Selalu ada makna yang tersirat indah dari setiap takdir yang Allah gariskan.
• Ramadhan Al-Madhi •
°°°
Beberapa saat setelah kepergian Gia, Aliya masih berdiri di depan pintu kamar putri angkatnya. Pasangan sesepuh pesantren ini memang belum dikaruniai anak kandung setelah bertahun-tahun menikah. Sempat ada pro kontra dari keluarga Ustadz Hamdan maupun keluarga Ummi Aliya. Kebanyakan dari mereka kurang setuju jika keduanya mengadopsi Zalwa—yang notabennya adalah berandalan—sebagai seorang putri angkat dari sesepuh pesantren, termasuk Ummi Aliya sendiri.
Aliya mengucapkan salam dengan lirih ketika membuka pintu kamar Zalwa. Dengan langkah pelan, Aliya menghampiri ranjang putrinya dan duduk di tepian. Zalwa tampak tidak tenang dalam tidurnya. Keringat dingin yang menghiasi keningnya segera diusap oleh Aliya.
"Maafin Ummi ...," gumamnya. Tangan Aliya menyampirkan anak rambut yang menghalangi wajah Zalwa.
Selama tiga tahun ini, sangat sulit bagi Alita untuk membuat hati dan tindakannya sinkron. Ketika hatinya mengatakan untuk menerima Zalwa sepenuh hati, perlakuannya justru malah sebaliknya. Alasan itulah yang membuat Zalwa memutuskan untuk tinggal di kamar kosong yang berada di wilayah asrama santriwati. Aliya memang tidak pernah bersikap kasar atau sampai memaki Zalwa. Hanya saja, keberadaannya yang tidak pernah dianggap oleh Aliya membuat Zalwa merasa tidak enak.
"Maaf ...." Zalwa mengigau.
"Papa ... Mama ... N-nenek ..."
Melihat Zalwa meneteskan air mata dalam tidurnya, hati Aliya begitu tersentuh. Seberapa berat beban yang gadis muda ini tanggung?
"Alan ..."
Lagi, air mata Zalwa menetes.
"M-maaf ...."
Kini, Aliya tak dapat membendung cairan bening yang sedari tadi tertahan di pelupuk matanya.
"Ustadz Adam ... Abi ... Ummi ...."
Masih dalam keadaan mengigau, Zalwa menyebutkan satu persatu orang yang terlibat dalam hidupnya, orang-orang yang telah menjadi korban dari kesalahan masa lalunya. Tangan gadis itu bergetar, mengeratkan pelukannya pada bantal guling.
Aliya membekap mulutnya, hatinya benar-benar teriris melihat keadaan Zalwa. Betapa menyesal hatinya katena telah menambah goresan luka terhadap gadis itu. Aliya tak sanggup menahan isakannya hingga ia berjalan keluar dari kamar Zalwa karena takut membuatnya bangun.
•••
Menu makan untuk berbuka hari ini sudah tersaji di meja makan. Setelah keluarga Gia menyantap takjil lalu salah magrib terlebih dahulu, kini mereka sudah duduk manis di kursi meja makan. Tadi siang, Gia belum sempat mengutarakan keinginannya kepada Adrian karena mereka malah sibuk berbincang ria mengobati rasa kangen.
"Ayah," panggil Gia di tengah acara makan mereka.
"Iya?"
"Gia boleh mondok di pesantren, gak?"
Sesuai dugaan, tiga pasang mata itu menatap bersamaan ke arah Gia, terutama Rasyid. Adrian berdehem sebelum buka suara.
"Kenapa Gia mau mondok?" tanyanya.
"Biar Gia bisa ikut kajian tentang fiqh jam delapan siang sama ngaji abis asar."
"Memangnya kalo pulang-pergi kayak biasanya gak bisa, ya?"
Gia menoleh ke arah Rasyid. "Gak bisa, katanya nanti Gia kecapean kalo pulang-pergi terus."
Adrian terlihat sedang berpikir. "Gia kan, makannya harus banyakin sayur sama buah, sayang." Kini giliran Kintan yang angkat suara.
"Karena jumlah santriwati di pesantren ramadhan sedikit dan pegawai bagian dapur diliburkan, jadi menu sahur dan bukanya bisa disesuaikan sama selera masing-masing, bahkan bisa beli dari luar."
Adrian dan Kintan saling bertukar pandang sementara Rasyid melanjutkan makan dalam diam. Jika Gia sudah meminta izin kepada Adrian, ia tidak bisa memprotes kebijakan sang ayah. Maka, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu keputusan.
"Cuma dua minggu kok, Ayah."
Melihat kesungguhan di mata Gia, Adrian tidak bisa berbuat banyak. Selalu saja anggukan kepala uang selalu gadis itu dapatkan dari sang ayah, hingga dua sudut bibirnya tertarik begitu lebar. "Ayah juga niatnya mau bawa Bunda kalian ikut dinas ke luar kota. Gimana, Bang?" Tatapan Adrian beralih kepada Rasyid yang sedari tadi tidak melontarkan sepatah kata pun.
"Kalo Gia tinggal di pesantren, kayaknya aman-aman aja kalo Bunda ikut sama Ayah. Rasyid bisa, kok, kalo cuma nyiapin sahur sama buka buat sendiri."
Akhirnya, dua buah keputusan malam itu benar-benar terlaksana. Gia mondok di pesantren selama dua minggu dari sisa tiga minggu bulan ramadhan, karena memang satu Minggu sebelum Hari Raya Idul Fitri adalah waktunya para santri beristirahat dan menyiapkan amalan terbaik mereka untuk menyambut malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Rasyid dan Gia berjalan bersisian menuju masjid pesantren. Karena masjid itu ada dua—laki-laki dan perempuan dipisah— dan terbilang luas, beberapa warga terdekat juga sering datang untuk ikut salat tarawih di sana. Apalagi sekarang jumlah santri sudah berkurang.
"Bang Acid?" Gia mendongkak ke arah abangnya.
"Hm."
Dia marah lagi, batin Gia.
"Nengok sini, dong!" geram Gia.
"Apaan?" Nada bicara Rasyid semakin dingin aja. Gia mencebik kesal. "Apa, sih, yang bikin Bang Acid gak setuju kalo Gia mondok di pesantren?"
Kali ini, Rasyid menoleh. "Terus, apa yang mau Gia lakukan sampai berpikiran untuk mondok di pesantren di saat penyakit Gia aja gak bisa diprediksi kapan akan kambuh?"
Raut wajah Gia setengah berubah, dia menunduk. "Gia tau. Tapi, Bang Acid juga tau, kan, kalo Gia ketinggalan banget belajar soal agama? Rukun islam sama rukun iman aja Gia sering ketuker," keluh Gia.
"Bukan nyari ilmunya yang salah, Gi. Tapi situasinya. Gimana kalo penyakit kamu semakin memburuk dan hanya bisa terbaring di Rumah Sakit? Ujung-ujungnya kamu malah gak bisa nyari ilmu di pesantren lagi."
Gia menatap abangnya dengan alis bertaut dan cairan bening yang membuat pandangannya mengabur. "Bang Acid cuma terlalu khawatir!" Baru kali ini Mada suaranya meninggi kepada Rasyid. Dia kesal karena rasa khawatir Rasyid yang terlalu berlebihan. Dia juga kesal karena bukan Rasyid yang bisa membuatnya semakin bersemangat untuk menimba ilmu di pesantren.
°°°
🌼Selamat Menunaikan Ibadah Puasa🌼 bagi yang menjalankan❤
Masih hari pertama. Jadi, semangat, ya!✊
Buat kaum hawa yang gak bisa puasa di hari pertama, jangan galau!🙈
Ada banyak sekali amalan yang bisa dilakukan oleh kalian yang Allah beri keistimewaan❤See U Next Part — Uril❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan Al-Madhi
Teen FictionBerusaha melakukan amalan-amalan utama di bulan Ramadhan-yang sebelumnya belum pernah ia lakukan-membuat Gia merasakan betapa nikmatnya beribadah dalam keta'atan. Karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk, Rasyid dan Kintan merasa khawatir j...