Chapter 16

425 20 3
                                    

H. A. P. P. Y.
R. E. A. D. I. N. G

🍁


"JANGAN DIAM SAJA! CEPAT BERTINDAK SEKARANG JUGA!" Kalau sudah berada disituasi seperti ini, Raffan akan sulit menahan amarahnya.

Ingin meledak!

Raffan melangkah lebar menuju ruangannya, lalu ia segera menjatuhkan tubuhnya di kursi dengan mendongakkan kepalanya.

Hari ini cukup menguras tenaga serta emosinya.

Tangannya bergerak menjambak rambutnya frustasi. "ARGH!"

Teriakannya seketika terhenti saat mendengar dering ponselnya. Ternyata satu panggilan masuk dari sang istri. 

"Assalamualaikum, sayang!"

Raffan tersenyum, walaupun pikirannya masih acak-acakan, tapi Viona selalu menjadi mood booster-nya.

"Waalaikumussalam. Ada apa Vio? Apa mualnya semakin parah?" tanyanya khawatir.

"Alhamdulillah, udah nggak mual kok, Mas. Tadi sudah dibuatin wedang jahe sama Bu Mila, Mas."

"Syukurlah. Ada apa telepon?" tanya Raffan lagi.

"Kamu lagi sibuk nggak, Mas?"

"Baru aja selesai meeting. Kenapa, sayang?"

"Heummmm... Boleh minta tolong beliin aku ketoprak nggak, Mas? Aku pengin banget makan ketoprak yang kamu beliin, Mas. Pliissss."

Istrinya kembali mengidam ternyata.

"Boleh banget dong, sayang."

"Tapi ...."

Raffan mengernyit. "Tapi kenapa sayang?"

"Aku pengin ketoprak yang didekat rumahku," jawab Viona sedikit takut.

Raffan mengusap wajahnya pelan. Rumah Viona jaraknya lumayan jauh dari kantornya. Dan bisa menghabiskan waktu hampir setengah jam perjalanan, itupun kalau Jakarta disiang ini tidak terlalu macet.

Tak kunjung mendapat respon sang suami, Viona kembali bersuara, "kalau emang nggak mau, gak papa. Aku bisa pergi sendiri minta ditemenin Mom—

"Bisa, kok! Bisa! Kamu tungguin aku pulang, ya. Pasti aku belikan sayang," potong Raffan tersenyum getir dibalik telepon.

"Makasih sayang! Hurry up please!"

"Hmm ..."

🍁

Sungguh, hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Raffan.

Urusan kantor belum benar-benar selesai, sekaligus ia harus menjadi suami siap siaga untuk ibu hamil.

Beruntunglah, siang ini jalanan tidak terlalu macet. Jadi Raffan bisa cepat membelikan pesanan sang istri dan segera membawanya pulang.

Sesampai di rumah...

Kedua kaki Raffan berjalan cepat memasuki rumah. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara kegaduhan di dalam rumahnya.

"Mama bilang apa ke kamu! Kalau jangan ya jangan! Lifia ngerti gak sih?"

"Mama itu capek dari tadi, tapi tingkah kamu itu kelewatan Lifia!"

"Lihat! Jadinya kamu jatuh, kan?"

"Jangan nangis!" Bentakan demi bentakan dari Viona terus terlontar untuk Alifia.

"VIONA!" teriak Raffan menggema diseluruh ruangan rumah itu.

Viona terperanjat melihat kedatangan suaminya itu, sedangkan atensinya dapat melihat Alifia yang jatuh telungkup dengan kepala sedikit lebam, tak luput dengan luka dibibir putrinya itu.

"Mas ...."

"BU MILA! Tolong bawa Alifia, dan cepat obati!" Bu Mila datang dengan napas tergesa, lantas ART itu mengangguk patuh dan bergerak cepat atas perintah sang tuan rumah.

Setelah Bu Mila membawa Alifa ke kamar, Raffan mendekati sang istri dengan tatapan tajam. Menakutkan. Amarahnya sontak semakin menggebu-gebu.

"KAMU TAHU, APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN!" Bentakan Raffan membuat Viona terperanjat lalu menunduk takut. Badannya bergetar.

Bibir Viona membeku.

"Lihat aku, Vio!" Tanpa rasa sabar lagi, Raffan meraih rahang istrinya, hingga keduanya saling tatap dengan aura yang sudah sangat berbeda.

Sungguh, Viona takut.

"Apa ini yang kamu lakukan pada Lifia saat aku kerja? Iya?! Jawab!"

Bulir-bulir air mata Viona mengalir diiringi rasa takut yang mendalam, apalagi melihat tatapan amarah Raffan.

"M-mas ... Dengerin a—

"Apa yang mau kamu jelasin lagi, Vio?! Sikap kamu udah keterlaluan! Aku kecewa sama kamu! Aku tau, kamu bukan ibu biologisnya, tapi sikap kamu itu udah buat hatinya sakit! Lifia itu sayang sama kamu. Waktu kemarin kamu kesakitan, dia nangisin kamu terus, tapi, kenapa kamu tega bentak-bentak Lifia kayak tadi?"

Viona bungkam. Hatinya seolah tercabik hebat dengan kemurkaan suaminya.

Raffan mengibaskan tangannya ke udara, kecewanya semakin menjadi. "Memang benar, dimana-mana ibu tiri itu tidak pernah baik."

Mendengarnya, Viona mengangkat wajahnya. Kenapa Raffan seperti ini?!

"Mas.... Kamu...."

"Kamu itu enggak pantas jadi seorang ibu!" Murka Raffan, melempar kantong plastik ditangannya ke lantai, lalu meninggalkan Viona dengan isak tangis yang berderai.

"Aku kecewa sama kamu, Raf."

Move yaaa ke akun teman kolabku iamfildha

🍁

Author:

Holaaaa guys!

Publikasi cerita ini mulai besok full chapter ada di akunku ya...

Semoga kalian makin suka sama ceritanya

Thanks for your comment, like and attention!

We love you guys!

See youuu

H̶a̶p̶p̶y̶ With You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang