Part 12

2K 244 42
                                    

Mulmed : Mahendra

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Mahen terus memikirkan perkataan Prisila di mana Prisila meminta Mahen untuk mengajaknya liburan berdua. Tapi, hal itu tidak mungkin, Kakek sangatlah peka dan kalau Mahen pergi tanpa Hamidah pasti akan timbul masalah.

Mahen bingung satu sisi ia tak mau membuat kekasihnya kecewa satu sisi ia tak mau membuat Kakek murka. Mahen sampai Tidak konsentrasi hari ini karena memikirkan hal itu.

Jam pulang kantor Mahen langsung bergegas pergi dengan mobilnya. Ia tak langsung pulang melainkan ke tempat Prisila bekerja. Mereka bertemu kembali dan menampilkan kemesraan dengan sembunyi-sembunyi setidaknya jangan sampai ada orang yang mengenal Mahen dan menyadari jika Mahen tidak sedang bersama dengan istrinya.

Prisila yang kesal dengan itu memilih mengajak Mahen ke rumahnya tapi kali ini Mahen menolak karena jika sudah di rumah Prisila ia takut lupa waktu dan pulang terlambat.

Setidaknya untuk saat ini ia harus meyakinkan Kakek jika ia bekerja dengan baik dan menjadi suami yang baik untuk Hamidah. Sampai Kakek tidak curiga lagi padanya.

Prisila merasa benar-benar kesal karena alasan itu, ia merasa bahwa Mahen tidak benar-benar mencintainya. Mahen menghela nafas dan memeluk tubuh Prisila di dalam mobil.

"Jangan buat aku bimbang dong sayang, kamu yang paling tahu aku mencintaimu sedalam apa. Aku sampai rela melakukan ini semua demi kamu."

"Kalau benar kenapa ke rumah ku saja kamu menolak?"

"Bukan menolak karena tak mau, tapi karena waktu sayang."

"Kamu takut sama istri kamu? Katanya nggak cinta?"

"Aku bukan takut dengan istriku tapi takut dengan Kakek. Kamu tahu kan aku sedang di uji oleh Kakek. Aku tidak mau ini semua sia-sia dan aku kehilangan hak warisku."

Prisila gigit jari mendengar itu.

"Ya udah tapi aku mohon, ulang tahun ku kamu harus ajak aku berlibur, ya?"

"Aku akan usahakan ya, tapi jangan terlalu berharap, aku takut tidak bisa melakukan itu."

"Kenapa kamu bodoh banget sih, aku memang mau berdua saja dengan kamu tapi kalau masalahnya adalah istrimu, ajak saja dia sekalian, jadi kan kamu tidak perlu repot mencari alasan untuk Kakek. Toh istrimu itu ikut, jadi kamu bebas, benar kan?"

Mahen melongo mendengar itu. "Kamu yakin Hamidah harus ikut?"

"Hanya sebagai alibi saja. Nanti aku yang atur semuanya, sampai akhirnya hanya kita berdua yang ada di sana."

"Maksudmu, aku akan meninggalkan Hamidah seorang diri dan kita pergi berdua?"

"Tidak di tinggal sendiri juga kok, tenang aja aku masih punya hati nurani. Pokoknya kamu ajak aja tuh istrimu itu, nanti aku yang urus semuanya jadi tidak akan menimbulkan kecurigaan."

Mahen hanya bisa menghela nafas dan mencoba mempercayai rencana Prisila.

****

Mahen melirik Hamidah yang tengah menyiapkan makan malam untuk keluarga. Mahen masih belum berani untuk membicarakan masalah liburan itu, ia harus mengolah kalimat yang baik agar tidak timbul kecurigaan.

Selesai makan malam, Mahen mengajak Hamidah untuk duduk bersama di teras lantai dua. Sembari menikmat teh hangat dan cemilan Mahen berusaha membuka percakapan.

"Hamidah, ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu." Hamidah menoleh.

"Apa?" tanyanya.

"Kamu pernah bertemu teman ku kan?"

Bukan Istri Impian (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang