Sudah beberapa hari berlalu sejak pak Rizky mendeklarasikan dirinya sebagai guru privatku, dan sejak itu pula dia tidak pernah berhenti menggangguku. Dia selalu mempunyai sejuta alasan agar kami bisa bertemu. Dia juga sering menyuruhku untuk mengerjakan ini dan itu, menyebalkan sekali. Seperti saat ini, dia menyuruhku untuk pergi ke perpustakaan dan membawakannya makanan, padahal ini masih jam pelajaran. Apakah dia tidak berpikir dulu sebelum menyuruhku?Drrrt drrrrt
Untuk ke sekian kalinya ponselku kembali bergetar. Dengan malas aku mengambil ponselku yang berada di bawah bangku, kemudian mengecek notifikasi yang masuk. Lagi-lagi orang itu. Ingin rasanya aku memblokirnya saja agar hidupku bisa sedikit tenang, tetapi jika aku melakukannya justru akan mengundang masalah yang jauh lebih merepotkan.
Rizky Sensei
|| Kamu di mana? Kok lama, sih?
Sabar napa, pak!! Ini kan masih jam pelajaran.||
Bapak mau saya tambah stupid gegara ngelewatin banyak pelajaran?! ||
||Oh iya, lupa hehe.
•••
Aku menghempaskan ponselku dengan kasar ke dalam bangku. Membenamkan wajah di antara tumpukan buku di atas meja, aku pun menjerit tertahan.
"Pelajaran hari ini cukup sekian. Jangan lupa piket and happy weekend!" ucap guru yang mengajar.
Murid-murid di kelasku pun langsung membubarkan diri setelah jam pelajaran terakhir selesai. Aku mendongak dan menatap arlogi di tanganku yang menunjukkan pukul 13.30. Rasanya malas sekali untuk pulang. Aku berharap waktu akan berjalan lebih lambat karena aku tidak ingin bertemu dengannya.
"Lo kenapa?" Riri menatapku bingung.
"Ririii," rengekku mengadu.
"Hmm?"
"Tolongin gue." Aku memeluk Riri erat dan menenggelamkan wajahku di bahunya.
"Eh, lo kenapa?" tanya Riri panik.
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku pelan. Ingin rasanya aku bercerita padanya, tapi sayangnya aku tidak bisa melakukan hal itu. Aku mengusap air mataku kasar, lalu membereskan barang-barangku ke dalam tas, dan bergegas untuk pergi ke perpustakaan.
"Eh, lo mau ke mana? Mau pulang bareng nggak?" tawar Riri.
"Nggak. Lo pulang aja duluan. Bye." Aku melambaikan tangan pada Riri.
"Hati-hati," teriak Riri dari dalam kelas.
"Iya."
■
■
■
Dengan langkah gontai aku menghampiri pak Rizky yang tengah duduk santai sambil membaca buku. Aku meletakkan makanan yang tadi di pesannya di atas meja. Sadar akan kehadiranku, dia pun menutup bukunya dan mengalihkan atensinya padaku.
"Apa liat-liat?" ketusku.
"Galak amat, sih."
Aku hanya mendelik kemudian mendudukkan diri di kursi. Menghela nafas berat, aku berusaha menenangkan diri.
"Kamu udah makan?" tanyanya seraya menata makanan di atas meja.
Aku bergeming, tak berniat menjawab pertanyaannya. Aku hanya menunggunya selesai menyantap makanannya dan dia pun memilih untuk bungkam saat makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Story Life My Depressed
JugendliteraturAyah ... ibu .... Aku sakit. Ini benar-benar sakit, tapi aku sendiri tidak tahu alasan mengapa aku merasa sakit? Yang aku tahu hanya hatiku selalu sakit tiap kali kulihat kalian bahagia bersama. Jika kalian bertanya kenapa? Aku sendiri tidak tahu. P...