Part 9 Tentang Menikah

455 108 1
                                    

Beberapa hari terakhir ini Fitri disibukkan sama banyak hal di kedai nya. Karena salah satu pegawainya yang berada dibagian bakery mengundurkan diri. Jadi, Fitri harus mengurus banyak hal termasuk mencari pegawai baru yang mahir dibidang bakery.

Tidak mudah untuk mendapatkan pegawai yang sesuai karena minimal mereka harus punya pengalaman dibidang bakery sebelum nya.

Apalagi Fitri termasuk orang yang cukup perfeksionis.

Fitri tersentak kaget tak kala ponselnya tiba-tiba berdering ditengah keheningan yang terjadi karena hanya ada Fitri diruang pribadinya.

Tertera nama Ican disana.

"Assalamualaikum. Kenapa Can?" tanya Fitri langsung. Perempuan itu seperti enggan digangu tapi tak enak bila mengabaikan.

"Lagi di kedai ya?"

Fitri melemaskan tubuhnya disenderan kursi, mata nya menerawang beberapa berkas diatas meja. Dari para pelamar kerja.

"Iya"

"Metu dilut coba" ('keluar sebentar coba')

"Gak bisa. Lagi sibuk" jawab Fitri jujur.

"Cuma mau pamitan kok. Bentar aja. Aku wes ning ngarep" ('aku sudah didepan')

Fitri menghela nafas sebelum mengiyakan. Perempuan itu bergegas ke depan dan segera menemukan Ican yang duduk dikursi pojok seperti biasa.

Ican memang sering duduk disana jika berkunjung ke kedai nya. Tidak pernah mencolok dengan kaos yang dilapisi kemeja flanel dan celana belel tak lupa sepatu lusuh kesayangan nya.

Selalu seperti itu. Gak tahu deh apa Ican memang punya lusinan baju yang sama atau laki-laki itu malas mengganti pakaian nya.

Tapi sepertinya hari ini ada yang berbeda.

Pemuda yang kini melempar senyum jenaka nya ke arah Fitri itu terlihat rapi hari ini.

Hoodie hitam dan celana jeans tak lupa tas besar yang tergeletak di samping kursi pemuda itu.

Entah kenapa suasana hati Fitri semakin memburuk.

"Pergi hari ini?" tanya Fitri duduk dihadapan Ican. Ingatkan, kalau Ican bakal pergi merantau lagi?

Pemuda itu mengangguk. Masih dengan senyum khasnya. Jenaka yang manis.

"Mau pamitan aku"

"Iya" jawab Fitri seadanya. Padahal kalau boleh jujur Fitri agak tidak rela ditinggal Ican. Cuma ekspresi wajah Fitri lempeng seolah biasa saja.

"Aku mau pergi, kok kamu gak sedih gitu sih Fit?" ujar Ican yang nampak kecewa dengan respon Fitri.

"Ya ngapain sedih. Sejauh-jauhnya kamu pergi pasti balik juga"

Ican tersenyum lalu mengangguk.

"Bener juga sih. Tapi mbok ya muka nya jangan lempeng-lempeng ta Fit. Sedih kek atau nangis gitu walau cuma akting gakpapa. Biar keliatan keren aku nya" ujar Ican diakhiri kekehan.

"Keren gundul mu. Mau dianter sampe terminal gak?" tanya Fitri, sebenarnya dia capek dan pusing. Tapi kasian Ican harus ke terminal sendiri. Dia anak pertama dan adik-adik nya masih kecil.

Ican segera menggeleng pelan, lalu tersenyum manis ke arah Fitri yang benar-benar keliatan lelah.

"Pulang sana kalo pusing. Jangan terlalu ngoyo nanti sakit" tatapan jenaka khas Ican berubah menjadi lembut dan penuh perhatian.

"Iya, nanti kalo udah dapet pegawai baru"

Ican menghela nafas. Perbedaan yang sangat kontras antara dirinya dan Fitri adalah. Fitri si perfeksionis dipertemukan dengan Ican yang selalu santai dan bodoamatan.

[2] FITRI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang