"Kalian tidak akan mengerti..."
~~~
Saat rasa iri mendominasi, semua hal menjadi mustahil di mata mereka. Semua orang mengetahui suatu fakta dan itu benar, Kemala adalah adik seorang Anggara. Namun seisi sekolah menentang besar fakta tersebut. Mereka semua beranggapan Kemala hanya seorang anak adopsi. Mereka yang dimaksud tak lain adalah para wanita berhati licik yang memperbutkan Anggara dengan sifat gilanya.
"Gua liat-liat lo masih gatel ya nempel sama Anggara. Apa masih kurang permainan kita kemaren?" seolah tuli, Kemala menghiraukan gadis dengan rok pendek yang diatas batas seharusnya. Ia masih fokus membersihkan sampah yang memenuhi isi laci nya sebelum bel berbunyi.
"Lo bisu ya sekarang?"
"Akh-
"Kalau di ajak ngomong itu jawab jalang!" Bola mata Kemala seakan ingin melompat keluar saat ia terkejut dengan rasa nyeri yang mendominasi kepalanya, rambut itu kembali rontok bertebaran di lantai kelas setelah Dinda menarik paksa dan melepasnya secara gamblang.
"DIA KAKAK GUE BODOH, MAU BERAPA KALI GUE BILANG KE KALIAN. KURANG BUKTI APA GUE YANG SELALU PULANG PERGI SAMA DIA-
"KARENA LO YANG NGEGODA DIA SIALAN!" Lengan Kemala seakan mari rasa akibat cengkraman keras dari kuku Dinda, ah bahkan sekarang sudah ada darah yang menetes disana. Gagal, lagi-lagi Kemala gagal menahan air matanya untuk keluar. Ia benci saat cairan bening itu harus keluar saat dirinya berhadapan dengan wanita gila ini.
"Lain kali kayak biasa aja, gausah ngebantah biar lo langsung kelar masalahnya," Bisik Jingga sesaat sebelum keluar dengan antek-anteknya. Terkadang Kemala merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Kenapa ia selemah ini, kenapa ia tak berani mengadu kepada kakaknya terlebih Harsa. Ia ingin sekali satu kelas dengan lelaki itu, namun jurusan memisahkan jalan meraka.
.
.
.
Hidup seorang Kemala seolah hanya berputar di sekelilingnya. Setelah semua perlakuan bejat itu datang kepadanya, kini ia akan kembali memasuki lubang neraka itu. Bu Irene memilihnya menjadi salah satu anggota cheerleader yang mana ia diperintahkan untuk menggantikan posisi Jingga. Entah apa yang ada di pikiran Kemala, ia sudah terlalu lelah. Penolakan sudah ia lakukan namun semuanya sia-sia. Ia hanya menunggu aksi itu kembali terjadi. Lagi.
Kening Rendra sejak tadi berkerut menatap geli melihat sesuatu dihadapannya. Lelaki itu seperti orang yang sedang bertemu dengan kekasihnya setelah sekian lama berpisah. Menatap intens ke arah kekasihnya, dengan senyuman yang tak pernah luntur. Itu Harsa yang sedang menikmati semangkok bakso ayam dengan senyumnya yang justru seperti orang gila.
"Sa, lu enggak bosen apa mesen itu mulu. Sesekali apa kek, besok pagi berkokok mampus lu."
"Gua itu orang nya setia ndra, sekali nemu cinta pertama enggak akan gua lepasin selamanya. Mau dihasut beribu orang pun gua enggak akan goyah, sama kayak bakso ayam ini, dia cinta pertama gua disekolah ini jadi sampe lulus gua akan pesen ini terus."
"Sebahagia tuan muda aja ya umur enggak ada yang tau." Mendengar hal itu Harsa tersenyum tanda kemenangan. Pasalnya jarang sekali ia menang dari adu mulut dengan seorang Rendra yang notabennya sangat licik.
Rasa lelah yang ia dapat selama latihan ber jam-jam penuh kini bagai hilang lepas dari tubuhnya. Alasannya cukup simpel, karena melihat lelaki yang sedang menikmati semangkuk bakso ayam itu sedang berceloteh ria. Harsa nya telah kembali, mata sendu itu telah kembali berbinar. Ukiran suram itu sudah rampung dan kembali bersinar layaknya matahari yang menemani teriknya Kemala latihan saat ini.