10 II One Step Ahead to Intimate

8.4K 238 7
                                    

Gue lagi gak bahagia hari ini. Gue publikasi bab ini semoga bisa sedikit memberi kebahagiaan pada kalian.

===

Ragu ragu, Arven meraih kepala gue untuk mendekatkan diri agar bisa mempertemukan kedua bibir yang selama ini hanya bisa berbicara tanpa bisa bersentuh meski terpaksa. Ini gak hanya kali pertama bagi Arven mencium cowok ya. Karena ... ini juga kali pertama bagi gue, seumur hidup gue, bisa menyentuhkan bibir gue dengan orang lain yang memiliki jenis kelamin sama. Momennya gak usah diragukan lagi. Gue nyaris bisa merenggut ruh gue sendiri dari badan, karena masih saja tak menyangka ... bibir lelaki yang gue puja acapkali dia berbicara, kini bisa disesap dan dirasa. Bak adonan kue lembut yang menyentuh bibir, saat bibir Arven sempurna melekat dengan bibir gue. Arven belum berbuat apa apa dengan bibirnya, saat pertama kali mendekatkannya dengan bibir gue. Bahkan ini belum bisa dibilang ciuman atau bahkan french kiss seperti yang diidamkan orang orang. Ini hanyalah momen dimana dua bibir asing saling menempel satu sama lain.

Mungkin ... ini saatnya gue memberanikan diri!

Gue memiringkan kepala gue dan meraih kepalanya agar makin merapat. Seluruh area bibir gue kini mulai meluncurkan lumatan dan hisapan kecil di bibir Arven yang masih saja diam. Sesaat gue membuka mata untuk melihat reaksi Arven, dan dia hanya menutup matanya –mungkin berusaha membayangkan adegan ini sedang berlangsung dengan salah satu cewek cantik yang sangat disukainya. Well, tak apalah! Kali ini kan gue pemenangnya!

Berbagai macam gerakan ciuman yang gue inget dari cuplikan cuplikan bokep di twitter atau full film di beberapa situs gay, gue aplikasikan di bibir Arven. Entah apakah Arven merasa nikmat atau tidak saat menerimanya. Gue hanya fokus di diri gue yang merasa terbang jauh ke awan, menikmati setiap sensasi yang masih baru di hidup gue –dan dengan sendirinya kepala gue seperti mengumpulkan file file baru untuk disimpan sebagai salah satu memori indah yang terjadi di hidup gue.

Lidah gue kini berusaha bermain peran. Menggelitik bibir dia yang masih saja bergeming, tanpa membalas ciuman dia. Gue bodo amat! Lidah gue terus bergerak menelusuri bibir Arven dari ujung ke ujung, nampak seperti sedang berusaha keras mencari celah untuk masuk. Akankah Arven memberikan jalan masuk?

Alam bawah sadar gue langsung memberikan sudut pandang sendiri, kemungkinan tubuh Arven saat ini sedang menegang karena panik menerima sesuatu yang belum pernah ia terima dalam hidupnya. Tetiba menyadari hal ini, gue langsung memegangi kedua pundaknya dan meremasnya lembut. Terus turun hingga mengusap kedua bahunya penuh perasaan, seolah memberikan isyarat untuk rileks. Everything's gonna be alright.

Abis itu gue merangkul pinggangnya agar lebih mendekat, membuat dia bereaksi seperti kegelian saat gue menyentuh bagian itu. Setelahnya ... keajaiban terjadi. Dia mulai membuka matanya dan menatap gue lekat lekat.

Tatap matamu bagai busur panah

Kauhempaskan ke jantung hatiku

Sebuah lirik lagu jadul yang sering diputar nyokap gue kalau lagi rehat di rumah, membuat gue mendadak mengingatnya di momen kayak gini. Oh jadi ini ... rasanya sebuah tatapan manusia yang bak busur panah itu. Beneran kayak nusuk langsung ke jantung hati woy! Ngerti kan ya, ditatap Arven biasa biasa aja ... gue udah salting dan malu banget. Ditatap lekat lekat dan langsung saling menatap dalam jarak yang sangat dekat kayak gini sih ... gimana gue gak merasa jantung gue kena anjim ...

"Ke ... kenapa Ven?"

Ciuman gue sempat terhenti sejak tadi Arven membuka matanya dan terus menatap gue tanpa berkata apa apa.

"Gue kalau bales nyium lo, homo banget gak sih?"

Antara pengen ketawa ngakak karena sempat sempatnya Arven nanya beginian, tapi sekaligus juga gemes banget woy ... cowok paling tampan sejagat raya (versi gue ini) kayak yang lagi minta izin dulu mau bales ciuman gue. Kan ... dih ... gue pengen sentil biji kontolnya kalau udah gini!

"Bibir kan cowok sama cewek punya Ven ..." gue berusaha menjawab retoris. Selalu biarkan Arven memutuskan dengan pilihan pilihannya sendiri dalam jenis percumbuan baru di hidupnya. Setidaknya gue bisa dikenang Arven sebagai orang yang ngasih dia kebebasan berpikir. Keluangan untuk memutuskan apa yang dia mau lakukan.

"Kan ini bibir cowok, El ..."

"Emang ada bedanya ya, antara bibir cowok sama cewek? Yang terawat ... pasti lembut, enak, wangi ... gitu gak sih konsepnya? Kalau gak terawat, mau cewek atau cowok ... ya sama aja weh. Kemungkinan gak bakalan enak kalau dipake ciuman."

"Hahaha. Kok lo lucu sih anjing! Kayak yang udah pengalaman banget cipokan sama cowok atau cewek di seluruh semesta."

"Ya gak gitu juga, ege! Kan gue cuman ngasih sudut pandang dari fakta kalau ada bibir yang rajin dirawat sang empunya, ada juga yang ditelantarin begitu aja. Soal rasa enak dan gak enaknya, itu gue nanya juga kan tadi elo. Gimana tuh rasanya setelah lo nyium cewek cewek yang pernah lo tidurin? Terus ... apa bedanya dengan saat bibir kita ... eung ..."

"Aneh, El. Aneh banget sumpah! Gue berusaha ngebayangin sosok lo tuh cewek. Yang lagi ciuman sama gue tuh cewek tulen gitu. Tapi kok ... ciuman lo enak juga. Permainan lidah lo asyik juga. Gue mati matian dari tadi nahan diri biar gak jadi homo kalau bales nyium lo juga."

"Padahal pengen banget?" Di sini, gue udah mulai ngerasa seneng banget.

"Gue akui, iya. Tangan lo pinter banget nenangin tubuh gue yang lagi tegang tegangnya. Sampe gue beneran larut masuk ke dalem aliran ciuman lo itu."

"So ... wanna try more? Lip is just lip by the way. Gak ada hubungannya sama sekali sama jenis kelamin. Kan itu letaknya di bawah. Punya lo udah tegang belum nih?"

Gue iseng meremas kontolnya. Dia kaget dan langsung bereaksi spontan mundur menjauhi tangan gue yang meremasnya.

"WOY!!!"

"Udah tegang ternyata ..." gue ketawa. Gue berasa dia berteriak karena malu ketahuan. "Udah sini sini. Gak usah malu sama gue. Normal kok kalau orang ciuman bisa tegang kayak lo. Punya gue juga tegang nih ..."

"Kan lo homo ..."

"Kan kita ciuman. Kalau engga, gue juga gak bakalan tegang tuh."

"Kemaren pas ngendus kontol gue, lo tegang kan?"

"Kan ngendus kesukaan gue. Ya gue birahi lah! Wajar dong, ada pemicu. Lo juga ada pemicunya barusan. Ciuman sama gue. Enak kan?"

"Anjing lo!"

Gue ketawa aja. Dia lucu sekali kalau udah jadi seperti dia yang seharusnya. Udah jadi dirinya sendiri. Sepuluh kali lipat gue merasa lebih nyaman saat dia bersikap dengan gue apa adanya. Tanpa perlu ngasih rayuan gombal yang malah gue pasti sangkal di otak gue. Ya jelas lah gue sangkal! Gue kan udah tahu seberapa buayanya dia selama ini, dan bukan sekali dua mulut manisnya itu gue denger ngegombalin cewek cewek, baik secara langsung maupun via telepon. Yang jelas, dua hal itu udah sangat basi bagi gue.

"Ya udah ... lo maunya gimana nih? Ciuman lagi apa engga?"

"Jadi lo gak bakal ngatain gue homo kan kalau gue bales ciuman lo?"

"Kaga anjir! Buruan ah!"

"Ya ud ..." belum sempat Arven menyelesaikan kalimatnya, gue udah langsung buru buru narik kaus Arven dan membuat Arven terpelanting mendekat ke tubuh gue lagi. Gue langsung merengkuh kembali pinggangnya, abis itu meraih kepalanya, dan mulai melumat kembali bibir yang sangat gue idam idamkan ini.

Geez!

Dewa dewa yang menyaksikan peristiwa ini semestinya sedia mencatat, balasan ciuman Arven setelahnya (dengan skill serta pengalaman yang tak diragukan) merupakan ciuman terhebat sepanjang sejarah. Atau yang bisa selama ini sebatas gue imajinasikan saja dalam otak gue. Setiap lumatannya penuh perhitungan, presisi atau ketepatan waktu, pemberian jeda untuk mengolah napas, dan sedotan sedotan ludah dan lidah yang saling bertukar tak lagi terasa menjijikkan. Semuanya sempurna.

All Arven's method kiss is only just ... PERFECT!!!

Tubuh Sahabat SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang