Part 13 Menentukan.

417 101 13
                                    

"Udah bilang ican belum?"

Fitri menggeleng lemah, terdengar helaan nafas dari sebuah layar yang menampilkan visual mas Faris di kosannya.

"Kamu ragu sama jevan?"

Fitri mendongak lalu menggeleng kecil.

"Aku takut nyakitin perasaan Ican Mas" ujar Fitri pelan.

Gadis itu bingung sejak dua hari yang lalu, dimana Jevan mengungkapkan keinginan baiknya. Fitri terus menerus dibuat pusing dengan sosok Ican yang masih belum mengetahui apapun.

"Fit, dengerin mas. Kalo kamu pilih jevan bilang ke ican, walaupun gak ada status diantara kalian tapi kamu pasti paham kalo ican juga ingin serius sama kamu. Dia berhak tahu, lebih baik sakit sekarang dengan kamu kasih tahu, daripada nanti ketika dia pulang dan malah mendapati kamu udah jadi istri orang" ujar mas Faris serius. Dirinya sudah sering menjadi tempat keluh kesah adiknya.

"Tapi Ican lagi dikota orang mas, dia sendiri juga disana. Fitri takut Ican kenapa-kenapa. Mas Faris tahu sendirikan Ican gimana orangnya?"

"Mas percaya Ican akan baik-baik saja fit, kamu tetap harus kasih tahu dia. Dia masih hubungi kamu kan?" tanya mas Faris yang diangguki Fitri.

"Nah, itu. Gimana bisa kamu yang sebentar lagi jadi istri jevan tapi masih berhubungan dengan laki-laki lain? Gimana kalo jevan tahu?"

"Fitri gak akan bales atau angkat telfon dari Ican lagi, Mas"

"Tanpa ngasih tahu alasannya?"

Fitri diam.

"Kasih tahu ican. Sehabis telfon mas kamu langsung telfon dia. Kasih tahu kalo kamu gak bisa nunggu dia lagi"

"Jangan jadi perempuan egois fit"

Fitri menunduk, ucapan mas Faris langsung mengenai hatinya. Seolah menamparnya secara keras.

"Iya Mas, maaf dan makasih ya Mas" ujar Fitri lirih.

Mas Faris diseberang sana tersenyum hangat, ingin rasanya dia memeluk adik kesayangan nya yang sudah sedewasa sekarang.

"Sama-sama. Bilang ke ibu sama ayah jumat mas pulang"

Fitri membenarkan posisi nya menjadi duduk.

"Mas mau pulang lagi? Kan kemarin baru pulang" bukannya gak senang mas nya pulang tapi Fitri merasa aneh saja mas nya pulang lagi padahal pemuda itu belum genap seminggu kembali bekerja.
"Kamu kan mau lamaran, masa mas gak hadir" jawab mas Faris. Pemuda itu terlihat mengotak-atik kipas angin dengan satu tangannya. Sepertinya kipas dikostan Masnya rusak.

"Terus kerjaan Mas Faris gimana? Kalo gak bisa gak usah pulang gak papa Mas. Masih lamaran, pulangnya nanti aja kalo udah ijab" ujar Fitri merasa tak enak hati.

"Gakpapa. Masalah kerjaan gampang. Uwes kono ndang telfon ican. Mas mau tidur. Wassalamualaikum"

"Walaikumsalam" jawab Fitri pelan karena telfon sudah terputus secara sepihak.

Perempuan itu berjalan pelan menuju jendela kamarnya yang terbuka. Dinginnya angin malam menerjang wajah cantik nya.

Fitri mengigit bibir bawahnya gugup. Masih memikirkan apa yang harus dikatakan pada Ican.

"Nduk"

Fitri tersentak kecil, lalu menoleh ke arah ibunya yang berada diambang pintu kamar.

"Kenapa Bu?"

"Ada nak Jevan di depan" lapor ibu sebelum kembali melewati kamarnya.

Fitri menghela nafas, terpaksa mengurungkan niatnya menelfon Ican dan menemui Jevan yang duduk sendirian diteras rumah.

[2] FITRI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang