Part 14

2K 242 24
                                    

Eh aku ketiduran!!!
Harusnya udah update abis magrib ya...
Wkwkwkkw
Maafken yaaa

Happy reading 🙊

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Hamidah harus rela tidur di lantai beralaskan karpet. Ia tak mau banyak tanya atau banyak menuntut terhadap Prisila, karena Hamidah yakin jika ia bertanya tentang posisi tidur ini Prisila akan memarahinya dan urusannya bisa panjang.

Tak apa mengalah toh tidur seperti ini sudah biasa bagi Hamidah. Hamidah mencoba memejamkan mata dan menutupi kakinya dengan rok panjangnya. Rasanya sangat dingin tapi ia tak memiliki selimut.

Dan akhirnya Hamidah pun tertidur pulas sementara Prisila mulai bangun dari tidurnya dan memperhatikan Hamidah. Ia turun dari ranjang perlahan-lahan dan mengganti pakaiannya menjadi pakaian yang lebih terbuka dan seksi.

Ia memoles wajahnya agar terlihat lebih fresh dan cantik. Selesai berdandan ia pun keluar kamar dengan membawa ponselnya. Ia sudah janjian dengan Mahen untuk pergi ke suatu tempat malam ini. Hanya berdua.

Prisila tersenyum senang kala melihat Mahen sudah menunggu dirinya di tempat yang di sepakati. Tapi, saat Prisila mengajaknya pergi, Mahen ijin ingini ke melihat Hamidah dulu. Alasannya ada yang tertinggal di tas Hamidah.

Prisila yang kesal pun mengijinkan.

"Jangan lama-lama," ancam Prisila.

"Iya."

Mahen bergegas ke kamar Prisila dan Hamidah di mana Hamidah tengah tertidur dengan pulasnya. Mahen menghela nafas saat melihat sang istri tidur tanpa selimut dan bantal. Ia juga hanya tidur beralaskan karpet seadanya.

Mahen lantas mengambil selimut milik Prisila dan menyelimuti tubuh Hamidah, ia juga memberikan bantal dan mengangkat perlahan kepala Hamidah agar tidur lebih nyaman.

"Aku pergi dulu ya," ucap Mahen pelan. Lalu ia bergegas keluar dari kamar Hamidah dan menemui Prisila kembali.

"Udah dapat?" tanya Prisila. Mahen hanya mengangguk. Prisila pun tersenyum dan menggandeng lengan Mahen lalu pergi ke arah pantai.

Di sana sudah ada perahu kecil yang akan mengantar mereka ke sebuah pulau terpencil yang masih menjadi bagian milik keluarga Prisila. Tempat yang sangat pivat itu sering kali Prisila datangi saat ia tengah banyak masalah. Dan malam ulang tahun nya ini ia ingin merayakan berdua dengan sang kekasih sebelum besok membuat pesta ulang tahun.

Selama perjalanan Prisila tak pernah lepas dari Mahen. Ia selalu bersandar dan memeluk Mahen dengan begitu intim. Sesekali mereka berciuman dan saling tersenyum.

Butuh waktu 30 menit untuk mereka sampai di pulau terpencil itu dan di sana ada sebuah villa yang tak terlalu besar tapi di buat senyaman mungkin. Mereka pun turun dari perahu dan berjalan menuju villa pribadi Prisila.

"Masuklah," ujar Prisila. Mahen menurut dan mereka masuk ke dalam di mana di dalam nampak sangat romantis dengan banyaknya bunga dan juga lilin.

"Kamu sudah menyiapkan ini semua?" tanya Mahen.

"Iya, ini impianku, Mahen. Aku ingin saat ulang tahun ku, kamu dan aku datang ke sini berdua dan merayakan ulang tahun ku di jam 12 tepat."

Mahen nampak menunduk. "Maaf ya, ucap Mahen."

"Maaf untuk apa?" tanya Prisila bingung.

"Kamu menyiapkan hal seperti ini tapi aku bahkan tak memberikan apa pun untuk mu." Prisila awalnya cemberut tapi tak lama kemudian ia kembali tersenyum.

"Hadiah terindah bagiku adalah kamu, Mahen. Dengan kamu ada di sampingku malam ini sudah menjadi hadiah terindah."

Mahen tersenyum mendengar itu. "Pulang dari sini, aku janji akan memberikan kamu hadiah ya."

"Janji?"

"Iya."

Prisila semakin erat memeluk Mahen. Lantas mereka pun saling tatap dengan begitu dalam dan Prisila mulai mencium bibir Mahen. Mereka berciuman dengan panas sampai jatuh di sofa.

Jemari Prisila bahkan meraba tubuh Mahen dan membuka kemeja Mahen satu persatu. Ia bisa merasakan kulit dada Mahen dan ciuman itu berpindah ke dada Mahen, ia ciumi dengan lembut sampai Mahen mendesah menikmati.

Namun, saat Prisila hendak membuka pakaiannya Mahen dengan cepat mencegahnya. Membuat Prisila heran dan mengakhiri percumbuan mereka malam itu.

"Ada apa, Mahen?" tanya Mahen. Mahen membenarkan duduknya dan menatap Prisila.

"Hanya ciuman saja ya, jangan lebih," pinta Mahen.

"Tapi, kenapa? Kita bukan bocah lagi, hal seperti ini sudah biasa, Mahen."

"Tidak-tidak, aku tidak bisa melakukannya, aku tidak mau menodai mu, Prisila."

Mendengar itu Prisila bukannya bersyukur malah kesal.

"Kamu ini laki-laki kok pengecut sekali sih, aku bawa kondom kok kalau kamu takut aku hamil."

"Bukan masalah itu, sayang."

"Terus apa? Kamu merasa bersalah karena istrimu ikut di sini, iya?"

"Bukan itu juga."

"Terus apa?"

"Aku hanya ingin menjaga kamu, aku tidak mau menodai kamu, itu saja."

"Munafik deh, kamu normal kan?"

"Astaga, Prisila, aku sungguh menyayangi kamu, mencintai kamu, aku tidak mau merusak kamu sebelum kita sah sebagai suami istri."

Prisila semakin gerah mendengar itu. Ia bangun dengan wajah kesal.

"Menikah? Kamu bercanda, kamu sudah menikah dengan wanita buruk itu, dan sekarang kamu bahas menikah denganku?"

"Kamu tidak percaya aku akan menikahimu?"

"Kapan?" tanya Prisila yang membuat Mahen tak mampu menjawabnya. Prisila tersenyum sinis.

"Tidak bisa jawab kan?"

"Akan ada waktunya, kamu tahu kan aku dan Hamidah itu menikah tanpa cinta, aku hanya perlu meyakinkan Kakek jika aku tak cocok dengan Hamidah, saat itu tiba kamu lah yang akan menjadi istriku selamanya."

"Jujur Mahen, apa kamu pernah melakukan hal itu dengan Hamidah?"

"Tentu saja tidak pernah."

"Jujur."

"Aku jujur sayang, aku tidak bisa melakukannya dengan orang yang tidak aku cintai."

"Lalu kenapa dengan ku juga tidak bisa?"

"Karena kamu belum sah menjadi istriku. Tolong lah, aku bukan laki-laki hidung belang yang bisa meniduri wanita mana pun tanpa ikatan pernikahan, bagiku bercinta itu sangatlah sakral, dan aku sangat mendambakan momen di mana kita melakukan itu setelah kita sah."

Prisila nampak sangat kesal mendengar itu tapi jujur ada rasa senang di hatinya karena Mahen tidak menyentuh Hamidah.

"Ya sudah kalau begitu, aku coba mengerti kamu dan terima kasih kamu tidak menyentuh istrimu itu, uh, menyebut ia istrimu sungguh membuatku mual."

"Sudahlah, jangan bahas Hamidah, ya?"

Prisila mengangguk dan mereka pun kembali duduk dengan mesra.

"Bercumbu tak masalah kan?" tanya Prisila.

"Kamu ini sangat suka bercumbu ya?"

"Tentu saja, bercumbu dengan pria yang di cintai itu sangat nikmat."

Mahen tersenyum dan mengangguk. Mereka pun berciuman dan sebatas mencium leher hingga pundak, tidak lebih.

Bukan Istri Impian (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang