C 1

2.1K 151 6
                                    

Di sebuah kota terdapatlah kedua kakak dan adik sedang menaiki angkot. Mereka berdua adalah Doyoung dan Renjun. Mereka berdua telah berangkat menuju sekolahnya. Sudah kebiasaan mereka setiap hari memang seperti itu. Menaiki angkot untuk berangkat ke sekolahnya itu terkesan sederhana bisa juga menghemat uang.

Mereka hanya tinggal bersama pamannya. Sejak kejadian meninggalnya kedua ayah dan ibu, pamannya lah yang mengurus mereka berdua. Tetapi mereka pernah menolak tawaran pamannya untuk tinggal bersamanya dulu hanya karena takut merepotkan. Pamannya tetap saja memaksa mereka untuk tinggal bersamanya karena mereka masih terlalu kecil.
Toh kalau mereka tinggal bersama pamannya, justru pamannya merasa tidak kesepian karena ada mereka.

Istri dari paman mereka telah meninggal satu tahun yang lalu karena menderita penyakit jantung.

Kini mereka berdua lah yang menjadi harta bagi pamannya yang ditinggal oleh istrinya.

Hembusan angin alami dari jendela angkot telah membuat rambut mereka berdua berantakan. Saat sampai mereka pasti akan merapikan rambutnya terlebih dahulu agar tidak diejek oleh teman-teman di sekolah.

Mereka berdua masih sekolah dasar Renjun hanya berbeda dua tahun dengan Doyoung. Renjun baru menempati kelas tiga sedangkan kakaknya sudah menempati kelas enam. Walaupun pamannya tidak memiliki uang hanya orang sederhana mereka masih bisa sekolah berkat beasiswa yang mereka dapat. Kata wali kelas mereka beasiswa akan diperpanjang ketika mereka terus berprestasi. Tidak salah kalau mereka mendapatkan itu mereka pintar anak yang sering berprestasi. Berkat beasiswa ini mereka sedikit lega tidak terlalu banyak merepotkan pamannya.

Setiap mereka pulang sekolah mereka selalu saja membantu pamannya berjualan di jalan raya kota. Mereka menjual topi sederhana buatan pamannya. Topi-topi yang pamannya buat itu terlihat cukup bagus. Harganya juga sederhana. Pamannya pernah bilang kalau berdagang tidak boleh mendapatkan untung terlalu banyak. Sama saja itu perbuatan yang tercela. Mereka hanya menurut akan semua perkataan pamannya, tidak pernah sama sekali membantah.

Akhirnya mereka tiba di sekolah dasar Neo City.

Setiap mereka masuk Doyoung terlebih dahulu menghantar adiknya ke kelasnya. Takut kenapa-kenapa fikirnya. Doyoung memang anak yang sering berfikir buruk. Sedikit-sedikit Doyoung khawatir dengan adiknya yang menghilang dari sekolah. Padahal Renjun hanya membeli barang yang ia butuhkan di toko depan sekolah. Karena sifat Doyoung itu membuat teman sekelasnya tertawa terbahak-bahak. Pantas sih seorang kakak itu khawatir tidak salahkan?

"Nah udah sampai, belajar yang rajin ya adik kakak yang ganteng." Ucapnya seraya mengelus-elus rambut sang adik.

"Iya kakak ganteng, kakak juga!"

"Iya, sana masuk." Renjun menurut ia pun masuk ke kelasnya. Doyoung hanya tersenyum melihatnya.

Doyoung berjalan menuju kelasnya. Tiba-tiba saja ada dua anak yang menghalanginya untuk melanjutkan jalan. Siapa lagi kalau bukan Taeyong dan Jaehyun? Mereka berdua adalah sahabat Doyoung. Sudah dari semenjak kelas satu mereka bersahabat. Susah senang bersama.

"Hai Doyoung pagi."

"Pagi juga Yong, Jae."

"Ke kelas yuk bareng kita."

"Yaudahlah hayuk."

Mereka bertiga saling merangkul pundak sama lain. Lalu berjalan menuju kelas mereka dengan sebuah senyum yang selalu mereka tampakkan ke semua kalangan murid di sini. Mereka bertiga banyak digemari oleh banyak murid karena kecerdasan mereka, terutama lagi murid perempuan.

Tetapi walaupun selalu disapa, diajak foto, diminta tanda tangan segala macam. Mereka tetap menolak. Bukan karena sombong tetapi mereka hanya tidak ingin menjadi sosok yang terlalu berlebihan di kedepan nantinya.

-

Selesai jam pelajaran Doyoung keluar dari kelasnya. Yang benar saja sudah ada adiknya yang terduduk lemas di bangku depan kelasnya. Mungkin adiknya terlalu lelah menunggunya lama. Karena adiknya sudah pulang dari jam sebelas siang tadi sedangkan Doyoung ia baru pulang sekitar jam satu siang.

Doyoung sigap memegang pundak kecil adiknya pelan. Adiknya terkejud lalu menegakkan badannya. Melupakan semua yang ada di fikiran entah apa tadi.

"Maaf ya kalau harus kayak gini terus."

"Gapapa kok kak, Renjun udah biasa kok sering kayak gini. Untungnya tadi ada temen yang mau nemenin bicara ya walaupun sebentar tetapi lumayan lah." Doyoung merangkul adiknya.

"Ayo pulang, abis itu kayak biasanya kita susul paman buat bantu jualan oke?" Adiknya hanya mengangguk lucu.

-

Setelah mereka sampai. Sudah terlihat pamannya yang melayani banyak pembeli di seberang sana. Kakak adik itu tersenyum senang dagangan pamannya hari ini banyak yang membeli. Segera cepat mereka menghampiri pamannya.

"Paman! Kita bantunya!"

"Baiklah kalau begitu, kalian memang anak rajin." Ucap pamannya tersenyum.

Lama mereka melayani pembeli akhirnya selesai juga. Doyoung, Renjun dan juga pamannya terduduk di karpet yang pamannya gelar. Karpet yang sederhana itupun sudah membuat mereka istirahat dengan nyaman ketika kelelahan.

Pamannya menghitung penghasilan hari ini. Karena sudah melebihi cukup. Pamannya memerintah Doyoung dan Renjun membereskan dagangan karena akan pulang setelah ini.

Di perjalanan tidak sengaja Renjun melihat ada yang menjual ayam. Tentu saja makanan yang dijual itu sangat enak sehingga membuat mata Renjun tidak berhenti untuk menatapnya. Renjun memang selalu begitu tetapi ia tidak pernah bilang ke paman sama kakaknya selama ini bahwa ia teringin membeli itu. Karena makanan yang dijual cukup mahal. Paman melihat akan hal itu. Ia terkekeh lalu memberikan uang ke Renjun mungkin itu cukup untuk membeli sekitar dua ayam. Renjun mendongak melihat pamannya ia lalu mendorong tangan paman yang terulur untuk memberi uang.

"Tidak usah paman... Renjun hanya ingin lagian juga suatu saat Renjun bakal bisa makan itu. Cukup melihatnya saja sudah membuat Renjun puas."

"Sudahlah jangan menolak, beli saja sana uang ini cukup mendapatkan sekitar dua ayam satu untukmu dan satu untuk kakakmu. Ayo udah gak usah malu-malu." Renjun akhirnya menerima uang itu.

"Em yaudah deh paman... makasih ya! Ayo kak kita beli pasti rasanya enak banget." Doyoung hanya mengangguk lalu mengikuti adiknya menuju ke sana.

-

Mereka segera menyantap makanan yang baru saja mereka beli di rumah sang paman. Begitu bersyukur mereka akhirnya bisa merasakan makanan yang sudah lama tidak pernah mereka rasakan semenjak ayah dan ibu meninggal.

Donghae sang paman melihat mereka makan yang begitu lahap membuatnya tidak tega jika kehidupan mereka seperti ini terus menerus, jauh lebih beda seperti dulu kehidupan mereka yang layak. Di mana mereka selalu dibelikan apa yang mereka mau oleh ayahnya. Karena dulu ayahnya memiliki banyak perusahaan di luar negeri. Tetapi karena semuanya bangkrut jadilah mereka seperti sekarang.

Karena mereka sudah merasa kenyang mereka akhirnya tertidur lelap di sofa yang tidak begitu empuk. Donghae menggeleng juga terkekeh lalu menggendong mereka berdua dan ia bawa ke kamar.

--

Jadi cerita yang saya ketik cuma sampai 1000 kata doang
Kadang lebih si wkwk
Maaf kalo terlalu pendek menurutku ini udah cukup
Semoga suka dengan chapter pertama🍃
Voment ges wkwk


Pedih || RenDoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang