Part 9

1.8K 226 16
                                    

Sesuai dengan apa yang Mahen bilang hari ini mereka pergi ke sebuah butik untuk membeli sebuah gaun yang cocok di pakai ke pesta lamaran. Tapi melihat kulit Hamidah yang eksotis membuatnya kesulitan memilih pakaian yang sesuai untuk Hamidah.

Banyak gaun yang di coba tapi Mahen tak selera sama sekali melihatnya. Terasa semua gaun yang di coba di tubuh Hamidah terasa sangat kampungan dan kontras dengan kulit Hamidah.

Hamidah sampai malu karena tak juga dapat menemukan gaun yang cocok.

"Apa saya tidak usah datang saja, Mas?" ucap Hamidah karena sudah frustasi dengan gaun yang tak cocok.

"Kau mau buat aku malu, aku sudah bilang akan mengajakmu, masa tiba-tiba batal."

"Tapi, bukankah Mas akan lebih malu jika datang bersama saya?" Mahen tak menjawab dan terus memilih gaun yang kira-kira sesuai dengan kulit Hamidah.

"Kau coba yang ini." Hamidah melihat gaun yang ada di tangan Mahen dan merasa bahwa itu terlalu ramai sepertinya karena ada bunga-bunga di sana. Tapi Hamidah tak berani membantah dan ia pun coba untuk pakai.

Begitu ia keluar Mahen langsung mengangguk.

"Bagus, pakai itu saja." Hanya itu yang Mahen katakan dan ia pun meminta Hamidah melepasnya dan ia akan segera membayarnya. Selesai membeli gaun Mahen pun mengajak Hamidah untuk makan siang terlebih dahulu di restoran.

Tanpa harus repot bertanya pada Hamidah menu apa yang ingin ia makan, Mahen langsung memesankan apa yang akan Hamidah makan. Agar tak membuang waktu.

Hamidah nampak bingung saat makanan datang karena Mahen ternyata memesan steak dan Hamidah belum pernah makan daging yang harus di potong menggunakan pisau ini.

Ia hanya melihat makanan di depannya saja dan sesekali melirik Mahen yang asik memotong dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya. Hamidah menyerah ia tak akan bisa memakan makanan itu karena iya kesulitan memotong dagingnya.

Melihat Hamidah tak juga mau makan membuat Mahen heran.

"Kenapa tidak di makan, tidak selera?" tanya Mahen.

"Tidak, Mas."

"Lalu?"

"Tidak apa-apa, Mas."

"Kalau tidak suka makananya bilang saja nanti aku ganti."

"Ti-tidak perlu, Mas, ini saja sudah cukup."

"Makan kalau begitu."

"I-iya." Hamidah kembali bingung tapi ia coba perhatikan cara Mahen memotong dagingnya. Ia coba contoh Mahen dari memegang pisau sebelah kanan dan garpu di sebelah kiri.

Ia tancapkan garpu pada daging lalu di potong sedikit demi sedikit. Ia pun akhirnya mencoba dan berhasil memotong sedikit daging, ia merasa sangat senang karena akhirnya daging itu bisa ia makan tanpa membuat suaminya malu.

Mahen melirik Hamidah yang nampak ceria karena berhasil memotong daging tersebut. Sebenarnya Mahen tahu jika Hamidah tak pandai memakan steak. Tapi ia tak mau mengajari Hamidah biarlah Hamidah yang belajar sendiri karena tidak semua pelajaran harus di ajarkan secara detail.

Mahen senang karena ternyata Hamidah tidak mudah menyerah dan memutuskan hal yang benar yaitu mencontek dirinya dan ia berhasil walau masih terlihat kaku.

Selesai makan mereka pun kembali ke rumah dan Mahen mengingatkan Hamidah untuk bersiap di jam 4. Mereka akan berangkat di jam 5 sore.

"Kamu harus ingat itu ya, aku harus pergi dan kembali ke rumah untuk menjemputmu, paham."

Bukan Istri Impian (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang