Part 8

1.9K 233 28
                                    

Di rumah Hamidah sudah sibuk mengurus Kakek dari segala keperluan dan obat yang harus di minum dengan rutin. Ia tak menunjukkan rasa lelah sama sekali justru sangat menikmat mengurus Kakek.

"Apa Mahen tak masalah kau di kamar Kakek terus?" tanya Kakek pada Hamidah.

"Aku sudah ijin kok, Kek. Lagi pula Mas Mahen sangat senang jika aku masih merawat Kakek seperti biasa."

"Begitu kah?"

"Iya."

"Apa kau senang dengan sikap Mahen yang sekarang?"

Hamidah tersipu lalu mengangguk. Kakek tersenyum lebar karena tak menyangka Mahen akan benar-benar berubah demi Hamidah.

Sore menjelang Hamidah sudah selesai dengan Kakek dan kini ia pun kembali ke kamar untuk mandi dan melihat sang suami. Mahen nampak selesai mandi dan tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Hamidah memalingkan wajahnya kala ia melihat tubuh Mahen yang bertelanjang dada karena ia hanya memakai handuk di bagian pinggang ke bawah.

"Oh, kau sudah kembali?" tanya Mahen yang nampak biasa saja dengan penampilannya itu. Hamidah hanya mengangguk kecil dan tetap memalingkan wajahnya.

"Setelah ini aku akan keluar, kau tak apa-apa kan aku tinggal? "

"Ya."

"Ya sudah, sana mandi, aku mau memakai pakaianku." Hamidah bergegas masuk ke dalam kamar mandi agar Mahen bisa memakai pakaiannya dengan leluasa. Rasanya dada Hamidah seperti mau meledak. Wajahnya nampak panas.

Ia pun melihat kamar mandi yang masih basah dan bau sabun bekas mandi Mahen masih tercium dengan jelas. Segar dan sangat Mahen sekali.

"Hey, aku pergi ya." Hamidah tersentak saat mendengar suara Mahen.

"I-iya, Mas, hati-hati," jawab Hamidah. Tak ada sahutan lagi dan Hamidah pun langsung merasa lega karena Mahen pasti sudah pergi dari kamar. Hamidah mengunci pintu kamar mandi dan bergegas untuk mandi sore.

Selesai mandi ia kembali ke bawah dan menyiapkan makan malam bersama yang lain. Setelah selesai ia memanggil Kakek.

Malam ini suasana nampak sepi karena keluarga besar sudah kembali ke rumah masing-masing termasuk mertua Hamidah.

"Mahendra di mana?" tanya Kakek.

"Mas Mahen bilang ada perlu di luar."

"Kau tak ikut?" Hamidah menggeleng. "Kenapa?" lanjut Kakek.

"Tidak apa-apa, Kek."

"Kalian baik-baik saja kan?"

"Tentu saja Kakek."

"Baguslah."

Mereka pun kembali melanjutkan makan malam berdua saja.

****

Hamidah menyelimuti tubuh Kakek yang sudah terlelap tidur setelah meminum obat malamnya. Hamidah mematikan lampu kamar dan keluar kamar dengan pelan-pelan.

Ia melihat jam dinding sudah menunjuk pukul 10 malam tapi Mahendra belum juga pulang. Hamidah merasa tak pantas jika ia tidur lebih dulu sementara sang suami belum pulang ke rumah.

Akhirnya ia pun menunggu Mahen pulang di ruang tamu seorang diri. Tak lama suara hujan terdengar bahkan petir pun terlihat kilatannya dari jendela rumah. Hawa dingin mulai terasa karena ruang tamu memang memakai Ac.

Hamidah mengusap lengannya agar terasa lebih hangat dan jam terus berputar sampai Hamidah hampir tertidur karena mengantuk. Ia kembali melihat jam ternyata sudah jam 12 malam tapi Mahen belum juga terlihat batang hidungnya.

Bukan Istri Impian (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang