Seasons Still Change (1) | Kim Jongin

52 2 0
                                    

⚠️Trigger Warning⚠️
Suicide attempts, Selfharm, Depression






Usai membanting dan mengunci pintu, Seyeon terduduk lemas, menekuk lutut lalu menyumbat telinga dengan kedua tangan. Tubuhnya bergetar bersama sesak yang bergejolak di dalam diri nya. Awal nya ia kuat, tidak, ia selalu berusaha untuk kuat.

Namun kini ia sudah lelah bertahun-tahun menghadapi semua nya seorang diri.

Tak cukup melukai batin Seyeon kala mendengar adu mulut kedua nya. Sang Ayah kerap memukul dan menghujani nya dengan makian. Sedangkan Ibu nya membebankan semua pekerjaan rumah tangga pada Seyeon dan sering kali mencuri uang hasil kerja paruh waktu nya hanya untuk berfoya-foya.

Seyeon lelah dijadikan pelampiasan. Ia tidak tahu apa salah nya hingga harus terlahir di keluarga yang seperti ini.

Kulit nya berangsur-angsur memucat, tertusuk oleh hawa dingin. Ia menginginkan kehangatan. Ia ingin pelukan. Ia ingin ketenangan.

Namun tak ada satupun yang didapatkannya.

Hari ini, ia menerima tamparan di pipi dari Ayah nya. Lalu ia kembali mendapati uang tabungan yang ia sembunyikan berhasil ditemukan lantas dihabiskan seluruhnya oleh sang Ibu. Seyeon tak berdaya, tak ada yang bisa ia lakukan selain meratap di kamar dan tenggelam dalam gelap nya malam.

Ia mengangkat naik lengan sweater nya. Sekujur kulit dipenuhi luka sayatan. Ada yang sudah mengering selama berhari-hari, ada pula yang baru terbentuk kemarin dan masih basah. Belakangan ini ia bahkan bisa melakukanya berkali-kali dalam sehari hanya untuk merasakan ketenangan yang didambakannya.

Di sekolah pun ia sulit membangun pertemanan. Oleh karena itu ia memilih menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja.

Cita-cita? Impian? Harapan untuk masa depan? Ia tak berharap sejauh itu. Terlepas dari jeratan ini sudah lebih dari cukup bagi Seyeon.

Puncaknya hari ini. Kekalutan yang menyelimuti batin Seyeon tampak semakin gelap, kelabu, bagaikan labirin tak berujung. Membuat Seyeon tak mampu lagi menanti harapan akan hari esok seperti hari-hari lalu. Seyeon berdoa untuk yang terakhir kali nya. Meminta maaf pada Tuhan karena tak mampu menjalani ujian yang diberikan pada nya. Setetes air mata jatuh, diikuti tetesan lain yang mulai membasahi pipi nya.

Seyeon merangkak di sudut kasur, mendekatkan mata cutter berwarna hijau tersebut di pergelangan tangan. Bercak darah kering milik Seyeon masih nampak jelas pada mata cutter.

Rasa takut itu ada. Tetapi semakin cutter itu menekan, Seyeon merasa kebebasan itu makin mendekat.

'Tok tok tok'

Kaca jendela nya diketuk dari luar.

Seyeon yang sedikit lagi hampir menggoreskan cutter seketika memalingkan pandangan.

"Seyeon-ah, ini aku."

Suara dari luar itu terdengar cukup familiar. Namun Seyeon tak ingat siapa gerangan lelaki pemilik suara lembut itu.

"Tolong buka jendelamu Seyeon," ucap nya sekali lagi.

Meski ia ragu, ada bagian dari diri Seyeon yang merasakan secercah harapan ketika mendengar suara tersebut. Hingga akhirnya Seyeon membuka jendela dalam keadaan setengah yakin.

Ia melihat seorang anak lelaki mengenakan seragam sekolah dan nampak seumuran dengannya, menunggu diluar jendela sambil tersenyum hangat menyambut Seyeon. Sepasang mata tajam nya memancarkan rasa haru, seakan sudah lama sekali tak bertemu dengannya.

"Kamu siapa?"

"Ah... Kita dulu teman TK, apakah kau lupa?"

Walau hanya sesaat, Seyeon sempat menangkap raut kecewa lelaki itu ketika menyadari bahwa Seyeon melupakannya.

EXO Oneshot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang