Aku terbangun dari tidurku saat mendengar suara keras yang mengejutkanku. Menyebalkan! Tidak bisakah mereka membiarkanku hidup dengan tenang meski hanya sehari? Aku sungguh lelah dengan semua ini. Aku selalu berharap agar semua ini segera berakhir karena aku ingin bebas."Lo itu cewe paling bodoh yang pernah gue temuin! Lo tuh seharusnya bersyukur masih ada yang mau berusaha buat ngidupin lo sama anak lo yang sialan itu. Lo tuh, ya bener-bener...."
Orang itu ... orang itu terus saja menghina ibuku, aku sangat membencinya. Orang itu merasa bahwa dirinyalah yang terhebat dan terpintar, tapi kenyataannya dia adalah orang yang tidak pernah menggunakan otaknya.
06.30 WIB
"Mah, Rahma berangkat dulu ya," pamitku sembari menyalami tangan ibu.
"Iya hati-hati di jalan, yang semangat belajarnya, Sayang." Mama tersenyum begitu manis di depanku. Namun sayangnya, aku masih bisa melihat kesedihan di wajahnya.
Dia mungkin berusaha semaksimal mungkin untuk menyembunyikan kesedihannya dariku, tapi aku tahu semuanya.
"Nak, pamit dulu sama ayah sana," titah mama.
'Cih menjijikan,' batinku kesal.
Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang mama pikirkan. Padahal dia sudah berkali-kali dikecewakan dan disakiti baik secara fisik maupun mental, tapi kenapa dia masih mempertahankan rumah tangganya dengan jin tomang itu? Bukankah toxic relationship itu tidak baik untuk dijalani? Lalu apa gunanya sebuah pernikahan tanpa adanya kebahagiaan? Pemikiran orang dewasa benar-benar rumit.
Menghembuskan nafas berat, aku pun menuruti perintah mama untuk berpamitan kepada seorang pria yang konon katanya adalah ayahku.
"Yang pinter, ya di sekolah," katanya menyemangati. Orang itu tersenyum karena merasa dihormati.
Cih! Aku benar-benar merasa jijik! Di depanku orang itu bersikap baik, tapi di belakangku orang itu mencaci maki mamaku. Aku sangat membenci orang yang munafik!
■
■
■
Di sekolah
Suasana kelas terlihat begitu riuh saat murid-murid bersahut-sahutan memanggil pak Rizky. Hari ini adalah jadwal mapel matematika. Pak Rizky meminta semua murid untuk membuat kelompok.
"Pak ... pak ... pak ... pak---ku payung. Eh, dasar budeg!" kesalku menggerundel. Pasalnya, suaraku hampir habis karena terus memanggil pak Rizky. Namun, dia seolah tidak mendengar, padahal aku memanggilnya dengan keras.
Menyerah, aku pun kembali duduk dan melempar buku matematikaku ke sembarang arah. "Dah lah gak usah di kerjain orang gurunya juga budeg."
"Eh, lo jangan gitu! Mungkin aja dia sibuk," tegur Riri.
"Sibuk apa coba? Orang daritadi dia tuh kerjaannya cuma mondar-mandir sambil bilang iya, iya," cibirku menirukan logat bicara guru baru itu.
"Lo gak boleh kayak gitu, kualat lho nanti."
"Bodo amat!" Aku menenggelamkan wajahku di antara lipatan tangan di atas meja. Soal-soal ini benar-benar membuatku frustasi. Dari dulu aku memang tidak suka pada matematika, selain karena daya pahamku yang kurang, aku rasa mata pelajaran yang satu ini memang bukan bidangku.
Riri mengambil kembali buku yang tak bersalah itu, dia mengusap kepalaku pelan dan berkata, "Ya udah. Lo gak usah mikir, biar gue yang ngerjain. Nanti lo tinggal nyalin jawabannya dari buku gue."
![](https://img.wattpad.com/cover/247195797-288-k35736.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story Life My Depressed
Teen FictionAyah ... ibu .... Aku sakit. Ini benar-benar sakit, tapi aku sendiri tidak tahu alasan mengapa aku merasa sakit? Yang aku tahu hanya hatiku selalu sakit tiap kali kulihat kalian bahagia bersama. Jika kalian bertanya kenapa? Aku sendiri tidak tahu. P...