Protektif

55 8 3
                                    

"Guten Morgen, Everybody!!" Sebuah suara nyaring menginterupsi, membuat atensiku dan Panji teralihkan karena kedatangan Riri.

"Good Morning, Ri," sapaku tersenyum.

Gadis berkuncir kuda itu menatap kami secara bergantian. "Eh, kalian ke sininya bareng kah? Kok pagi-pagi udah berduaan di kelas sih?"

"A-aa itu, kita gak bareng kok. Cuman kebetulan aja gak lama setelah gue dateng, Panji juga dateng," kataku mengelak yang langsung membuat Panji menatapku heran.

Riri menaruh tasnya di kursi, lantas mendudukan diri di atas mejaku. Tatapannya tak lepas dari Panji, sementara anak itu terlihat acuh tak mempedulikan keberadaan Riri.

"Oh iya, jadi bener kalian udah saling kenal?" tanya Riri membuka pembicaraan.

Kami menggangguk sebagai jawaban.

"Sejak kapan?"

"Gue sama Panji udah kenal sejak kelas tiga SD," kataku menjawab.

"Oh ya?"

"Iya, cuman waktu itu gue pindah sekolah makanya gak bareng lagi. Tapi kita gak pernah loss-contack makanya masih akrab," Panji menjelaskan.

"Lho, bukannya kalian udah gak saling ngasih kabar selama sebulan?"

"Iya, itu karena hp dia ilang."

"Ooh." Gadis itu manggut-manggut.

Waktu terus berjalan, satu per satu penghuni kelas yang lain pun mulai berdatangan. Suasana kelas semakin ramai dan membuat telingaku sakit ketika mendengar nada sumbang milik seseorang.

"Kepada semua murid Ak-1 silahkan menuju ke lapangan dengan menggunakan seragam olahraga."

Hari ini kelasku akan praktik latihan bola basket. Berhubung latihan tim basket masih berlangsung, semua orang memilih duduk di koridor sembari menunggu mereka selesai latihan. Namun, disaat Riri hendak mendudukkan diri di sebelah Panji, anak itu menarik tanganku dan memaksaku duduk di sebelahnya. Hal itu tentu saja membuat Riri terkejut atas penolakan secara tidak langsung oleh Panji.

Aku menyenggol perut Panji dengan sikuku karena tidak enak hati kepada Riri. Namun, dia tetap terlihat tidak peduli dan terus menggenggam tanganku erat.

"Lo gak boleh kayak gitu!" tegurku setengah berbisik.

"Biarin," jawab anak itu acuh. Aku tahu dia tidak suka jika ada gadis lain mendekatinya, tetapi bukankah ini berlebihan? Oh ayolah, Riri itu sahabatku!

"Rahma, tolong kamu simpan kembali bola-bola ini ke ruang penyimpanan," titah pak Zein selaku guru olahraga.

"Baik, Pak."

"Gue bantuin, ya?" Panji menawarkan bantuan.

"Gak usah, gue bisa sendiri." Aku mengambil bola yang menggelinding di lantai.

"Tapi gue juga gak nerima penolakan," sergahnya mengambil bola itu dari tanganku.

"Terserah."

A Story Life My DepressedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang