"Semuanya baru di mulai...."
~~~
"Jangan gegabah saat ingin melakukan sesuatu. Saya paham kamu orang yang egois, tapi ini bukan salah satunya cara. Kalau kamu melakukannya hari ini, semua rencana akan kacau dan berakhir di gerigi." Lelaki paruh baya itu berdecak sebal mendengar penuturan salah satu rekan di hadapannya itu.
"Terus sampai kapan. Semuanya kamu bilang selalu enggak tepat, egois lah."
"Pakai otak mu bodoh. Cih pantas saja penjara akhir-akhir ini penuh."
"Terserah yang penting rencana ini harus secepatnya selesai, dan saya harap kamu benar-benar di pihak saya. Tangan saya enggak pernah melesat kepada orang yang munafik." Wanita yang menjadi rekan kerja pria itu hanya memandang remeh kepergiannya. Menatap nanar kepada seluruh rencana yang mereka jalankan sejauh ini yang menurut mata bejatnya hal ini akan berlangsung lama. Memiliki rekan kerja yang bodoh dan egois membuatnya harus ketat berjaga, bahkan tak jarang ia terjun langsung guna mematai rekan kerja nya itu.
"Sudah tua bukannya beribadah saja malah sibuk memainkan kematian"
.
.
.
Pagi yang cerah kontras dengan semangat para siswa yang antusias menyaksikan seluruh perlombaan yang diadakan di sekolah mereka. Seperti tahun sebelumnya, SMA 12 Selalu menjadi tuan rumah di ajang perlombaan antar sekolah maupun acara-acara di hari penting. Semuanya terlihat berbeda di setiap penjuru sekolah itu. Selain dengan tujuan pencitraan dengan sekolah lain yang kompak dilakukan seluru penghuni sekolah, Kemala pun dapat perlakuan berbeda dari biasanya.
"Jangan sampai gagal ya, penganggu," ucap Jingga sembari mengelus surai panjang milik Kemala, terlihat halus dari jauh namun kasar saat dirasakan. Kemala hanya terdiam pasrah kalau terjadi sesuatu kedepannya yang sudah direncanakan para wanita gila ini.
Siluet matanya menangkap ke arah penonton pada barisan terdepan yang sedari tadi sibuk memandang ke arah tim nya guna mencari seseorang yang sudah Kemala tahu. Tangannya mengenggam erat botol air mineral, mungkinkah ia akan melancarkan hasratnya hari ini. Ah, ia bahkan tak henti-hentinya memukuli pundak Rendra yang di akhiri dengan sedikit adu tinju. Tak heran Kemala, mengingat kejadian tadi pagi yang membuatnya sedikit sesak.
Langkahnya terhenti dan tercekat melihat pemandangan asing dihadapannya. Ia rasa pagi ini cuaca sedang baik-baik saja menurut ramalan cuaca yang ia dengar di berita pagi ini. Apa itu tidak berlaku di rumah nya saat ini. Seorang Harsa lengkap dengan seragam sekolahnya dan tak lupa dengan apron yang masih menempel di badannya pagi itu. Kak Anggara telah pergi lebih dulu dikarenakan sibuk mempersiapkan olimpiade nya, dan Harsa yang entah inisiatif atau suruhan, dirinya tengah memasak di dapur sepagi ini.
"Oh udah bangun neng, mari sarapan dulu abis itu baru make up. Oh iya biar gua aja dah yang nata rambutnya." Air putih yang sudah setengah masuk ke mulut Kemala justru menetes mendengar penuturan kalimat itu.
'Gua ngigo kali ya?' monolog Kemala dengan air putih yang masih menetes.
'Apa ini arwah nya doang?'
'Gua getok aja kali ya kepala nya biar otak nya pas di tempat?'
Tung tung tung
"Eh anak se-
"Syukurlah ini beneran Harsa," ucap Kemala sehabis memukul kepala Harsa dengan centong sayur yang belum di cuci itu.
"Bener-bener lu ya jadi anak enggak tau terima kasih."