Mimpi Masa Lalu

45 7 4
                                    

"Lo siapa?" tanya Panji dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

Aku langsung menarik tangan anak itu dan menegurnya pelan. "Eh Ji, lo apa-apaain sih?"

"Kok lo malah marah sama gue sih? Harusnya dia yang kena marah, berani-beraninya dia nyentuh lo."

Aku menatap pak Rizky sekilas lantas menundukkan kepala sembari tersenyum canggung. Dasar anak ini, tiba-tiba muncul dan berulah.

"Ish lo gak boleh kayak gitu."

"Emang dia siapa sih? Kok lo sebegitunya ngebelain dia?"

"Masa lo lupa sih? Dia itu pak Rizky, guru matematika yang waktu itu ngenalin lo sebagai murid baru di kelas."

Mendengar hal itu, Panji pun langsung berbalik dan melihat pak Rizky dengan tatapan mencibir. "Hooo, jadi orang ganjen ini guru rupanya."

Pak Rizky tersenyum ramah. "Maaf kayaknya kamu lupa ya sama saya? Perkenalkan saya Rizky, guru matematika di sekolah ini," ucapnya sembari mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

Panji menjabat tangan pak Rizky. "Salam kenal, Pak. Saya Panji sahabatnya Rahma," jawab Panji seraya menekankan kata sahabat.

"Maaf, Bapak ada keperluan apa ya sama sahabat saya?"

"Ah, soal itu bisa kamu tanyakan langsung sama Rahma."

"Kenapa saya harus tanya ke dia kalo saya bisa tanyakan langsung ke narasumbernya?"

"Karena kamu mungkin tidak akan percaya jika saya yang mengatakannya."

"Bapak jangan khawatir, saya cukup cerdas untuk bisa berpikir rasional."

Ya ampun Panji, anak itu membuatku mati kutu. Sejak kapan dia menjadi tidak sopan seperti itu? Pak Rizky nampak tenang dan tetap tersenyum ramah, meskipun urat-urat besar tercetak jelas di area leher dan keningnya.

"Baiklah, supaya waktu saya tidak terbuang percuma, saya akan langsung ke intinya saja. Berhubung Rahma sudah sembuh, jadi tadi saya mengingatkan dia untuk mulai bimbel lagi hari ini."

"Emang lo sakit?" tanya Panji terkejut.

Aku mengangguk pelan. Pak Rizky pun tertawa. "Lho, katanya kalian sahabat, kenapa kamu bisa gak tau kalo dia lagi sakit?"

Entah kenapa aku merasakan sinyal perang dingin di antara kedua pria itu.

"Jadi bimbelnya sama siapa aja?" tanya Panji mengalihkan pembicaraan.

"Berdua," kataku dan pak Rizky serempak.

"Kok berdua sih?"

Pak Rizky mengedikkan bahu. "Ya, itu karena ini perintah kepala sekolah. Jadi gak ada yang bisa nentang keputusan itu," tuturku menjelaskan.

"Ya gak bisa gitu dong! Itu kan---"

Kriiing

Bel masuk berbunyi. "Sebaiknya kalian kembali ke kelas sekarang. Pelajaran selanjutnya sebentar lagi mau dimulai," kata pak Rizky kemudian berlalu meninggalkan kami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Story Life My DepressedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang