"Sekarang kemana? Jemput Feni kan?" Tanya Gege pada Shani yang disebelahnya.
"Siapa lagi kalo bukan Feni," Sahut Jinan setelah menutup pintu mobil, Gege hanya mengangguk.
Ia menyalakan mobil kembali lalu segera tancap gas menuju rumah Feni.
Shani dan teman- temannya sedari dulu selalu heran, kenapa Gege memilih untuk membawa motor tuanya ke sekolah meskipun dia memiliki mobil pribadi. Padahal jika di pikir- pikir akan lebih baik dan mungkin ia akan lebih sering tepat waktu saat menjemput Shani.
"Berarti yang jaga toko bunga weekend ini mama kamu ya by?" Tanya Shani.
"Yap," Jawab Gege singkat.
"Lu ga kasian apa Ge ama nyokap lu ckckck," Canda Jinan dengan berdecak.
"Eh libur gua hari Selasa ama Kamis udah ga gua ambil ya biar bisa 2 night staycation gini,"
"Tau nih kamu by, kasian mama tau," Imbuh Shani dengan nada menyalahkan.
"Yaudah gajadi nih ya? Puter balik aja nih ya?" Gege menyalakan lampu sen.
"Ah elah ngambekan nih kaya bocah," Shani mengusap wajah kekasihnya itu.
Gege hanya memutar matanya, melanjutkan perjalanan ke rumah Feni yang masih cukup jauh.
-
Lift terhenti pada lantai 14, suara dentingan kecil terdengar sebelum pintunya terbuka secara otomatis.
Ge, Shani, beserta kedua temannya, Jinan dan Feni berjalan di lorong apartemen, mencari unit yang akan mereka tempati selama dua hari kedepan.
Shani yang berada di depan, mengamati nomor pada tiap pintu yang mereka lewati, mencoba mencocokan dengan nomor yang ada pada kunci unit yang dipegangnya.
"Nomer berapa tadi by?" Tanya Gege yang juga melihat nomor pada tiap pintu unit.
"Nomer 197 nih by, belum kelewatan kan ya?"
"Dikit lagi berarti. 193, 194, 195.... Yang itu harusnya," Jinan menunjuk dua pintu di depannya.
Benar saja, pintu yang ditunjuk Jinan barusan memiliki nomor yang sama dengan yang di gantungan kunci.
Mereka ber- 4 masuk. Feni merebahkan dirinya di sofa, sedang Jinan langsung menuju ke kamar, Shani membuka pintu geser kaca yang menyambungkan ruang tamu dengan ruang terbuka yang cukup luas.
Pandangan Shani terfokus pada gemerlap pemandangan metropolitan di malam hari, lampu-lampu pencakar langit dan kendaraan-kendaraan yang nampak merayap pelan di jalanan ibukota yang padat. Ia berjalan mendekat ke sisi pagar, mencoba mendapatkan pemandangan yang lebih jelas lagi.
Dibiarkannya rambut hitam panjang miliknya terhembus angin malam, ada hawa dingin yang terasa menjalar dari punggung keseluruh tubuhnya. Tapi bukankah pemandangan pencakar langit ibu kota selalu memberi kita perasaan seperti itu, ya kan? Perasaan dimana kita merasa sadar bahwa kita hanyalah bagian kecil di dunia yang besar.
"You love the scenery?" Gege merangkul pinggang kekasihnya dari belakang. Shani menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Ia membenamkan wajahnya dipundak Shani, menghirup aroma yang tidak jarang membuatnya 'tak bisa tidur saat salah satu dari mereka berada diluar kota. Aroma yang merupakan campuran dari parfum dan bedak bayi yang Shani selalu pakai.
"Emang kamu ga suka by?" Tanyanya balik.
"Emmmm..kamu tau kan aku sukanya kamu," Gege menjawab, lalu mencium pipi kanan Shani.
Satu alis shani naik, ia melirik pacarnya itu lalu memutar badan.
"Berapa cewe coba yang udah kena mulut manis kaya gitu, hm?" Shani merangkulkan tangannya pada leher Gege, di tatapnya iris berwarna coklat muda pada mata cowok yang berhasil membuatnya jatuh pada pandangan pertama itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garcon Le Fleur
Fiksi PenggemarHubungan kadang bisa jadi rumit, bahkan disaat kamu merasa bahwa kamu sudah sangat paham akan pasanganmu. Jadi apakah hubungan Shani dan pacarnya Gery (Gege), kakak kelas setaun diatasnya yang memiliki toko bunga sendiri itu akan baik-baik saja?