Fitri menarik senyum melihat Ican yang sudah duduk santai disalah satu sudut kedainya. Perempuan bersurai coklat itu memutuskan untuk menghampiri.
"Udah lama?" tanya Fitri sembari menarik kursi didepan Ican.
Pemuda itu menoleh, memamerkan senyum manisnya lalu menggeleng.
"Tumben baru dateng? Darimana?"
"Nganter Ayah dulu tadi ke klinik" jawab Fitri yang tanpa sadar jadi teringat pemuda ganteng yang ternyata seorang dokter muda.
Ican menegak kaget, "Ayah sakit?"
Fitri mengangguk, "tapi kata dokter nya gakpapa sih, cuma batuk biasa"
Ican mengangguk paham.
"Eh, kamu udah tahu belum kalo di klinik ada dokter baru?" ujar Fitri menggebu bahkan sampai memajukan badannya.
Ican terkekeh pelan, "mulai nih ghibahnya?"
Fitri mendecak, kembali memundurkan tubuhnya.
"Mau cerita bukan ghibah" ujar perempuan itu kesal.
Ican malah tertawa, "iya-iya. Jadi gimana? Siapa dokternya emang?"
Fitri menghela nafas, dia tak tahu jawaban dari pertanyaan Ican. Karena selama pemeriksaan ayahnya, perempuan itu hanya diam sembari mencuri pandang ke arah dokter ganteng tadi. Bahkan dia tak berniat menyapanya.
"Kok bengong?"
"Gak tahu aku, Can, kayaknya bukan orang sini sih"
Ican tertawa kecil, "ya jelas bukan orang sini lah Fit, orang dikampung kita yang kuliah aja bisa dihitung jari"
Fitri mengangguk, emang bener sih.
Selanjutnya keduanya kembali mengobrol seperti biasa. Ican juga kembali usil seperti biasanya. Hingga jam istirahat atau jam dua belas membuat perempuan itu harus berpamitan karena kedai nya mulai ramai. Ican juga pamit karena sudah masuk shift nya disalah satu pabrik di kotanya.
Fitri mengambil apron di belakang lalu kembali ke depan, ke meja bar pembuatan kopi seperti biasa. Disana juga ada Rara yang sudah masuk kerja.
"Mbak"
Fitri menoleh, "kenapa, Ra?"
"Ada yang pesen kopi, tapi harus Mbak Fitri yang buat" Fitri mengerutkan kening bingung.
"Emang buatan kamu gak mau?"
Rara menggeleng, "kasian dia udah nunggu lima belas menit yang lalu" Fitri mendelik tak paham, siapa yang rela nunggu lima belas menit hanya untuk kopi buatannya? Padahal Rara juga salah satu barista hebat dikedai Singgah'Kopi.
"Apa pesanan nya?" tanya Fitri mulai menyiapkan alat perangnya.
"Es americano, 4 shot"
Tubuh Fitri seperti diperintahkan untuk diam selama beberapa detik. Lalu setelah nya tanpa babibu perempuan itu langsung membuat kopi pahit itu.
Setelah nya sibuk mencari sang pemilik kopi pahit itu dan menemukan disudut meja, tempat yang bersebrangan dengan tempat nya dan Ican tadi.
"Selamat siang Pak dokter" sapa Fitri ramah ketika sampai didepan Jevan.
Laki-laki itu menoleh lalu tersenyum manis. Senyum yang seolah memiliki magnet yang kuat untuk Fitri.
"Selamat siang ibu barista" sapa Jevan balik, lalu keduanya kompak tertawa atas ucapan nyeleneh mereka sendiri.
"Kopi saya?" tanya Jevan melirik kopi ditangan Fitri. Perempuan itu langsung menyerahkan gelas cup berisi es kopi pada pemilik nya.
"Duduk aja, siapa tahu pengen kenalan" ujar Jevan sebelum menyeruput minuman nya lewat sedotan. Terlihat memejamkan mata seolah menikmati satu tegukan yang baru saja lolos di tenggorokan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] FITRI ✔
Short StoryWINTER X JAEMIN AESPA LOKAL . Tahu mitos Sunda-Jawa? Itu yang tengah Fitri dan Jevan alami menjelang pernikahan mereka. . Wajah yang saya pakai hanya untuk pemanis, jadi alur cerita disini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemilik wajah. Disc...