Part 12 Dua Rumah

422 105 29
                                    

"Iya, Walaikumsalam" tepat setelah mengakhiri panggilan dari Ican via telfon, Fitri menghela nafas. Dibaringkan tubuh mungil nya di atas kasur berseprai monokrom itu.

Tak terasa sudah dah seminggu lebih Ican merantau dan selama itu juga sejak ia pergi ke acara pernikahan bersama
Jevan, yang mana tanpa sengaja membuat kedua nya semakin dekat.

Menatap langit-langit kamarnya, Fitri menerawang kembali ucapan Mas Faris sebelum pria itu kembali ke tempat perantauannya.

"Jujur, kamu nyaman juga kan sama dokter muda itu?"

Fitri terdiam, terlihat tak mampu menjawab pertanyaan sederhana mas nya.

Mas Faris menggeser duduk nya agar bisa menepuk pelan kepala adik kesayangan nya.

"Ican itu laki-laki yang baik, mas kenal dia sejak kecil karena sering main bareng. Dia juga laki-laki yang bertanggung jawab dan sayang keluarga. Cuma ya dia memang menggampangkan segala hal, makanya sekarang masih keliatan luntang-luntung.tapi mas percaya sih dia gak akan biarin kamu susah, Kalo kamu masih mau nunggu dia ya gak papa" mas Faris menatap sayang Fitri yang anteng mendengar nya.

"Kemarin malam Mas banyak ngobrol sama Jevan" Mas Faris menjeda ucapan nya. Ditatapnya manik Fitri yang tanpa sadar sedikit berbinar penasaran. Mas Faris mengulas senyum tipis.

"Dia minta ijin sama Mas, katanya dia sayang sama kamu. Tapi dia gak mau jadiin kamu pacar, dia mau nya kamu jadi istrinya. Kamu kayaknya perlu siap-siap karena mungkin dalam waktu dekat dia bakal lanjut minta ijin ke Ayah sama Ibu" jelas Mas Faris tenang.

Fitri tertegun ditempat nya. Ada debaran menyenangkan tak kala mendengar runtutan kata dari Mas Faris tentang niat baik Jevan, tapi ada sisipan perasaan gelisah yang turut andil disana. Tiba-tiba hatinya merasa bersalah pada ican yang hampir tiap malam selalu menghubungi nya.

Tapi hatinya tak bisa berbohong kalau Jevan mampu menggeser posisi Ican dengan mudahnya.

"Pilih rumah kamu Fit, jangan terlalu lama berada di dua rumah. Apapun keputusan kamu Mas pasti dukung"

.

"Nduk"

Fitri tersentak kaget tak kala pundaknya di senggol pelan oleh ibunya yang menatapnya heran.

"Ngelamun apa? Ibu panggil dari tadi loh. Liat tuh sampe nak Jevan panik takut kamu kenapa-napa" ujar ibu nya, seketika Fitri menoleh ke arah pintu kamar dimana ada Jevan yang menghela nafas lega. Laki-laki itu tidak masuk ke dalam kamarnya, hanya berdiri diluar pintu kamar dengan raut khawatir.

Fitri menunduk, dia lupa kalo malam ini Jevan mengajaknya keluar.

"Belum ganti baju ta kamu? Hadeh, lupa pasti nih. Sana cepet ganti baju biar pulangnya gak kemaleman nanti" cerewet ibu yang segera dituruti Fitri.

Gadis itu kembali termenung tak lama setelah ibu keluar bersama dengan pintu kamarnya yang kembali tertutup.

Kembali menghela nafas sebelum beranjak menuju lemari pakaian.

Mas Faris benar, Fitri tidak boleh tinggal di dua rumah berbeda. Akan lebih nyaman jika ia memiliki satu rumah yang nyaman untuk sisa hidupnya.

.....

Fitri memejamkan matanya nyaman, menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Duduk berboncengan dengan Jevan yang fokus mengendarai motor matic milik gadis itu.

Dengan jemari yang memegang erat ujung jaket jeans milik Jevan, Fitri tiba-tiba tersenyum. Perempuan itu mendadak membayangkan adegan Dilan dan Milea yang berboncengan ditengah hujan. Bedanya kini mereka berdua hanya diterpa dinginnya angin malam.

[2] FITRI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang