C 10

670 74 3
                                    

Yuta berseru senang melihat mangsanya tersiksa sampai melepuh seperti ini. Dia mengasih lebih lagi minyak panas itu ke Lonjwin. Biarlah melepuh Yuta tidak akan peduli. Lagian nanti juga akan mengering jika dikasih obat bukan? Fikir Yuta. Dan beda lagi kalau Lonjwin dibunuh. Obat apapun tidak akan mengembalikan lagi nyawanya.

Baru saja beberapa menit Lonjwin merasakan panas dan perihnya minyak yang terkena disekujur tubuhnya. Kini Yuta menarik kerah bajunya. Ia dipukuli lagi. Lagi lagi dipukuli. Entah sudah berapa banyak lebam yang ia dapat. Satu kata untuk Yuta. Iblis.

Sudah satu jam ia disiksa oleh Yuta ternyata minyak itu sudah melepuhkan seluruh tubuhnya yang terkena dengan minyak. Jijik. Jijik jika kalian melihat tubuh Lonjwin. Sudah banyak darah. Melepuh. Ada juga yang keluar nanah. Setelah satu jam disiksa akhirnya Yuta pergi dari situ. Membiarkan makhluk kecil yang usai disiksa itu di gudang yang penuh serangga dan gelap. Yuta juga tidak lupa mengunci pintu gudang.

Lonjwin berharap ia akan bertahan lama. Ia masih ingin bersenang-senang walaupun itu hanya sekedar impian. Ingin sekali ia terbebas dari semua kejahatan ini. Merasakan kebahagiaan pelukan hangat oleh sosok yang ia sayangi saja sudah cukup. Ia membutuhkan itu sekarang. Tetapi ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri. Merenung, menatap lantai dengan tatapan kosong.

"Aku masih memiliki kesempatan hidup, aku akan bertahan sebisa mungkin aku bertahan sampai mendapatkan pelukan hangat dari orang yang aku sayang entah siapa itu."

"Aku yakin akan mendapatkan pelukan itu. Dan walaupun aku baru mendapatkannya ketika aku sudah tidak bernyawa pun tak apa."

"Aku sudah cacat, dan lebih lagi tubuhku hancur penuh luka apa mungkin ada orang yang ingin memelukku?"

"Bisa saja kalau luka ini tidak akan ku obati, badanku akan menjadi seperti bangkai tikus yang memiliki bau tak mengenakkan."

"Aku hanya berharap Ya Tuhan, hanya itu. Tidak lebih."

Lonjwin dengan semua ucapan yang ia lontarkan. Memang itu yang ia inginkan. Walaupun dunia tidak adil dengannya. Tetapi apa tidak bisa hanya diberikan setitik kecil keadilan untuknya? Pasti bisa. Lonjwin yakin itu. Tetapi entah kapan akan terjadi. Takdir tidak pernah tahu. Hanya Tuhan yang mengetahui semuanya.

Malam telah tiba. Angin semilir memasuki jendela gudang. Lonjwin masih dengan badan yang ia peluk itu. Tidak ada barang sama sekalipun untuk menghangatkan tubuhnya. Hanya kedua tangannya yang ia punya. Perutnya juga sudah keroncongan. Tetapi walaupun ia makan nanti ia tidak akan mood karena pasti perutnya tidak akan mendukung kalau ia makan. Bisa saja nanti muntah malah. Merepotkan orang jadinya. Dan bisa membuat dua singa itu marah.

"Dingin."

"Aku ingin mendapatkan pelukan hangat itu sekarang."

"Aku juga ingin segera mengobati lukaku ini."

"Tetapi pintu masih saja terkunci."

"Aku hanya takut badanku akan menjadi bangkai tikus nyata kalau tidak segera diobati nanti."

Tiba-tiba saja kepala Lonjwin sakit. Ia mengingat sesuatu. Mengingat masa lalu yang tidak terlalu begitu jelas di fikirannya. Canda tawa seorang kakak dan adik. Sosok orang yang memberikan senyum tulus kepadanya. Memberikan ketenangan, tempat berkeluh kesah, pelukan hangat. Ia pernah mengingat kalau ia dulu mendapatkan itu. Tetapi siapakah yang memberi semua itu? Di mana dia sekarang? Ia ingin bertemu dengannya.

"Arghh.. siapa dia? Dan kenapa kepalaku tiba-tiba saja sakit?"

"Aku ingin menemuinya... Tuhan tolong pertemukan aku dengannya."

"Dialah kebahagiaanku."

"Dan kenapa di ingatanku tidak begitu jelas sosok itu?!"

"Arghh!!" Lonjwin memukul-mukul kepalanya agar bisa mengingat lagi siapa sosok itu.

Pedih || RenDoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang