Satu sikap buruk seseorang tidak harus melupakan beribu kebaikan yang pernah ia lakukan.
• Ramadhan Al-Madhi •
°°°
Tujuh tahun lalu, Zalwa diusir oleh orang tuanya karena semua kenakalan yang Zalwa perbuat membuat keduanya murka. Tanpa ada sesikut pun rasa sedih atau menyesal, Zalwa pergi ke rumah neneknya dan tinggal di sana selama empat tahun sebelum neneknya meninggal dunia karena ulahnya sendiri.
Malam itu, neneknya pergi mencari keberadaan Zalwa yang masih belum pulang ke rumah di saat jam menunjukkan pukul satu dini hari. Sementara Zalwa tengah berada dalam perjalanan pulang setelah bersenang-senang bersama teman-teman nongkrongnya. Ia diantar oleh pacarnya dengan mengendarai sepeda motor. Karena merasa jalanan begitu sepi, motor yang mereka kendarai berjalan dengan kecepatan maksimal, tanpa tau bahwa di depan sana ada seorang nenek yang tengah gelisah karena cucunya belum juga kembali semenjak sore.
Akhirnya, kecelakaan maut yang merenggut dua nyawa sekaligus itu tak terelakkan. Sang nenek dinyatakan meninggal di tempat sementara ketua salah satu geng yang juga menjabat sebagai pacar Zalwa meninggal satu minggu setelah kecelakaan itu terjadi.
Zalwa sendiri sempat mengalami koma selama tiga hari. Ketika ia bangun, yang ia temukan hanyalah sesosok pria sabar yang belakangan ini selalu meminta Zalwa untuk setidaknya menghargai sang nenek yang menyayanginya melebihi apapun. Tidak ada satu pun teman yang mengunjunginya saat itu.
Segunduk penyesalan yang kemudian menggunung itu tak hentinya membuat Zalwa menitikkan air mata. Semua temannya terang-terangan mengibarkan bendera permusuhan karena mereka menyalahkan Zalwa atas apa yang terjadi kepada ketua mereka. Terlebih ketika Zalwa mengetahui bahwa jasad neneknya telah dikuburkan oleh kedua orang tuanya tanpa memberitahu di mana tepatnya peristirahatan sang nenek berada.
Beberapa teror dan penyerangan secara langsung kerap kali ia dapatkan dari teman-temannya sebagai bentuk kemarahan mereka. Namun, ada seseorang yang masih berdiri kokoh di depannya, menghalau semua perlakuan mereka meski tak lepas dari cacian Zalwa. Dulu, ia benci pria itu, pria yang telah membawanya menjadi pribadi yang baru, karakter yang lebih tertata dan membantunya mendapatkan pengampunan atas semua yang pernah gadis itu perbuat.
Tok! Tok!
Cerita Zalwa terhenti ketika seseorang mengetuk pintu kamar pribadinya yang masih berada di antara asrama santriwati.
"Assalamualaikum Mbak ...."
Ternyata itu adalah Hani. "Iya, Han?" Zalwa beranjak untuk membukakan pintu.
"Gia ada di sini, Mbak?"
"Oh, ada, Han. Kenapa?"
"Itu, dicariin sama Bang Rasyid."
Selepas tadarusan tadi, para santri laki-laki memang mengadakan tausiyah singkat yang dipimpin Ustadz Hamdan terlebih dahulu.
"Gia pulang dulu, ya, Mbak Zalwa." pamit Gia. Zalwa mengangguk, lalu memeluk Gia sekilas sebagai ucapan selamat tinggal meski besok subuh mereka akan bertemu lagi.
"Setelah denger cerita Mbak Zalwa, Gia jadi semakin yakin bahwa istiqamah setelah hijrah itu akan membuahkan hasil yang MasyaAllah meskipun, ya, istiqamah itu proses paling sulit menurut Gia," ujarnya sambil memberikan seulas senyum hangat.
"Mbak Zalwa hebat, pokoknya!" Gia mengangkat kepalan tangannya ke udara, membuat Zalwa terkekeh kecil karena ulahnya. Setelah itu, ia benar-benar pergi menghampiri abangnya yang sudah menunggu di perbatasan antara asrama putri dan asrama putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan Al-Madhi
Teen FictionBerusaha melakukan amalan-amalan utama di bulan Ramadhan-yang sebelumnya belum pernah ia lakukan-membuat Gia merasakan betapa nikmatnya beribadah dalam keta'atan. Karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk, Rasyid dan Kintan merasa khawatir j...