Dari sini

84 13 0
                                        


Lorong sekolah sesak dipenuhi murid- murid yang membubarkan diri dari kelasnya masing- masing. Wajah lesu akibat kelas dengan pelajaran bermateri berat nampak kalah jumlah dari raut- raut lega yang penatnya terlepaskan bersamaan dengan bel sekolah tanda istirahat, sudah seperti love song bermelodi indah yang mereka cinta.

Jauh Shani memandang keluar jendela kelas, rasa khawatir menghantui dirinya beberapa hari ini.

Bagaimana tidak? Sudah satu minggu lebih berlalu sejak mereka pulang dari staycation, dan Gege tidak menjemput dirinya, tidak mengirim pesan atau menelfon, bahkan tidak masuk sekolah, tidak memberi kabar sama sekali. Hanya kabar dia pergi ke luar kota yang ia dapatkan.

Garis hitam yang makin jelas dibawah matanya cukup membuat teman-temannya itu khawatir, mereka kesal dan juga kasihan melihat temanya baik mereka seperti ini.

Jinan menghampiri Shani, lalu duduk disebelahnya. Ekspresi tak tega nampak sangat jelas di wajahnya.

"Shan, kita ke kantin yuk. Kan lu tadi istirahat pertama belum makan, sekarang mending makan siang ama kita ya? lu mau kan?" Ucapnya lembut sembari mengusap kedua lengan Shani.

Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir Shani. Pandangan kosongnya masih menyebrangi lapangan sekolah, tempat Gege berlatih basket biasanya.

Melihat tak adanya respon, Jinan menengok ke arah Feni, berharap temannya itu bisa membantu membuat Shani bicara.

"Mami, kita makan dulu ya. Nanti pulang sekolah kita bareng- bareng kerumah Gery, kita tanyain ke mamanya. Siapa tau mami bisa dapet jawaban." Bujuk Feni.

"Ya Shan ya? Kita makan dulu ayok," Sambung Jinan.

Shani melihat kearah kedua temannya itu, lalu memberi anggukan lesu.

Sedikit rasa lega timbul dari Jinan dan Feni, mereka membantunya berdiri. Digandengnya lengan Shani sepanjang perjalanan ke kantin sekolah.

"Lu duduk disini aja ya, biar gua ama Feni yang pesenin makannya. Kaya biasanya kan Shan?." Ucap Jinan.

Shani mengangguk.

Kedua temannya itu menuju salah satu penjual makanan di kantin tersebut. Semangkuk bakso dengan isi lengkap dan segelas es teh manis yang merupakan makanan favorit Shani telah dipesankan untuknya.

Jemari lentik Shani tak henti menarik keatas room chat pada ponselnya, mencari yang siapa-tau merupakan alasan kenapa Gege tiba-tiba menghilang seperti ini. 

Kelopak matanya terasa penuh, nafasnya pun memberat. Ada hal yang hampir tak tertahan yang siap untuk meluap bersamaan dengan emosi yang ia coba tahan sejauh ini.

"Ini kosong kan?" Ucap seseorang yang tiba- tiba duduk mengejutkannya.

"Ada temen gua. Masih pesen," Shani berkata pelan. Tanpa melihat lawan bicaranya, dengan cepat ia mengusap matanya yang hampir tenggelam itu.

"Temen lu berapa orang emang?" Tanyanya lagi.

"Dua," Jawab Shani singkat.

"Ini meja cukup buat 8 orang kok," Bantahnya.

Shani berdecak kesal, moodnya saat ini sangat tidak mendukung untuk berdebat sehat.

"Gini ya. Gua males bang-"

"Apa?" Potongnya.

"Males buat duduk sama orang yang bukan circle lu? Bukan Geng lu? Bukan anak kelas lu? Bukan orang yang lu kenal? Tenang aja, gua duduk buat makan, bukan buat kenalan apalagi ganggu lu. Lagian bukan lu yang beli bangku kantin, lu gada hak milih siapa yang boleh dan gaboleh buat duduk disini." Omelnya panjang.

Garcon Le FleurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang