Bulan sedang dalam bentuk sempurnanya malam ini, putih terang di langit tak terhalang awan sedikitpun. Suasana cukup sepi, sesekali kendaraan yang melintas berhasil memecah sunyi. Suara jangkrik terdengar samar di kejauhan, sepertinya tidak ada hal yang terlalu mengganggu telinga maupun pandangan, hanya ada 2 orang berjalan berdampingan yang bukan pasangan. Langkah kaki mereka cukup selaras, mungkin tetangga akan mengira mereka berpacaran karena nampak sangat pas.
"Jadi kak Vino ke rumah aku gambling gitu? Kalo aku ternyata udah pindah gimana hayo?" Tanya Shani penasaran.
"Ya pulang, masa harus maksain keliling Jakarta buat namu kerumah kamu," Jawabnya dengan dengan sedikit tertawa. Shani mengagguk bodoh.
"Iya juga sih..."
Sudah banyak yang berubah dari laki-laki disampingnya itu, batin Shani. Pundaknya yang makin lebar, rambutnya yang mulai menutup sebagian leher, jari- jari kurusnya. Dewasa, itulah kalimat yang tergambar jelas dikepala Shani setiap kali ditatapnya wajah samping cowok dua tahun diatasnya itu.
"Jadi, gimana Finland kak?"
"Well, just like other Scandanavian country. Sering mendung, dingin, but still a great place afterall kok." Jelas Vino.
Shani mengangguk.
"Terus, rencana sampe berapa lama di Indo?" Tanyanya lagi.
"Besok."
"Hah?!" Shani berhenti melangkah, Vino tertawa kecil.
"Canda. Udah pindah sini lagi kok," Sambungnya.
"Hhhhh dasar." Shani memutar mata, "Jadi permanen disini?" Tanyanya memastikan.
"Yep." Timpal Vino.
Malam makin meninggi, desir angin kian terasa. Ditambah Shani hanya mengenakan kaos dan celana pendek sebatas paha.
Ia menggosok-gosok kedua lengannya, mencoba menghangatkan diri. Melihat gestur tubuh Shani, Vino melepaskan jaket kulit yang dikenakannya, lalu ia gantungkan dikedua pundak Shani.
"Makasih kak."
"Dingin kan? Sok ide sih tau malem- malem gini pake kaos doang." Ledeknya.
"Yeu enak aja sok ide. Kan aku tadi gada rencana jalan gini juga," Sanggah Shani.
"Iyadeh iya..."
Mereka sampai di sebuah taman tak jauh dari rumah Shani. Dengan beberapa mainan untuk anak- anak seperti ayunan, perosotan, dan lain- lainnya
"Sini Shan," Vino memegangi salah satu ayunan, memberi tahu Shani untuk naik diatasnya. Ia naik, lalu berpegangan tali pada kedua sisi, sedang kaki jenjangnya menjuntai menyentuh tanah.
Ditariknya ayunan itu kedepan dan sebaliknya dari samping, membuat Shani berayun searah dengan tiap tarikan yang ia lakukan. Vino hanya tersenyum melihat Shani menikmatinya.
"Kak Vino ntar abis lulus kuliahnya disini tapi kan ya? Apa keluar negeri lagi?" Celetuk Shani.
"Sebenernya kan pengennya ambil interior design, jadi rencananya sih mau ke Pratt Institute di New York." Sahutnya.
Shani menghela nafas panjang.
"Tapi setelah diliat- liat lagi, ternyata di sini juga banyak kampus yang I.D nya bagus. Jadi kayanya bakal stay disini deh." Lanjut Vino.
Setitik raut ria muncul di wajah Shani.
"Bener kak??"
"I...ya? Kamu kenapa kayanya seneng banget deh?" Vino bertanya menggoda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garcon Le Fleur
FanfictionHubungan kadang bisa jadi rumit, bahkan disaat kamu merasa bahwa kamu sudah sangat paham akan pasanganmu. Jadi apakah hubungan Shani dan pacarnya Gery (Gege), kakak kelas setaun diatasnya yang memiliki toko bunga sendiri itu akan baik-baik saja?