Labib menatap Alesya yang sedang menatapnya dengan tatapan kosong. Ia mengibaskan tangannya didepan wajah Alesya tapi tetap saja Alesya belum sadar juga. Entah apa yang ia pikirkan dialam bawah sadarnya.

"Kayanya nih anak lagi ketemu cogan kali yah di alam bawah sadarnya, sampe gue panggil-panggil dari tadi gak nyaut-nyaut," ujarnya.

Karena sudah lelah dari tadi memanggil Alesya yang belum tersadar juga akhirnya Labib meniup pelan tepat di depan muka Alesya yang hanya berjarak 5 cm, hingga kedua mata indah tersebut berkedip.

"Eh... kenapa Ka?" Tanya Alesya yang kaget ketika merasakan tiupan yang menerpa wajahnya.

"Lah, kok lo nanya gue. Harusnya gue yang tanya, lo kenapa? kok ngelamun, ada masalah?" tanya Labib.

Alesya terdiam memikirkan apa kah ia harus menceritakan semuanya pada Labib? Tapi... Labib hanya orang baru bagi Alesya, sedangkan selama ini Alesya sudah terbiasa menyembunyikan semua masalah nya sendirian termasuk dari sahabatnya. Bukan ia tidak percaya bukan, hanya saja ia sudah terbiasa menyimpan semua nya sendiri. 

Labib melihat keterdiaman Alesya, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa pertanyaannya akan di jawab oleh Alesya.

"Sya," Panggil nya lagi.

"Gue gakpapa kok, gue baik-baik aja."

"Serius? tapi muka lo keliatan gelisah banget."

"Gue udah bilang, gue gak kenapa-napa. Jadi stop buat tanya-tanya gue kenapa."

Alesya mengambil alih Erlang yang sedang di gendong Labib, dan pergi meninggalkan Labib sendirian.

Labib bingung sendiri melihat perubahan sikap Alesya. Ia sempat berfikir, apakah ia salah berbicara? ah entah lah Labib pun masih bingung.

Gue salah nih? letak salahnya dimana? tolong jawab gue!

Labib berjalan cepat untuk menyamakan langkahnya dengan Alesya, ia menarik sebelah tangan Alesya hingga Alesya berbalik menghadapnya.

"Sya gue gak tau salah gue dimana, tapi dengan melihat perubahan sikap lo berarti itu tandanya gue salah. Sorry kalo pertanyaan gue tadi bikin lo gak nyaman," ucap Labib dengan tulus.

Alesya hanya menatap Labib datar. Ia sendiri bingung apa yang sebenarnya terjadi terhadap Labib, "Nih anak kenapa? kejedot apa gimana, tiba-tiba minta maaf lah emang dia ada salah?" batin Alesya.

ALESYA RAQUELA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang