Alva tersenyum ketika melihat sebuah pesan dari seseorang yang baru saja dia kenal. Walaupun mereka sudah dua kali bertemu, tapi sama saja kan mereka baru berkenalan?
Alva dengan cepat memainkan jari-jarinya di atas layar touch Iphonenya. Ia lalu mengusap gusar wajahnya. Kenapa ia merasa sesenang ini?
"Senyam senyum mulu lo, kak. Bantuin gue dong!"
Clairine berkecak pinggang dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Alva. Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 sementara kakaknya itu masih berada di tempat tidur. Dasar ganteng-ganteng kebo.
"Bantuin apa sih?"
"Malam ini mama papa pulang tau! Lagian hari ini anniversarynya mama papa. Masa gak mau kasih surprise, sih?"
Alva memutar bola matanya lalu pergi meninggalkan adiknya. Clairine membuang nafas panjang. Sampai sekarang ia selalu bingung kenapa Alva selalu saja menghindar ketika ia ingin berbincang tentang orang tuanya. Clairine juga jarang melihat Alva berkumpul di tengah acara keluarga. Mungkin karena orang tua mereka yang jarang dirumah, membuat Alva jadi kurang kasih sayang dan akhirnya memilih untuk menjauh. Clairine tau perasaan Alva. Karena Clairine sebagai adiknya juga merasakan. Orang tua pergi pagi pulang malam. Saat pulang malah dimarahin. Clairine bahkan juga ingin menukar semua yang ia punya demi kasih sayang orang tuanya. Tapi apa yang ia bisa? Saat ia meminta waktu kepada orangtuanya untuk dirumah, mereka selalu bilang kalau mereka bekerja karena kasih sayang mereka.
Tapi, kenapa alasan yang Clairine simpulkan tadi belum terasa cukup?
***
Jessica masih memandang pintu itu. Hatinya menyuruhnya untuk membuka pintu itu. Tapi, kenapa langkahnya menolak?Jessica menggigit bibir bawahnya. Sudah hampir setengah tahun ia tidak pernah melihat sosok itu lagi. Sosok yang dulunya ia cintai. Sosok yang bisa ia jadikan tempat curahan hatinya. Sosok yang sangat berarti baginya. Jika ditanya apakah ia merindukan sosok itu, jawabannya ya. Ia sangat merindukannya. Tapi ia tetap mengurungkan niat untuk melihatnya lagi. Karena seberapa besar Jessica sayang terhadap sosok itu, satu kejelekan tetap lebih terlihat daripada kebaikannya. Setitik noda lebih jelas terlihat di kain putih bersih yang besar.
"Ngapain kamu di depan pintu?"
Jessica terkejut setengah mati mendapatkan suara yang sehari-hari ia dengar. Dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk merubah ekspresi wajahnya. Ia tidak akan memberikan wajah sedih itu lagi kepada ayahnya.
"Udah tau besok sekolah bukannya tidur," ujar ayahnya tak kalah dingin dengan ekspresi yang Jessica pasang sekarang. Henry langsung masuk ke kamar meninggalkan Jessica yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Jessica terdiam sebentar. Ia sudah terbiasa seperti ini. Melihat ekspresi dingin Henry. Bahkan ia tidak bisa merasakan kehangatan dirumah ini lagi. Ia sudah lupa bagaimana kasih sayang orang tua. Ia sudah lupa kalau ia masih mempunyai sosok 'ayah' di muka bumi ini.
Jessica akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Di kamar, ia mendapatkan iPhonenya bergetar. Dengan cepat ia mengambil iPhonenya. Senyuman di wajahnya mulai terukir kembali. Sepertinya, rencana awal untuk mendapatkan Alva berjalan lancar. Entah apa yang dipikirkan Jessica sekarang sehingga ia menjadikan Alva sebagai bahan mainannya. Dia sendiri pun tidak tau atas dasar apa ia melakukan semua ini. Yang ia pikirkan, ia akan membuktikan ke Damian bahwa lelaki di dunia ini bukan hanya Damian. Ia ingin membuat Damian menyesal. Ia ingin Damian kembali padanya. Mungkin Alva bisa disebut tempat pelampiasan jessica.
Sebut dia jahat. Jessica bahkan mengaku dirinya juga jahat. Jessica tidak akan mau menjadi orang baik lagi. Karena orang baik selalu dimanfaatkan. Itu hukum baginya.
***
"Kak! Ayo pergi. Nanti telat loh!"Clairine mengedor-ngedor pintu kamar Alva dengan kuat. Alva tidak berkutik. Ia tetap memandangi sebuah bingkai foto di tangannya. Ingin saja ia membuang jauh-jauh bingkai foto tersebut. Tapi, kenapa ia tidak bisa?
Alva memang berandalan. Ia memang kasar. Tapi, ia akan berubah 360 derajat jika Alva bertemu dia. Alva akan melakukan apa saja demi dia. Entah mengapa, Alva sangat mencintai dia sampai segila ini. Tapi, apa yang Alva dapat? Tiba-tiba, dia memutuskan hubungannya dengan Alva tanpa ada alasan. Padahal sebelum kejadian itu, mereka masih baik-baik saja.
Jessica: lo pasti masih molor kan? Gue gak percaya orang kaya lo udah di sekolah jam segini. Paling-paling lo cabut.
Untuk kesekian kalinya, Alva tidak bisa menyembunyikan lengkungan bibirnya. Entah berapa kali ia tersenyum ketika mendapat sebuah pesan dari Jessica. Dan disaat itu juga, ia merasa nyaman. Ya. Ia merasa nyaman bisa bertukar pesan dengan Jessica.
"Kak lama banget sih--ow, ow. Lo masih nyimpen foto mantan nih, kak?"
Clairine mengambil dengan cepat bingkai foto tersebut. Sementara Alva masih sibuk membalas pesan-pesan dari Jessica.
"Kak. Ngomong-ngomong, gue ketemu dia loh kemarin. Waktu gue kemana ya? Ah gue lupa kemarin kema--oh iya. Kan kemarin gue nonton. Terus, gue liat dia sama cowok loh. Ganteng banget. Tapi kok kayanya gue ngerasa familiar sama cowoknya ya?"
Alva langsung memberi pandangan ke Clairine. "Saudaranya?"
"Enggak deh kak. Masa sih saudaraan sampe gandeng-gandengan gitu? Mereka romantis banget tau kak. Gue yakin lo gak bisa seromantis cowok itu," sindir Clairine.
"Gue memang gak romantis," jawab Alva. Dengan cepat Alva menyambar tasnya dan turun kebawah.
Di bawah, ia mendapat pemandangan yang kurang menyenangkan. Ia melihat keluarganya tengah berkumpul di ruang keluarga sepagi ini. Bahkan yang lebih parahnya, ia mendapatkan Salwa--neneknya, yang duduk di ruangan itu juga. Kalau udah kaya gini, pasti ada sesuatu yang akan dibicarakan. Pasti untuk beberapa hari kedepan ia akan sering bertemu dengan keluarga besarnya. Alva benci itu.
"Alva. Kamu udah turun? Salam dulu oma kamu," ujar Vina--mamanya Alva. Alva menuruti perintah Vina. Ia berjalan mendekati Salwa dan merangkai senyuman yang bahkan dunia tau kalau senyuman itu sangat dipaksakan. Salwa menyalami cucu laki-lakinya itu. Tapi, Alva merasa bahwa Salwa ogah-ogahan untuk menyentuh tangan Alva.
Bukan karena Alva terlalu negative thinking. Tapi, Alva bisa membedakan bagaimana Salwa memperlakukan dia dengan Clairine. Sangat beda. Bukannya ia merasa iri dengan adiknya sendiri. Bahkan Alva sangat mencintai adiknya, karena cuman Clairine yang memperlakukan Alva dengan adil di rumah ini. Tapi terkadang Alva sadar, Clairine melakukannya karena adiknya itu belum tau yang sebenarnya.
Clairine belum tau tentang rahasia di keluarganya.
![](https://img.wattpad.com/cover/29372119-288-k920622.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Teen FictionJessica yang baru saja diputuskan oleh pacarnya memilih untuk melampiaskan semua kekesalannya di bar. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan seseorang yang bernasib sama dengannya, Alvaro. Awalnya ia hanya memanfaatkan Alva sebagai tempat hiburannya disaa...