21. Surat cinta siapa?

1.5K 106 1
                                    

Beberapa saat lalu Kenneth sudah memberi saran bagi Kania, sejujurnya ia bingung apakah Kania akan menerima Rendi sebagai pacarnya atau tidak.

Ia terkejut saat mendapati Rendi sedang duduk sendirian di kursi taman sana. Ia tampak sedang menunggu seseorang juga disana.

Kania merasa sangat malu, ditambah Rendi juga semakin tumbuh menjadi dewasa kini.

Dirinya yang sejak SMP sering jahil dan menertawakan Kania bersama Tono ternyata masih sama sampai sekarang.

Setahu Kania, mungkin salah satu penyebab besarnya itu adalah karena dirinya tidak bergaul lagi dengan Tono, disebabkan ditinggal pindah sekolah.
Kania pun mendekati Rendi saat itu.

"Nunggu lama?" tanyanya. Rendi tersenyum. "Enggak terlalu sih. Gue baru dateng kok." ucap Rendi.

"Duduk sini." ucapnya lagi, menawarkan Kania duduk di kursi sebelahnya yang kosong.

Kebetulan memang kursi tersebut diperuntukkan untuk dua tiga orang. Kania segera duduk disebelahnya, tepat di ujung kursi sebelah kanan.

Mereka terlihat sangat canggung ketika itu. Kania juga merasa didiami lama begitu saja. Ia yang tidak ingin menunggu lama-lama pun segera memulai pembicaraan.

Namun baru akan berkata. Rendi sudah berbicara duluan. "Maaf." ucapnya yang tak pelak membuat Kania terkejut.

"Maaf untuk apa?" tanya Kania.

"Karena... belum lebaran." ucap Rendi

"Hah?!" Kania tak habis pikir, apakah dia bercanda?! Rendi langsung tertawa mengikik setelahnya.

"Hahaha lah emang kita belum lebaran kan? Lo waktu halal bihalal juga enggak dateng. Emang gue salah?" tanya Rendi membela diri masih diselingi tawa.

"Kirain maaf karena apa! Kamu juga ngarep banget ya dapet salaman dari aku? Jangan mimpi, kamu harus sungkem dulu sama aku kalo mau dapat salaman." ucap Kania.

"Dih, dikira gue anak lo?!" balas Rendi masih tertawa.

"Lagian mukanya keliatan tegang gitu kayak nunggak bayaran sekolah. Santai aja si. Biasanya juga paling berisik, barusan itu dikuping gue kayak ada jangkrik tau gak? Kelamaan didiemin sama lo." ucap Rendi.

Kania jengah, ia mencebik. Ia bahkan mengira Rendi sudah berubah, tapi ternyata sifat suka berjandanya masih ada.

"Udah deh langsung ke intinya aja. Kalo mau tembak, tembak aja langsung. Enggak usah nyariin atau nungguin tukang senapan lewat." ucap Kania.

Rendi mengernyit. "Siapa yang mau nembak? Emang lo onta? Bukannya elo yang bilang suka sama gue?" tanya Rendi langsung membeberkan apa yang ada dikepalanya.

Kania terkejut. "Loh? Kok gini?! Kamu kan yang duluan ngirim surat cinta ke aku dan ngajakin aku kesini?!" tanya Kania. Rendi merasa Kania aneh dan kembali tertawa.

"Lo dapet surat itu dari mana? Emang gue tipe orang yang suka nyatain perasaan pakai surat cinta?" tanya Rendi semakin membuat Kania terpojokkan.

Di dalam pikirannya kini terlintas satu nama yang ketahuan menjadi tersangka dalam urusan ini. Rini!

Rendi segera mengambil kertas berwarna pink dari dalam sakunya lalu memberikan pada Kania.

"Ini surat dari lo, gue emang udah nyangka sih pasti ada yang enggak beres. Mana ada seorang cewek preman kayak lo nulis surat cinta." sindir Rendi yang langsung terkena jitakan gadis itu.

Bisa-bisanya Rini mempermainkannya dengan surat palsu dan menjebaknya. Kania sukses dibuat geram dan marah pada saat yang bersamaan.

Ia meremas-remas tangannya. "AWAS AJA KAMU RINI! AKU JADIIN TEMPE KAMU!"

Kenneth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang