Part 7 Martabak toping Cinta katanya

470 119 7
                                    

Karena waktu mereka berangkat masih sangat pagi, tentu saja bengkel yang mereka tuju belum buka. Apalagi sekarang masih jam setengah tujuh kurang.

Akhirnya mereka membiarkan sepeda  disana dengan secarik kertas berisi tulisan tangan Jevan yang meminta perbaikan di sepedanya.

Fitri menunggu pemuda itu menyenderkan sepeda tua milik Simbah batang pohon jambu depan bengkel.

"Jadi pengen martabak" gumam Fitri belum menyadari kalo Jevan sudah berdiri disampingnya.

"Kenapa Fit?"

"Ha? gakpapa mas. Yok berangkat" ujar Fitri memundurkan diri untuk duduk di jok bagian belakang.

Jevan melirik jam tangannya lalu menatap Fitri sebentar.

"Sarapan dulu ya, masih ada waktu kok"

"Aku gak biasa sarapan sih mas. Hehe" jawab Fitri canggung, karena dirinya memang tak pernah sarapan. Terakhir dia sarapan itu waktu sekolah dasar.

Jevan menanggapinya dengan senyum seperti biasa.

"Cari sarapan dulu ya. Gak baik kalo sering-sering lewatin sarapan apalagi tadi pagi kamu minum kopi" ujar Jevan lembut. Awalnya Fitri mau menolak tapi ya gak enak juga.

"Yaudah, hayuk. Mau sarapan apa, Mas?" tanya Fitri.

Senyum Jevan semakin merekah, "kamu tahu tempat sarapan yang udah buka belum?"

Fitri menggeleng.

"Kita cari aja kalo gitu, apa aja mau kan?" tanya Jevan mulai naik ke atas motor Fitri.

"Apa aja kalo aku mah" sahut Fitri yang membuat Jevan terkekeh.

"Abis ini kamu mau kemana?"

"Ke kedai?" jawab Fitri tak yakin.

"Bukan nya buka jam sepuluh?"

"Iya sih. Mungkin pulang lagi? Atau kalo aku bantuin di klinik aja gimana? Gak papa kan?"

"Gakpapa" sahut Jevan kalem.

"Mas Jevan kalo ke kedai naik apa? Aku baru sadar Mas Jevan belum punya kendaraan pribadi" tanya Fitri agak mencondongkan wajahnya.

Surai sepunggungnya berkibar terkena terpaan angin.

"Naik apa aja. Kadang ojek kadang bus yang biasa lewat kedai kamu" jawab Jevan seadanya. Pemuda itu menghentikan laju sepeda motornya di depan sebuah gerobak bubur ayam.

"Kenapa gak pesen lewat online aja deh Mas? tinggal dianter" tanya Fitri turun dari motor dan mengekor Jevan.

Pemuda itu memesan sarapan mereka sebentar sebelum mengajak Fitri duduk dikursi plastik samping gerobak.

Jevan menggeleng pelan, "saya yang mau sendiri ke tempat kamu" Fitri hanya mengangguk karena bubur mereka sudah datang. Keduanya kompak hening dan menikmati sarapan masing-masing.
Fitri sebenarnya tidak berselera karena dia tidak terbiasa sarapan tapi sepertinya Jevan paham dan mengajak perempuan itu berbincang hal yang menyenangkan sambari makan, jadi tanpa sadar Fitri bisa menghabiskan satu mangkok bubur.

Keduanya kembali melanjutkan perjalanan menuju klinik yang tak jauh dari tempat mereka sarapan.

"Mas Jevan nanti siang ke kedai gak?" tanya Fitri dari jok belakang.

"Iya"

"Bareng Fitri aja gimana? Nanti aku ke kedai jam dua belas gak masalah" ucap Fitri.

"Emang boleh? Gak dimarahin kamu datang terlambat?"

"Siapa yang marahin?"

"Atasan kamu?" jawab Jevan tak yakin.

Fitri yang mendengar itu sontak tertawa membuat Jevan meliriknya sekilas lewat kaca spion.

[2] FITRI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang